[LN] Hangyakusha Toshite Oukoku de Shokei Sareta Kakure Saikyou Kishi Volume 2 ~ Chapter 1 [IND]

 

Translator : Naoya

Proffreader : Naoya

CHAPTER 1

Jarak Yang Mendekat Dengan Cepat

1

   Dalam pertempuran melawan pasukan Marquis Rigel, Pasukan Khusus Baru meraih kemenangan gemilang, dan kami akhirnya mendapatkan sedikit waktu untuk beristirahat.

   Namun, dengan pertempuran melawan Kerajaan Reshfeld yang akan datang dalam dua bulan, kami tidak bisa sepenuhnya bersantai.

   Pada masa lalu, Kekaisaran dengan mudah membiarkan invasi pasukan kerajaan, tetapi kali ini kami akan memastikan untuk menghentikannya. Dengan tekad untuk menghapus bayangan gelap yang menanti di depan, aku menghela napas panjang.

   Hari ini juga, aku akan memperkuat semangat dan bekerja dari pagi hingga malam.

   Begitulah rencanaku.

   Namun, ketika aku melihat sekeliling, aku hanya melihat kerumunan orang yang ramai dan suasana yang santai.

“Hey, ayo kita bersenang-senang!”

“Uoooohhh!!”

“Oke, pestanya masih berlanjut! Ayo, minum terus!”

“Uoooohhh!!”

   Di tengah keramaian para prajurit yang bersorak, ada Stiano dengan wajah yang sudah memerah.

   Di tangan kanannya, dia memegang sebuah gelas kaca besar berisi minuman keras.

   Di tangan kirinya, ada sebuah piring besar yang penuh dengan makanan.

   Dan para prajurit di sekelilingnya, dengan riang, mengangkat botol minuman dan piring berisi makanan ke langit.

“Untuk merayakan kemenangan pertama Pasukan Khusus Baru...”

“Kanpaaiii!!”

   -- Meski baru saja bertarung, mereka masih punya energi yang luar biasa.

   Keriuhan ini sampai membuatku sedikit terkejut.

   Pesta perayaan kemenangan pertama Pasukan Khusus Baru terus berlangsung hingga mendekati pergantian hari, dan suasana di tempat itu tetap meriah.

“Sungguh, apa yang mereka lakukan...”

   Sebenarnya, aku seharusnya berada di ruang kerja saat ini, menyelesaikan pekerjaanku.

   Jika saja Stiano tidak berkata, “Kamu wajib hadir, Al!” aku mungkin tidak akan datang sama sekali.

“Heh, Stiano! Kamu membawa terlalu banyak makanan! Orang lain juga ingin makan, tahu?”

“Aduh, aduh! Oke, aku akan turunkan! Jadi jangan tendang kakiku...”

“Kamu ini, tahu batasan! Dasar Stiano bodoh!”

“Petra, tolong kendalikan kekuatanmu! Tulangku bisa patah... aaaaahh...!”

“Hahaha! Kalian berdua sedang apa sih!”

“Hei, ada pertengkaran mesra di sini~”

“Kedengarannya menyenangkan”

“Ya, karena ini pesta perayaan, yuk kita bersenang-senang juga!”

“Ayo!”

   Meskipun ada beberapa adegan yang agak kacau, suasananya begitu damai.

   Begitu damai, seolah-olah mereka tidak baru saja melewati medan perang yang penuh kekejaman.

“Aludia-dono, sudah minum?”

   Saat aku sedang duduk di kursi di pinggir ruangan, mengamati keramaian pesta, beberapa prajurit yang berjalan dengan langkah yang goyah mendekatiku.

“Ah, tidak... Aku masih ada pekerjaan,”

   Aku menjawab dengan senyum sopan, memberi alasan yang biasa.

   Namun, tidak satu pun dari mereka mendengarkan kata-kataku.

“Ayolah, jangan bilang begitu~. Ayo, minum bersama kami!”

“Betul! Aludia-dono benar-benar menjadi topik pembicaraan di Pasukan Khusus Baru karena aksimu!”

