Translator : Noxx
Proffreader : Noxx
đhađœđđČđż đ± - đ§đ¶đ±đźđž đ đđ»đŽđžđ¶đ» đ§đźđ»đœđź đđčđźđđźđ» đđČđżđđČđșđŻđđ»đđ¶.
“…Yah, bukankah itu bagus? Bisa pergi bersama orang terkenal seperti dia. Kalau para cowok di sekolah dengar, mereka pasti akan sangat iri.”
“Eh? Kau marah ya?”
“tidakk, kok? Terserah kau mau kencan dengan siapa, itu bukan urusanku.”
Meski begitu, nada suara Hiyori terdengar agak kesal.
“Yah… aku pikir ada baiknya memberitahumu saja.”
Karena Haruna-san tiba-tiba datang ke dewan siswa dan membuat sedikit keributan, aku merasa perlu memberi tahu Hiyori tentang apa yang terjadi setelahnya.
Pada malam yang sama, setelah membuat janji kencan dengan Haruna-san, aku menceritakan semua itu pada Hiyori. Alasan aku ingin memberitahunya sebenarnya hanya karena merasa perlu.
“Kau menelepon hanya untuk memberitahu kalau kau bakal kencan dengan Haruna-san hari ini…? Mendadak banget sih, ini soal apa sebenarnya?”
Mungkin saja, Hiyori merasa cemburu karena merasa seperti aku diambil darinya ──.
“Hei, kau lagi mikirin sesuatu yang bisa bikin aku marah, kan?”
“tidak kok, sama sekali tidak.”
Hampir saja, bagaimana dia bisa tahu?
Yah, sebenarnya, tidak mungkin Hiyori cemburu denganku. Mungkin dia hanya tidak suka karena aku merasa bahagia. Mungkin begitu.
“…Tapi daripada itu, kalau kau bakal habiskan waktu dengan Haruna, setidaknya pastikan kamu klarifikasi kesalahpahaman soal dewan siswa. Haruna itu lumayan terkenal, dan kalau sampai ada gosip buruk tentang dia, bakal susah sekali buat dibenerin.”
“Tenang aja, aku ngerti. Aku akan bicara dan jelasin semuanya.”
“Kalau begitu sih, oke. …Ngomong-ngomong, aku pernah bilang kan, aku sebenarnya cukup suka sama ruang itu.”
Ruang itu pasti maksudnya ruang dewan siswa.
Aku ingat, memang Hiyori sempat bilang begitu waktu aku pertama kali bergabung.
“Yaegashi-senpai itu kayak gitu, jadi aku tidak bisa tidakk peduli dengan nya. Shido-senpai itu bisa diandalkan sekali, aku sangat menghormatinya, dan Tsubaki senpai itu sangat patuh denganku, aku jadi merasa nyaman di dekatnya… Dan entah kenapa, aku merasa ada rasa kebersamaan.”
“Simpati?”
“Hmm… Oh, maaf. Kau ngerti maksud simpati tidak?”
“Jangan remehkan aku.”
Tentu saja aku paham itu.
“Pokoknya, rasanya tidak ada perasaan asing gitu. Mungkin bisa dibilang, kita semua sepertinya punya sesuatu yang sama, entah itu beban atau masalah.”
Kalau ngomongin soal punya beban, mungkin memang semua orang di dewan siswa punya “rahasia” masing-masing.
Yui senpai terlihat seperti orang sempurna, tapi ternyata dia agak ceroboh.
Futaba senpai kelihatan pendiam, tapi sebenarnya dia orang yang tertutup.
Shido senpai masih belum sepenuhnya aku ketahui, tapi melihat betapa obsesinya dia sama Yui senpai, rasanya dia pasti punya sesuatu yang dia sembunyikan juga.
“Jadi, maksudmu, Hiyori juga punya sesuatu yang dia sembunyikan?”
“Kalaupun iya, aku tidak akan bisa ceritain lewat telepon seperti ini.”
“Ya, memang sih.”
Ada situasi yang harus dipertimbangkan.
“Makanya, aku tidak mau kalau ruang itu hilang begitu saja. Jadi, pastikan besok kau benar-benar menjelaskan dan mengklarifikasi kesalahpahaman itu.”
“Ya, aku paham. Kalau ada apa-apa lagi, aku akan menghubungimu.”
“────Hei, Natsuhiko.”
Suara serius Hiyori menghentikan aku yang sudah hendak menutup telepon.
“Kau pikir bagaimana tentang dewan siswa?”
“Gimana ya... Aku merasa nyaman, dan juga cukup menantang.”
Bagiku yang sebelumnya menjalani rutinitas sehari-hari yang monoton, waktu yang aku habiskan di dewan siswa terasa segar dan berbeda.
Saat ini, aku tidak merasa banyak membantu, tapi aku berharap suatu saat nanti bisa bangga jadi anggota dewan siswa yang lebih berguna.
“…Begitu ya. Kalau gitu, tidak apa-apa sih.”
“Apa maksud pertanyaanmu tadi?”
“tidak ada…, selama ini kau belum pernah jadi bagian dari organisasi apa pun, kan? Jadi aku Cuma penasaran, bagaimana perasaanmu sekarang.”
“Ah…”
Dari Hiyori, aku merasakan kekhawatiran dan rasa ingin tahu terhadapku.
Selama ini, aku tidak pernah terlibat dalam kegiatan seperti klub atau organisasi, dan sebenarnya tidak ada alasan besar di balik itu.
Kalau harus dibilang, aku merasa kalau aku yang tidak begitu bersemangat untuk mengejar sesuatu, akan terasa tidak cocok bergabung dengan kelompok yang penuh dengan orang-orang yang benar-benar bersemangat dan memiliki tujuan yang jelas. Perbedaan dalam semangat bisa menimbulkan gesekan.
Makanya, selama ini aku tidak pernah bergabung dalam organisasi apa pun.
Alasan aku akhirnya memutuskan untuk bergabung dengan dewan siswa tentu saja karena ada ancaman, tapi lebih dari itu, ada bagian dari diriku yang sangat mengagumi mereka.
Meskipun semuanya berawal dari keinginan pribadiku, aku juga merasa kesepian.
“……menyenangkan kok, sangat.”
“────Begitu ya.”
Setelah itu, Hiyori menutup telepon.
Sebenarnya, dia bisa saja langsung mengatakan bahwa dia khawatir tentangku, tapi Hiyori memang selalu begitu, tidak langsung menunjukkan perasaannya.
Ah, belakangan ini dia terlalu peka, kalau aku berpikir begini, mungkin nanti dia akan marah dan datang dengan pukulan.
Kurasa sudah saatnya untuk mempersiapkan untuk besok.
Aku harus berusaha agar tidak membuat semua orang khawatir sebisa mungkin.
◇◆◇
Nah, akhirnya tiba juga hari kencan dengan Haruna-san. Tugas yang diberikan padaku hari ini adalah sebisa mungkin untuk memperbaiki kesalahpahaman yang ada.
Jika aku terus dianggap sebagai budak dewan siswa, itu bisa menjadi masalah besar di masa depan. Aku sendiri tidak melakukan hal yang salah, dan meskipun situasinya terlihat tidak adil, aku tidak akan mengeluh tentang hal itu. Bahkan, aku bisa berkencan dengan Haruna-san yang merupakan idola di sekolah. Bukan hanya tidak mengeluh, aku malah merasa seperti ingin mengucapkan terima kasih atas situasi ini.
Bagaimanapun juga, aku sudah menyiapkan penampilanku dengan rapi dan tiba di depan stasiun sesuai janji. Waktu menunjukkan 15 menit lebih awal dari waktu yang dijanjikan. Saat pergi dengan wanita, prinsipku adalah selalu datang dengan sedikit waktu luang seperti ini.
Selain itu, jika wanita terlambat, aku harus bisa tersenyum dan memaafkan mereka. Aku percaya diriku bisa menunggu lebih dari tiga jam jika perlu.
Namun, bertolak belakang dengan kesan baik yang ingin kuberikan, Haruna-san tiba tepat lima menit sebelum waktu pertemuan yang dijanjikan.
“Maaf menunggu, Hanashiro-kun. Apa kau sudah menunggu lama...?”
“tidak kok, sama sekali tidak.”
“...Bohong. Sebenarnya kau sudah menunggu kan?”
“Walaupun aku menunggu, aku janji itu tidak memakan waktu lama kok.”
Dengan senyuman, aku mengatakan itu, dan Haruna-san menghela napas seolah menyerah.
“Hanashiro-kun, kamu tidak pernah ngomong jahat ya. Aku suka dengan sikapmu yang seperti itu.”
Wah, dipuji!
Tapi sebenarnya, aku ingin disukai oleh wanita, jadi tidak ada alasan untuk berkata jahat, kan? Menurutku sikap seorang pria yang sopan itu yang terbaik.
...Tapi, ngomong-ngomong, aku sih belum pernah punya pacar.
“Yuk, kita pergi! Hari ini biar aku yang jadi pemandu jalanmu!”
“Ah, iya... jadi, apa ya? Yang katanya, aku harus dijadikan cowok keren atau apa maksud nya? ...”
“Iya! Hari ini aku akan membuatmu jadi lebih keren supaya kau bisa percaya diri!”