“Sebagai pahlawan utama, duduk sendirian di pojok itu benar-benar tidak bisa kuterima!”

“Kamu... ucapannya sudah nggak jelas, tuh~”

“Kamu juga sama aja”

“Haha, benar juga!”

   Mereka mabuk... dan sangat mabuk, bahkan.

   Bau alkohol menguar dari mereka, sementara mereka juga mabuk oleh suasana pesta.

“Aludia-dono adalah pahlawan kami! Kamu harus lebih percaya diri!” 

   Kata-kata seperti itu, yang seharusnya memalukan untuk diucapkan, keluar tanpa malu dari mulut mereka, tanda bahwa mereka sudah terlalu mabuk.

“Kalian berlebihan. Kemenangan ini adalah hasil kerja keras semua anggota Pasukan Khusus Baru”

“Mengapa merendah seperti itu? Kamu dan Jenderal Lizia Leite adalah dua pilar besar Pasukan Khusus Baru!”

   -- Sebenarnya, aku bukan bagian dari Pasukan Khusus Baru...

“Aku senang kalian menghargai usahaku, tapi aku yakin ada orang lain yang lebih berperan dalam keberhasilan Pasukan Khusus Baru”

“Kamu bicara tentang Jenderal Lizia Leite, bukan?”

“Ya, dengan dia yang memimpin, Pasukan Khusus Baru bisa maju dengan kekuatan penuh, dan korban di pihak kita bisa diminimalkan.”

   Tanpa Lizia Leite, aku akan membutuhkan waktu yang jauh lebih lama untuk mengalahkan musuh yang kuat itu. Hanya karena bantuannya, aku bisa menaklukkan monster itu dengan cepat.

   Dia juga menggerakkan seluruh pasukan secara efektif, memberikan instruksi yang tepat sebagai komandan.

“Ngomong-ngomong, sudah lama aku tidak melihat Jenderal Lizia Leite...”

“Benar, padahal dia seharusnya ada di pesta ini...”

   Mereka mulai mencari ke sekeliling ruangan.

   Memang, dia tidak terlihat di mana pun.

“Ke mana dia pergi?”

“Banyak orang di dekat meja makan... tapi, ya, dia tidak ada di sana.”

“Mia dan Fadi sedang bermain dengan drake di sana, tapi Jenderal Lizia Leite tidak ada.”

   Lizia Leite yang serius, mungkin saja dia meninggalkan pesta ini untuk kembali bekerja.

   Saat aku memikirkan gambaran dirinya yang rajin, tiba-tiba seseorang menepuk punggungku.

   -- Hm?

   Saat aku berbalik, aku melihat Lizia Leite, yang baru saja menjadi topik pembicaraan, berdiri di sana.

“Eh? Apa?”

“Ssst... jangan sampai orang lain melihatku.”

   -- Mengapa dia bersembunyi?

   Lizia Leite, yang sekarang bersembunyi di belakangku, dengan lembut menggenggam ujung pakaianku,

“Maafkan aku. Tolong ikut denganku,” 

   Dia berkata dengan tatapan memohon seolah meminta bantuan.

2

“Eh, Aldia-san tiba-tiba menghilang?!”

“Serius? Wah, beneran. Padahal aku ingin minum bersamanya...”

“Mau bagaimana lagi. Dia bilang masih ada pekerjaan.”

“Baiklah! Kita minum saja lebih banyak untuk menggantikan Aldia-san! Kabarnya, semua biaya pesta ini ditanggung lho!”

“Setuju! Mari kita bersenang-senang sampai kita tumbang!”

“Tunggu, tunggu! Kalau kalian tumbang, nanti yang merawatnya susah, jadi pikirkan sedikit saat minum ya~”

“Benar juga itu. Kalian harus mengatur temponya!”

“Oh, aku akan ke tempat Petra-san dulu!”

“Kalau begitu, aku akan berbicara dengan Kapten Ambros.”

   Dengan perhatian mereka beralih dari diriku, aku pun menghela napas lega.