“tentu... itu sih, terima kasih...”
Kalau bisa jadi lebih keren, itu memang hal yang menyenangkan. Tapi, entah kenapa, sepertinya aku sedang diberitahu bahwa aku belum keren sekarang, dan itu sedikit menyakitkan. Tapi ya sudah, aku sadar kok.
“Kalau begitu, pertama-tama... hmm.”
Setelah memandang sekeliling, Haruna-san tiba-tiba menggenggam tanganku dengan kuat.
“Yuk, kita pergi ke sana dulu!”
“Ah, tunggu...!”
Haruna-san menarik tanganku dengan kuat. Betapa tidak terduganya, sensasi tangan lembutnya langsung terasa, dan aku bisa merasakan kehangatannya di sana. Sepertinya hari ini akan menjadi hari yang menyenangkan.
Begitu masuk ke dalam toko, Haruna dan seorang wanita yang sepertinya stylist saling bertukar salam.
“Jadi, yang menghubungi itu dia?”
“Ya, saya. Aku ingin meminta bantuan untuk styling alis.”
“Baik, aku mengerti. Tunggu sebentar, aku akan menyiapkannya.”
“Alis bisa mengubah kesan wajah seseorang secara besar hanya dengan bentuknya.”
Begitu dikatakan, aku dibawa ke sebuah tempat yang ternyata adalah salon alis.
Sepertinya di sini, mereka akan merapikan alis sesuai dengan bentuk yang diinginkan. Biasanya, aku memang pernah merapikan alis saat potong rambut di salon, tapi datang ke tempat seperti ini, itu pertama kalinya.
“Oh, sudah menunggu ya, Rumi-chan?”
“Hallo, senpai.”
Kemudian, aku dibawa ke ruang pribadi dan disuruh berbaring telentang di tempat tidur yang ada di sana. Setelah aku berbaring seperti yang disuruh, Haruna-san menatap wajahku.
“Kenapa?”
“Aku melihat kalau kau kelihatan tegang, jadi aku ingin membuatmu lebih rileks.”
“Ya, memang karena ini pertama kalinya, jadi aku tegang... tapi, aku juga sedikit khawatir soal uang.”
Melihat penampilan toko yang begitu mewah, rasanya biaya hanya untuk merapikan alis saja pasti tidak murah. Keuangan pribadiku yang serba pas-pasan memang tidak begitu bersahabat.
Meski aku rasa dengan uang yang aku bawa sekarang bisa cukup, aku khawatir bagaimana sisa uang yang akan kutinggalkan setelahnya.
“Ah, maaf, aku lupa menjelaskan! Hari ini, biaya semuanya ditanggung oleh toko, jadi tidak perlu khawatir.”
“Hah!?”
Aku terkejut mendengar kata-kata Haruna-san. Saat itu, seorang wanita yang tadi dipanggil Eito, yang sepertinya adalah orang yang bekerja di sini, masuk ke dalam ruangan.
Sepertinya dia mendengar percakapan kami sebelumnya, karena dia melanjutkan penjelasan Haruna-san
“Benar. Kami selalu mendapat dukungan dari Rumi-chan, jadi pada dasarnya biaya di sini untukmu gratis, dan kami tetap memberikan styling yang terbaik.”
“Se, sepertinya hal seperti itu memang ada ya...”
“Sebagai gantinya, kami memang memintanya untuk mempromosikan lewat SNS. Rumi-chan itu benar-benar luar biasa, lho! Cuma dengan sedikit promosi, pelanggan bisa langsung bertambah dengan signifikan.”
Haruna-san yang dipuji-puji itu tersenyum malu-malu.
Aku juga tahu kalau SNS milik Haruna-san memang sangat terkenal. Aku ingat dia juga sempat jadi model pembaca, kan? Pantas saja jumlah pengikutnya bisa begitu banyak.
“Kalau begitu, ayo kita mulai sekarang. Aku akan membuatmu lebih keren dari sebelumnya.”
“O-oke, tolong...”
Dengan sentuhan tangan Eito, alisku diperbaiki dalam waktu yang sangat singkat.
Sebenarnya, aku tidak merasa alisku begitu berantakan, tapi ternyata dari sudut pandang profesional, masih ada banyak yang perlu diperbaiki.
Mencukur, dan terkadang mencabut bagian-bagian yang mengganggu.
Setelah itu, alisku yang lebih rapi dan terstruktur terbentuk dalam waktu sekitar dua puluh menit.
“Ini dia, bagaimana menurutmu?”
“Wah...”
Tanpa sadar, aku mengeluarkan suara kagum karena hasilnya sangat luar biasa.
Rasa bersih di wajahku terasa lebih meningkat, meskipun perubahan yang terlihat tidak terlalu besar, namun setelah dilihat, kesannya benar-benar berbeda.
“Wow...! Ini sangat bagus! Keren banget, Hanashiro-kun!”
“Se, seperti itu?”
Tentu saja, aku merasa senang sekali dipuji sebanyak ini.
Mungkin aku akan datang lagi secara teratur ke sini. Meskipun pasti akan menjadi pengeluaran yang sangat besar.
“Sebenarnya aku juga ingin merapikan gaya rambutmu agar lebih sesuai dengan seleraku── ah, tidak, aku pikir aku akan lebih suka menata bajumu dulu, bagaimana kalau kita lihat-lihat pakaian?”
“...Baiklah, hari ini aku akan sepenuhnya mengikuti apa kata Haruna-san.”
“Ya, serahkan saja padaku!”
Memang tujuan Haruna-san mungkin agak melenceng, tapi hari ini jelas merupakan waktu yang bermanfaat bagiku.
Kalau begitu, aku akan sepenuhnya mengikuti petunjuknya.
Kemudian, aku dibawa ke sebuah toko pakaian.
Namun, toko ini bukanlah toko pakaian biasa, melainkan toko barang bekas yang memiliki eksterior yang sangat keren.
Karena aku belum pernah mencoba pakaian bekas sebelumnya, aku sempat ragu sejenak di depan toko tersebut.
“Eh...? Kenapa kau kelihatan cemas?”
“Ya, ya sih. Pakaian bekas itu punya kesan yang agak menakutkan, begitu...”
Hanya orang-orang yang tahu banyak tentang pakaian yang biasa datang, atau entahlah.
Meskipun sebenarnya mungkin tidak begitu, tapi ada saja suasana seperti ‘kami tidak menerima orang yang tidak tahu apa-apa’ di sana.
“Ahaha, tidak apa-apa kok. Ini juga toko langgananku.”
“...Jadi, kamu kenal dengan para pegawainya?”
“Tentu saja. Ayo, cepat masuk.”
Dengan dorongan terakhir yang cukup kuat, Haruna-san menarik tanganku dan memaksaku masuk ke dalam toko. Di dalam, dia langsung menyapa seorang staf pria yang sedang merapikan barang jualan.
“Selamat siang! Sayama-san!"
“Oo,bukan kah ini Rumi-chan? Hmm, lagi kencan ya?”
Pria bernama Sayama yang agak santai dan stylish itu menoleh ke arahku sambil bertanya seperti itu.
“Eh, eh... iya! Seperti itu! Ah, mohon jangan sebarkan ya?”
“Hoho... serahkan saja padaku, aku orangnya bisa dipercaya kok.”
Sayama-san mengacungkan jempol, sementara Haruna-san tampak malu dan menggaruk pipinya.
Kemudian, dia sempat menoleh ke arahku sejenak, lalu langsung mengalihkan pandangannya.
Betapa menggoda gerakannya itu.
Sudah pasti dia suka padaku, pasti.
“Ah... M-maaf ya? Tadi bilang kencan begitu...”
“Hmm? Ah, tidak masalah, malah aku senang kalau bisa dianggap begitu.
───Aduh, bahaya.
Untuk mengatasi kesalahpahaman tentang hubunganku dengan dewan siswa, aku tidak bisa sampai terbawa perasaan dan kehilangan fokus di sini.
Meskipun perasaanku sudah terombang-ambing, setidaknya aku harus tetap tenang saat menyadarinya.
Sekarang, aku tidak punya waktu untuk jatuh cinta.
“...”
“...Eh? Ada apa, Haruna-san?”
“Eh? Ah, tidak, tidak apa-apa!”
Haruna-san yang terlihat sedang melamun, langsung kembali seperti biasa setelah mendengar pertanyaanku.
Wajahnya tampak agak menyesal, tapi mungkin itu hanya perasaanku saja.
“Kau benar-benar memperlihatkannya padaku ya. Jadi, hari ini kau datang untuk memilihkan pakaian untuk Rumi-chan? Atau... untuk pacarnya?”
“Yup, hari ini bukan untukku, tapi aku datang untuk memilihkan pakaian untuk dia.”
“Hm, begitu. ...Bahan pakaian di sini terlihat cukup bagus, rasanya bisa menyusun kombinasi yang menarik. Kalau kau mau, aku bisa pilihkan beberapa yang cocok.”
“Apakah boleh? Kalau begitu, tolong bantu ya!”
“Tentu saja. Aku selalu dibantu oleh Rumi-chan, jadi kalau sudah memilih pakaian untuk pacarnya, aku akan serius melakukannya.”