  Sambil mendengar suara riang para prajurit yang menikmati pesta, aku bertanya dengan suara pelan kepada Lizia Leite yang bersembunyi di belakangku.

“Jadi, Jenderal Lizia Leite... Mengapa kamu bersembunyi di sini?”

   Di sudut ruangan yang tidak terlihat oleh orang banyak, dia duduk sambil terlihat agak lelah.

“Maafkan saya... Aku kurang terbiasa dengan suasana seperti ini.”

“Tidak masalah. Aku juga tidak terlalu nyaman berada di keramaian seperti itu.”

“Terima kasih. Aku sangat terbantu mendengar itu.”

   Dengan wajah yang terlihat lega, dia mengusap dadanya.

“Sejujurnya, aku tidak terlalu kuat minum alkohol. Tapi karena sudah diundang, kupikir setidaknya aku harus datang. Namun...”

   Dia meletakkan tangannya di tanah, tampak lelah dan berkata dengan nada pelan.

“Karena aku adalah pemeran utama, aku merasa harus minum... dan aku tidak bisa menolaknya.”

“Oh, begitu. Jadi itu sebabnya kamu bersembunyi.”

   Dia tidak ingin merusak suasana yang sudah meriah.

   Namun, karena dia tidak bisa minum banyak alkohol, dia merasa kesulitan dan bingung. Sepertinya begitu.

“Aku bisa memahami perasaanmu.”

   Dalam suasana seperti itu, memang sulit untuk menolak permintaan. Aku sendiri juga bingung harus berbuat apa ketika dikelilingi oleh prajurit yang tersenyum riang. Bagi dia, pasti suasana itu terasa lebih tidak nyaman.

   Aku pun tergerak oleh empati dan mengulurkan tanganku padanya.

“Aldia-san...?”

“Bagaimana kalau kita keluar saja dari pesta ini?”

“Apa?”

“Kurasa kita berdua tidak terlalu cocok dengan tempat yang ramai dan bising.”

“Memang... Benar juga.”

   Pesta di aula itu sangat meriah.

   Para prajurit melupakan peperangan, menikmati kemenangan, dan bersenang-senang.

   Namun, ada orang yang merasa tidak nyaman dengan keramaian itu, dan itu adalah hal yang wajar. Itu bukan sesuatu yang memalukan atau harus disesali.

“Mereka memang terlihat sangat menikmati pesta, tapi terus-menerus menyesuaikan diri dengan suasana yang ramai juga bisa melelahkan, bukan?”

“Tapi, apakah ini baik-baik saja?”

“Kurasa ini tidak masalah. Tidak ada yang baik dari memaksakan diri.”

   Dia pun menatap wajahku, kemudian perlahan meraih tanganku.

“Jika Aldia-san berkata begitu... Baiklah, aku akan menurut.”

“Kalau begitu, mari kita pergi.”

   Aku tidak punya tujuan tertentu.

   Kami hanya mencari tempat yang tenang dan nyaman, sambil berbalik meninggalkan aula pesta.

   Di luar sudah gelap, dan tidak banyak orang yang berlalu lalang.

“Maaf, apakah setelah ini kamu punya waktu luang?”

   Setelah kami benar-benar meninggalkan keramaian dan tidak ada siapa pun di sekitar, Lizia Leitebertanya hal itu dengan nada pelan.

   Dalam kegelapan, wajahnya tidak begitu terlihat, tapi kupikir telinganya sedikit memerah.

“Tidak, tidak ada.”

“Untuk urusan pribadi, maksudnya?”

“Ya. Aku meninggalkan pesta perayaan pasukan baru, tetapi sebenarnya aku ingin sekali berbicara denganmu secara pribadi sejak lama.”

“Benarkah begitu?”

   Aku jarang sekali mendapat kesempatan untuk berbicara dengan dia di luar urusan pekerjaan.

   Dalam pertempuran melawan Marquis Rigel, dia banyak membantuku.

“Apakah... itu tidak apa-apa?”

   Dengan suara gemetar, Lizia Leite menundukkan kepalanya.

   Dia adalah orang yang akan terus menjaga punggung Putri Valtrune. Sebagai orang yang akan terus mempercayakan punggungku kepadanya, aku tidak bisa menolak permintaan ini.

“Baiklah. Aku akan menemanimu sepanjang hari ini, Jenderal Lizia Leite.”

“Benarkah?!”

“Tentu saja.”

   Pipi Lizia Leite sedikit memerah, dan dia menggenggam tanganku dengan erat.

“Baiklah, kalau begitu mari kita pergi.”

“Ya.”

   Dari genggaman tangannya, terasa hangat tubuhnya.

   Dituntun olehnya, aku hanya mengikutinya dengan patuh.

“Kita sudah sampai. Bagaimana kalau di sini?”

   Tempat yang dituju oleh Lizia Leite adalah sebuah kedai di kawasan kota Aldan.

   Berbeda dengan tempat pesta sebelumnya, kedai ini memiliki suasana yang tenang.

“Apakah Jenderal Lizia Leite sering datang ke kedai ini?”

   Aku bertanya, dan dia sedikit tersenyum lemah.

“Tidak juga. Aku tidak terlalu kuat minum... Namun, aku pernah beberapa kali datang ke sini dengan teman dekat. Tempat ini membawa kenangan tersendiri.”

“Begitu ya...”

“Ya.”

   Lizia Leite menatap kedai itu dengan ekspresi penuh kenangan.

“Rasanya seperti dulu...”

   Kedai ini mungkin tempat yang sangat istimewa bagi dia

   —Namun, teman dekat ya.

   Aku tidak pernah melihat dia berbicara dengan seseorang yang bisa disebut teman dekat.

   Lizia Leite yang selalu fokus pada pekerjaannya, tidak pernah menikmati waktu liburannya layaknya wanita pada umumnya.

   Sebagai seorang jenderal yang selalu menjaga ketegasan dan memimpin Pasukan Khusus Baru setiap hari, mungkin karena itu, wajah lembut Lizia Leite yang berbeda dari biasanya tampak sangat langka bagiku.

“Aku tidak pernah berpikir akan datang ke tempat ini lagi...”

“Apa?”

“Ah, tidak! Tidak ada apa-apa! Maaf, tiba-tiba mengatakan hal aneh. Sebenarnya, aku sudah tidak dekat lagi dengan teman dekatku... Jadi, kembali ke tempat ini terasa sangat aneh bagiku...”

   Lizia Leite berusaha menutupi kegelisahannya, tetapi di matanya, terlihat kesedihan dan rasa sepi yang samar.

“Benar-benar... kenapa bisa seperti ini ya?”

   Dengan senyum yang dipaksakan, Lizia Leite menundukkan kepalanya, tampak tidak ingin berbicara lebih lanjut.

“Ini tempat yang tenang dengan suasana yang baik, ya?”

“Ya, benar.”

   Dengan suara lembut yang hampir tak terdengar, Lizia Leite tampak lebih dewasa daripada biasanya.

   Tempat ini adalah tempat kenangan bersama temannya.

   Apakah tidak apa-apa dia datang ke tempat yang begitu berarti ini bersama orang sepertiku?

   Aku pun tiba-tiba bertanya pada Lizia Leite yang memandang kedai itu tanpa berkata apa-apa.

“Tapi, apakah ini benar? Datang ke tempat kenangan seperti ini bersama orang sepertiku?”

   Aku selalu berpikir hubungan kami hanya sebatas urusan pekerjaan, dan masih jauh untuk menjadi lebih dari itu.

   Namun, dia menatapku dengan tatapan lembut.

“Aku datang ke sini karena bersama Aldia-san.”

“Bersamaku?”

“Ya. Kalau bukan dengan Aldia-san, aku tidak akan pernah berpikir untuk minum berdua dengan seorang pria. Aku sangat percaya dan menghormatimu, Aldia-san.”

   Kata-katanya yang terasa jujur tanpa ada kebohongan sedikit pun sangat mencerminkan dirinya.