Pacar? Aku bahkan tidak sempat membantah karena sudah langsung diukur ukurannya oleh Sayama-san.
Dia menyelesaikan pekerjaannya dengan cepat, lalu berjalan keliling toko sambil membawa beberapa pakaian dan kembali.
“Eh, namanya apa ya?”
“Hanashiro.”
“Terima kasih, Hanashiro-kun. Kalau kau mau, coba saja pakaian yang ada di sini. Ukurannya sih pasti pas, tapi kalau ada yang terlalu ketat atau longgar, bilang saja ya.”
“Baik... terima kasih.”
Dengan pakaian yang diberikan, aku pergi ke ruang ganti.
Pakaian pertama yang aku coba adalah kaos lengan tiga per empat yang agak kebesaran, dipadukan dengan celana jeans ketat.
Di leher, ada kalung perak.
Dari segi penampilan, lebih mirip mahasiswa daripada siswa SMA.
Karena aku lebih mengenal diriku sendiri, terasa agak memaksakan diri, tapi...
“Yap! Sangat bagus!”
Setelah aku keluar dari ruang ganti, Haruna-san memberikan pujian.
Karena aku tidak terlalu tahu tentang pakaian atau gaya, mendengar pendapat dari orang yang lebih tahu tentu sangat membantu.
Entah kenapa, aku merasa seolah-olah telah mendapat izin untuk mengenakan pakaian ini.
“Posisi tubuh seseorang itu, pada akhirnya tentang keseimbangan. Motif dan sejenisnya itu satu hal, tapi yang paling penting adalah ketika dilihat dari siluet, tidak terlihat berantakan. Untuk pakaian ini, bagian atasnya longgar, jadi aku pilih celana yang tidak terlalu berbentuk besar di bagian bawah.”
“Heh...!”
Aku baru saja diberi pengetahuan yang cukup berguna.
Setelah aku pikirkan lagi, memang benar, karena kaos oversized di bagian atas membuat siluet tubuh bagian atas terlihat lebih besar, bagian bawah jadi terlihat ramping tanpa menambah volume yang tidak perlu.
Entah kenapa, itu membuat semangatku naik.
Sebenarnya aku tidak terlalu tertarik dengan pakaian sebelumnya, tapi ketika penampilan diriku terlihat lebih baik, rasanya begitu menyenangkan.
Di usia seperti ini, aku akhirnya merasa mulai memahami arti mengeluarkan uang untuk pakaian.
Namun, aku tidak bisa terus-menerus berbicara tentang hal-hal indah saja.
“Jadi... berapa harga pakaian ini?”
Aku dengan hati-hati bertanya pada Sayama-san.
meskipun itu barang bekas, harganya bisa sangat mahal.
Terutama untuk celana jeans ini, harganya benar-benar menakutkan.
Aku pernah melihat di televisi bahwa jeans itu akan semakin berkarakter seiring waktu.
Artinya, meskipun itu barang bekas, tidak berarti harganya pasti lebih murah.
“Ah, jangan khawatir, harganya tidak mahal. Aku tahu kau masih pelajar, jadi aku pilihkan harga yang sesuai.”
Harga yang diberikan oleh Sayama memang tidak terlalu mahal, bahkan bisa dibilang agak mengejutkan... tidak, maksudku, meskipun tidak bisa dibilang murah, dengan kualitas seperti ini, harga segitu sudah terasa cukup terjangkau.
“Kami juga membeli dan menjual pakaian bekas, jadi selama kauu tidak pilih barang vintage yang aneh-aneh, harganya bisa lebih terjangkau. Kalau kau mulai sering belanja di sini, aku bisa mengajarimu cara memilihnya juga.”
Tentu saja, itu sangat bisa diandalkan.
Aku merasa lebih tenang, dan sepertinya kalau aku ingin beli pakaian lagi di masa depan, aku bisa meminta bantuan mereka.
Ini hanya pendapatku saja, tapi jika orang tersebut tidak memiliki keinginan kuat terhadap sesuatu, lebih baik serahkan pada profesional untuk memilihkan.
Apalagi, sekarang aku tidak memiliki banyak uang, dan aku juga tidak dalam situasi yang bisa menikmati kesalahan.
Setelah itu, atas saran dari keduanya, aku mencoba pakaian lain, namun pada akhirnya aku memutuskan untuk membeli pakaian yang pertama kali aku coba.
Di tengah perjalanan, Haruna-san sempat menawarkan untuk membayar, tapi tentu saja aku menolaknya.
Salon alis gratis, jadi aku tidak keberatan, tetapi menerima uang dari wanita sangat bertentangan dengan prinsipku.
Karena aku yang mengajak Haruna-san, dia sedikit kecewa, tapi ini adalah hal yang tidak bisa aku kompromikan.