“Terima kasih. Aku juga percaya dan menghormatimu, Jenderal Lizia Leite. Sepertinya kita memang mirip.”

“Mungkin benar.”

   Dia tersenyum lembut, sambil rambut cokelat panjangnya berayun.

“Baiklah, mari kita masuk ke dalam.”

   Lizia Leite membuka pintu kedai dan melihat ke arahku yang masih berdiri di tempat. Cahaya terang dari dalam kedai menerangi wajahnya, membuat ekspresinya terlihat sedikit menggoda.

“Aldia-san?”

“Maaf. Aku datang.”

   Nada suaranya begitu lembut.

   Sulit untuk tidak merasa ada perbedaan dengan kesan serius dan kaku yang biasa dia tunjukkan.

“Wajahmu merah... apakah kamu tidak enak badan?”

“Tidak, aku baik-baik saja, jadi jangan khawatir.”

“Begitu... Baiklah.”

   Aku tidak bisa menatap matanya.

   Rasa malu memenuhi hatiku.

   —Mungkin perasaan ini adalah 'rasa suka?'.

   Mungkin aku merasa dekat dengannya karena kami pernah menghadapi musuh yang kuat bersama-sama.

   Sikapnya yang keras terhadap pekerjaan sangat aku hormati, dan yang lebih penting, aku merasa tenang saat bersamanya.

“Aldia-san, hari ini... mari kita nikmati waktu bersama, ya!”

   Saat Lizia Leite tersenyum padaku, aku merasa tatapannya yang lembut begitu menyenangkan.

   Dulu kami harus menghadapi musuh yang kuat, tetapi sekarang kami bisa berbicara dengan nyaman.

   Saat-saat seperti ini membuatku merasa sangat bahagia.

3

   Sudah sekitar satu jam sejak kami mulai minum.

   Aku dan Lizia Leite memulai dengan obrolan ringan, dan sambil menceritakan pengalaman masa lalu, kami menikmati waktu luang yang sudah lama tidak kami rasakan.

   Di dalam kedai yang merupakan tempat minum namun memiliki suasana tenang, terlihat beberapa pasangan muda seperti kami.

   Yang bisa disebut sebagai “suasana romantis” tampaknya memenuhi setiap sudut kedai.

   Kalau begitu, apakah antara aku dan Lizia Leite juga muncul perasaan khusus di antara pria dan wanita...?

“…Hmm.”

   Itu sama sekali tidak terjadi.

“Umm, apakah kamu baik-baik saja?”

“Sekarang, apakah aku... terlihat baik-baik saja...?”

“Tidak, tidak terlihat.”

   Di kursi yang berhadapan denganku, Lizia Leite sedang terbaring di atas meja, tampak setengah sadar.

   Awalnya, tidak ada masalah, tetapi seiring berjalannya waktu dan semakin banyak minum, wajahnya mulai terlihat aneh.

Dan sekarang, di depanku, Lizia Leite yang mabuk telah terbentuk.

   ...Ternyata, dia memang benar-benar tidak kuat minum.

“Maaf... aku benar-benar tidak kuat minum.”

“Apakah kamu baik-baik saja?”

“Perutku sedikit tidak enak, tetapi kesadaranku masih ada, jadi tidak ada masalah... Ah, Aldia-san terlihat seperti tiga orang...!”

“Itu berarti ada masalah besar.”

   Meskipun dia mencoba bertingkah seolah-olah baik-baik saja, sepertinya keadaannya tidak begitu bagus.

   Matanya yang kosong tampak menatapku, tetapi fokusnya sama sekali tidak ada.

“Maaf. Bisakah aku minta segelas air?”

“Ya, tunggu sebentar.”

   Aku memesan air dari pelayan dan segera duduk di sebelahnya.

   Kemudian aku menerima segelas air dingin dan membawanya mendekati wajahnya.

“Jenderal Lizia Leite, ini air. Bisakah kamu minum?”

“Terima kasih... Maaf merepotkanmu.”

“Jangan khawatir. Silakan.”