“Terima kasih atas pembeliannya! Kalian berdua, datang lagi ya!”
Dengan senang hati, Sayama mengantar kami keluar, dan aku bersama Haruna-san pun meninggalkan toko.
Ngomong-ngomong, aku sangat suka dengan pakaian yang baru saja aku beli, jadi aku memutuskan untuk mengganti pakaian di dalam toko.
“Hanashiro-kun, kau benar-benar tidak masalah dengan itu?”
“Hah? Apa maksudmu?”
“Pakaian itu. Karena aku yang membawamu kemana-mana, aku merasa seharusnya aku yang sedikit membantu...”
“Sejujurnya, aku sudah senang bisa keluar bersamamu , tidak perlu melakukan lebih dari itu. Lagipula, yang memutuskan untuk membeli pakaian ini adalah aku sendiri.”
Bertanggung jawab atas pilihan sendiri adalah hal yang sudah seharusnya.
Memutuskan untuk bergabung dengan OSIS juga merupakan keinginanku sendiri.
Aku sebenarnya bisa saja menolak permintaan Shido-senpai waktu itu.
Aku ingin Haruna-san juga bisa mengerti hal itu...
“Kalau begitu, bisakah aku mentraktirmu sesuatu? Aku merasa agak bersalah kalau tidak melakukan apa-apa.”
“Ugh... yah...”
Jujur saja, aku tidak merasa Haruna-san perlu mentraktirku apapun, tetapi kalau dia merasa bersalah, membiarkan begitu saja juga tidak enak rasanya.
“Kalau begitu, bagaimana kalau minum kopi saja, Hanashiro-kun?”
“Kopi, ya...”
Bukan soal harga, tetapi sepertinya itu pilihan yang pas.
“Baiklah, kalau begitu aku akan terima tawaranmu.”
“Syukurlah, terima kasih sudah mengabulkan keinginanku.”
“Justru, seharusnya aku yang berterima kasih,” kataku.
Kami pindah ke kafe, dan Haruna-san membeli es kopi untukku dan bubble milk tea untuk dirinya. Setelah itu, kami berjalan sebentar dan duduk di bangku di depan stasiun. Karena ini hari libur, orang-orang di sekitar sini sangat banyak.
Mungkin karena banyak mata yang memandang, sepertinya banyak pandangan orang yang tertuju pada Haruna-san.
“Selalu begini, ya?”
“Iya... begitulah,” jawab Haruna-san dengan senyum sedikit canggung.
Hanya dari penampilannya saja, Haruna-san sangat memikat. Setidaknya, pandangan pria pasti akan tertarik padanya, dan mungkin juga ada perempuan yang merasa kagum. Jadi, begini memang tak terhindarkan. Meskipun aku yakin dari sisi Haruna-san, ini pasti cukup merepotkan.
“Rasanya senang, sih, kalau dibilang imut atau cantik...,” katanya dengan nada sedikit pasrah, sambil mengayunkan sedikit cangkir milk tea di tangannya.
Masalah yang timbul karena memiliki penampilan menarik mungkin terdengar seperti keluhan yang berlebihan bagi orang-orang yang tidak memilikinya. Haruna-san memahami hal ini, sehingga dia tidak pernah mengeluh tentang itu. Sikapnya yang tegar membuatnya terlihat sangat keren di mataku.
“Hanashiro-kun,kau tidak merasa terganggu saat bersamaku?”
“Aku baik-baik saja. Kalau aku mengeluh, justru itu yang berlebihan.”
Seperti yang sudah sering kukatakan, hanya dengan berjalan-jalan bersama Haruna-san saja sudah cukup membuatku bahagia. Bisa menghabiskan waktu seharian dengan gadis yang diidolakan oleh seluruh siswa laki-laki di sekolah adalah suatu keberuntungan besar. Jika aku berharap lebih dari ini, rasanya seperti menantang nasib.
“...Itulah kenapa, aku juga tidak merasa terpaksa berada di dalam OSIS.”
“Eh!”
Aku memutuskan untuk masuk ke topik utama.
“Rasanya menyenangkan bisa dibutuhkan oleh teman-teman di OSIS. Mereka juga tidak pernah memperlakukanku dengan buruk sejak awal.”
“...”
Haruna-san mendengarkan dengan tenang. Entah kenapa, kali ini rasanya kata-kataku benar-benar sampai padanya.
“Apa aku terlalu ikut campur, ya?” tanyanya sambil menggaruk pipinya dengan sedikit ragu. Melihat ekspresi Haruna-san yang tampak bersalah, aku merasa ada sedikit rasa sakit di dadaku.
Kebaikan hati Haruna-san benar-benar membuatku bersyukur. Namun, entah kenapa aku merasa kebaikan itu mungkin terlalu berharga untukku, karena begitu banyak orang yang ingin mendapat perhatian darinya.
“...Hanashiro-kun, apa mungkin kau punya seseorang yang kamu suka di OSIS?”
“Eh?”
Pertanyaan tiba-tiba yang tak terduga itu membuatku tertegun.
“Soalnya, aku juga mengerti perasaan ingin dibutuhkan oleh orang yang kita sukai. Jadi aku berpikir, mungkin kau juga begitu…”
“Ah, tidak… Aku tidak punya orang tertentu yang aku suka, sih.”
Saat aku mengatakan itu, Haruna-san terlihat jelas terkejut.
“Aku senang bisa menghabiskan waktu dengan gadis cantik saja sudah cukup… Bukannya aku punya seseorang yang benar-benar aku suka...”
“────Apa maksudmu?”
Saat itu, tiba-tiba suasana antara aku dan Haruna-san berubah. Sikap lembut dan ramahnya menghilang, digantikan oleh aura yang tajam dan kasar.
Sementara aku hanya bisa bengong, Haruna-san mendekat dengan sikap penuh tekanan.
“Setelah semua yang kulakukan, kenapa kau tidak jatuh cinta padaku…? Aku akhirnya paham. Jadi, ternyata kau tidak peduli siapa asal dia perempuan, ya?”
“H-Haruna-san? Rasanya ada yang berubah…”
“Oh, jadi kau hanya pria yang suka semua perempuan.”
Dengan napas pendek, Haruna-san tertawa kecil.
“…Menyebalkan. Seharusnya, kalau ada cewek cantik sepertiku di sampingmu, kau langsung jatuh cinta. Apa kau gila atau ada yang salah denganmu?”
“A-Apa yang aneh bukan kau, Haruna-san?”
“Ini sisi asliku, tahu. Semua sikap baikku sebelumnya Cuma akting untuk membuatmu jatuh cinta.”
“Akting…?”
Jadi suasana romantis yang kadang muncul dan perhatian lembut yang dia tunjukkan, semua itu mungkin hanyalah sandiwara? Tanpa perlu memikirkannya terlalu jauh, aku bisa langsung menerima perubahan sikap Haruna-san yang begitu drastis. Jika aku pikirkan lagi, dari caranya berinteraksi dengan para pria yang aku tahu, semuanya jadi masuk akal.
Dia sering membuat pria jatuh cinta lalu meninggalkan mereka. Menyadari bahwa dia melakukannya dengan sengaja malah membuatku merasa lega. Kalau ada orang yang melakukan hal itu tanpa sengaja, pasti sudah dianggap sebagai monster yang sulit dihadapi.
Ini adalah sisi lain dari Haruna-san, atau bisa dibilang, inilah sifat aslinya.
“Karena sudah terlanjur, aku kasih tahu saja, ya. Aku ini hidup demi mengendalikan pria sesuai keinginanku. Awalnya, aku berniat menaklukkan semua pria di angkatanku satu per satu… tapi kau malah tidak jatuh cinta padaku, jadi rencananya terhambat!”
“Kalau kau bilang begitu… aku harus gimana?”
“Diam aja dan jatuh cintalah dengan ku!”
“Ja-jangan goyangkan aku!”
Haruna-san mengguncang pundakku dengan keras, sampai-sampai kepalaku terasa berputar. Namun, akhirnya dia berhenti karena kelelahan, terengah-engah sambil melepaskan tangannya. Melihat kondisinya sekarang, tampaknya dia memang sudah menahan perasaan frustrasi yang cukup lama.
Meski ini benar-benar pelampiasan yang tak masuk akal, aku tak bisa menahan perasaan sedikit bersalah.
“Karena kau sama sekali tidak terpengaruh... malah aku yang jadi kepikiran denganmu,” katanya.
“Apa?”
“Ah! Bukan apa-apa!” Haruna-san mendorong bahuku menjauh dan menghela napas dalam.
Entah kenapa, aku merasa seperti diperlakukan dengan sangat tidak adil.
“Hah... ya sudahlah. Marah-marah juga melelahkan.”
“Iya, aku senang kalau kau bisa tenang sedikit.”
Untuk kebaikanku juga.
“Jadi, kalau ingin membuatmu jatuh cinta, apa yang kulakukan ini belum cukup, ya?”
“Eh... tunggu sebentar, bukannya...?”
“Apa?”
“Menurutku tidak perlu mencoba membuatku jatuh cinta lagi. Mungkin kita bisa berteman baik saja mulai sekarang—“
“Omong kosong! Harga diriku tidak akan terima begitu saja!”