“Terima kasih. Aku akan minum...”

   Pipi Lizia Leite terlihat kemerahan, sangat jelas bahwa dia sudah mabuk.

“Sebaiknya kita pulang sekarang.”

   Meskipun kami tidak terlalu lama di sini, jika kami tidak segera pergi, kesadarannya mungkin benar-benar hilang.

   Aku berdiri perlahan dari kursi dan bersiap menuju ke tempat pembayaran, namun...

“T-tunggu!”

   Tepat sebelum aku benar-benar meninggalkan kursi, tanganku dengan kuat digenggam oleh Lizia Leite.

“Meskipun dalam keadaan seperti ini, aku tahu ini tidak pantas... tapi aku masih ingin bersama Aldia-san!”

“Tapi sudah...”

“Tolong! Hanya sebentar lagi!”

   Dia menatapku dengan mata berkaca-kaca.

   —Dengan permintaan seperti itu, aku tidak bisa menolak.

   Keheningan yang kurasakan melalui genggaman tangannya dan detak nadinya seakan memohon, “Berikan aku sedikit waktu lagi.”

“…Hanya sebentar, ya.”

   Aku kembali duduk di kursi yang hampir kutinggalkan, dan dia menghela napas lega.

“Maafkan aku karena sudah egois. Tapi aku masih merasa belum cukup bicara...”

   Aku benar-benar memahami perasaannya.

   Satu jam saja tidak cukup untuk mengungkapkan semua yang ingin diungkapkan.

“Aldia-san, aku ingin kamu mengenal diriku lebih baik. Dan aku juga... ingin benar-benar memahami dirimu.”

   Jika tujuannya adalah untuk mempererat hubungan, seharusnya sudah tercapai.

   Tapi dia menginginkan lebih dari itu.

   Dia seolah-olah memberi tahu bahwa dia ingin menjadi ‘seseorang yang pengertian’ yang melampaui batas sebagai kenalan, teman, atau rekan kerja, seseorang yang benar-benar memahami satu sama lain.

4

   Setelah berbicara panjang lebar, aku dan Lizia Leite menghabiskan beberapa jam lagi di dalam kedai.

   Meja yang dipenuhi gelas-gelas kosong menunjukkan betapa lamanya kami berada di sini.

“Aldia-san... jangan pergi, ya?”

“Iya... Tapi, tolong, jangan memelukku seperti ini.”

“Tidak boleh... Jangan lari dariku.”

   Lizia Leite bersandar padaku, perlahan melingkarkan tangannya di sekitar pinggangku.

   Sejujurnya, aku tidak menyangka akan terjadi seperti ini.

   Meskipun dia mabuk, aku tidak mengira bahwa kendali dirinya akan lepas begitu saja.

   Dengan pipi yang memerah, dia tidak menunjukkan tanda-tanda mundur, sebaliknya, dia semakin mendekatkan tubuhnya dan menatapku dengan serius.

   Aku mencoba melepaskan tangan yang melingkari pinggangku, tetapi kekuatannya lebih besar dari yang kuduga.

“Tunggu...!”

“Hmm. Valtrune-sama itu curang. Aku juga ingin lebih dekat dengan Aldia-san...”

   —Kalau dibiarkan seperti ini, ini benar-benar tidak baik.

   Berbeda dengan Lizia Leite yang biasanya, jarak di antara kami terasa terlalu dekat.

   Setiap kali napasnya menyentuh pipiku, perasaanku terasa seperti melonjak.

“Aldia-san~ Tolong panggil aku Liza.”

“Mendadak begini, kenapa? Aku tidak mengerti maksudmu...”

“Hihi. Ini tanda kasih sayang! Kalau kita mengubah cara kita memanggil satu sama lain, kita akan menjadi lebih dekat~”

“Apa? Eh, tunggu sebentar...!”

   Aura serius yang biasa dimilikinya kini sama sekali tidak terasa.

   Lizia Leite yang ada di depanku sekarang lebih terlihat seperti seorang wanita manja daripada seorang jenderal gagah yang memimpin pasukan elit.