Seram. Ini bukan sikap galak, tapi lebih mirip seperti preman.
Tidak, atau ini lebih mirip sukeban? Ah, sepertinya zaman sudah berbeda.
“Aku itu, tidak suka kau memperlakukanku sama dengan yang lain. Aku ini gadis super sempurna dan luar biasa cantik, tapi kau memperlakukanku seperti cewek biasa lainnya. Itu yang bikin aku kesal.”
“Ya, memang benar Haruna-san adalah gadis super sempurna dan luar biasa cantik... tapi bagiku semua cewek itu penting...”
“Makanya, aku bilang itu tidak masuk akal, kan? Wajar kalau manusia punya favorit. Semua cewek itu penting? Apa-apaan itu, tidak ada artinya.”
“...”
Aku tidak bisa langsung merespon kata-kata Haruna-san. Dia mendesah kesal dan menatapku dengan tatapan tajam.
“Yah, terserahlah. Kalau sudah begini, aku akan membuatmu jatuh cinta padaku, bagaimanapun caranya.”
“Ca... cara apa maksudnya? Aku akan lebih senang kalau tidak dengan kekerasan.”
“Dasar laki-laki lemah! Tenang saja, aku tidak akan menggunakan kekerasan.”
Oh, kalau begitu tidak apa-apa. Di sekitarku sudah ada cukup orang yang urusannya dengan kekerasan, dan kalau sampai bertambah satu lagi, aku tidak tahu bagaimana harus menghadapinya.
“……Pada akhirnya, aku hanya ingin kau menjadi milikku. Selama ini aku berpikir, kalau saja aku bisa membuatmu jatuh cinta padaku... kalau aku bisa membuatmu terpikat... Tanpa kusadari, aku jadi benar-benar menginginkannya.”
“…Maksudmu…?”
“Tapi... aku sendiri tidak yakin apakah perasaan ini nyata atau tidak. Mungkin saja aku hanya ingin mengejarmu karena kamu sama sekali tidak tertarik padaku. Jadi…”
Dia kembali menarik kerah bajuku, menatap mataku dengan tatapan tajam yang semakin dekat.
“Aku akan membuatmu jatuh cinta... untuk memastikannya. Jika aku kehilangan perasaan setelah kau jatuh cinta padaku, berarti ini hanyalah perasaan palsu. Tapi... jika aku masih menyukaimu setelah itu──”
“────Bibir ini, akan aku ambil.”
Jari-jari Haruna menyentuh bibirku. Rasanya hangat, tapi juga dingin. Sensasi aneh itu perlahan menyebar dari bibirku.
“Jadi, mulai sekarang, aku akan terus ikut campur denganmu dan kegiatan di OSIS.”
“H-hah?”
“Semua anggota OSIS itu cantik-cantik. Aku akan kesal kalau mereka mendekatimu saat aku tidak ada... Tapi, tenang aja, aku tidak akan ganggu pekerjaanmu.”
Setelah mengatakan itu, Haruna mengambil sedikit jarak dariku.
“Ya sudah, terima kasih untuk hari ini. Meski bagaimanapun, aku menikmati waktu kita.”
Haruna berdiri dari bangku dengan membawa barang-barangnya, kemudian membelakangiku dan pergi berlari tanpa menoleh sedikit pun. Menatap punggungnya yang menjauh, aku menyadari detak jantungku semakin cepat.
“Ah... Cewek keren juga enak ya.”
Perasaan baru yang muncul dalam diriku. Ini harus dijaga dengan baik. Pasti akan menjadi kebiasaan baru yang akan terus muncul di masa depan.
Tapi, bagaimana ya?
Aku sebenarnya ingin menjauh dari OSIS, tapi malah jadi seperti ada dorongan untuk mendekat.
“...Ya, tidak apa-apa kan?”
Meskipun tanpa alasan yang jelas, aku merasa Haruna-san bukan tipe orang yang akan menjatuhkan orang lain. Dia tidak mungkin tertarik dengan posisi ketua OSIS, dan aku rasa dia tidak akan melakukan hal-hal yang buruk.
Tentu saja, aku tidak bisa membiarkannya begitu saja, tapi pada akhirnya aku bukan tipe orang yang bisa berkata kasar pada cewek.
(──Tapi begitulah...)
Aku menghela napas kecil sambil menatap punggung Haruna yang semakin menjauh.
“Hebat ya, Haruna.”
“Memanjakan orang yang disukai itu memang hal yang wajar.”
Dia berkata begitu dengan jelas, dan aku langsung tersadar.
Ya, itu hal yang wajar.
Lalu—bagaimana denganku?
Kompleks yang ku sembunyikan di dalam dada terasa sedikit menusuk.