   Sambil melirik Lizia Leite yang memelukku, aku melambaikan tangan ke pelayan yang berkeliling di dekat kami.

“Maaf, tolong tagihannya!”

“Eh~ Apa kita... sudah mau pulang?”

“Sudah waktunya untuk selesai. Bisakah kamu berdiri?”

“Tentu saja! Eh...?”

“Biarkan aku bantu menuntunmu.”

   Dengan langkah yang goyah, dia bersandar padaku.

   —Perbedaannya dengan biasanya terlalu mencolok.

“Jenderal Lizia Leite...”

“Panggil aku Liza, ya?”

“Tapi, ini...”

“Kalau kamu tidak memanggilku Liza, aku tidak akan melepaskanmu... Hnng...”

“Ah, tunggu! Apakah kamu baik-baik saja? Bisa berdiri?”

“Uhmm...”

   Karena pengaruh alkohol, dia hampir kehilangan kesadarannya. Dia berlutut di lantai sambil mengangguk-anggukkan kepalanya.

“Permisi, apakah teman Anda baik-baik saja?”

“Dia tidak baik-baik saja, tapi aku akan membawanya pulang... Terima kasih atas pelayanannya.”

“Terima kasih.”

    Setelah cepat-cepat menyelesaikan pembayaran, aku menggendong Lizia Leite di punggungku.

   Tujuan kami adalah penginapan tempat dia tinggal.

   —Kamarnya ada di arah sini, kan.

“Hei... Boleh aku panggil kamu 'Arl, seperti itu?”

   Suara kecil yang terdengar seperti gumaman dalam tidur membuatku merasa sedikit canggung.

“Kamu dengar... kan?”

“Aku mendengarnya. Kamu bisa memanggilku sesuka hatimu.”

“Benarkah... itu membuatku... sangat senang... Zzz... Zzz...”

   Lizia Leite mulai tertidur dengan napas yang teratur.

   Pengaruh alkohol, ditambah dengan kelelahan dari pertempuran sebelumnya, membuatnya sangat lelah.

   Sambil merasakan kehangatan tubuhnya di punggungku, aku berbisik pelan.

“Terima kasih. Berkatmu, kita selangkah lebih dekat dengan apa yang diinginkan Yang Mulia.”

   Menjadikannya jenderal pasukan khusus dan memenangkan pertempuran melawan Marquis Rigel adalah langkah penting untuk masa depan yang lebih baik.

   Meningkatkan pengaruh Putri Valtrune dan mempersiapkan kekuatan yang cukup untuk menghadapi musuh besar adalah tugas yang masih membutuhkan usaha Lizia Leite di masa depan.

“Aku masih akan membutuhkan kekuatanmu.”

   Dia mungkin tidak mendengarnya.

   Namun, aku ingin menyampaikan rasa terima kasihku padanya.

“Jangan khawatir. Aku akan melindungimu. Tak peduli betapa beratnya situasi yang menanti, aku tidak akan membiarkanmu mati. Ancaman apapun yang mencoba mencelakakanmu—akan aku hancurkan semuanya.”

   Dengan senyum tidur yang bahagia di wajahnya, aku terus berjalan di jalan gelap malam.

   Langit yang sedikit berwarna kebiruan tampaknya menandakan bahwa fajar akan segera tiba.

5

   —Aduh, kepalaku sakit sekali.

   Terkena sinar matahari yang masuk dari jendela, kesadaranku mulai terbangun.

   Rasa sakit yang tumpul di kepala datang secara berkala, tapi aku menahannya dan berusaha untuk bangun.

“Ugh...”

   —Dan aku merasa sangat mual.

   Rasa mual yang perlahan-lahan datang semakin mendekati tenggorokanku.

   Aku menekan dadaku dengan tangan, berusaha untuk menahan isi perutku, dan menahan napas lama.

   Keningku terasa panas, dan perutku kosong dengan sensasi tidak nyaman yang sulit diungkapkan terasa di tenggorokanku.

   Dan yang paling penting,

   —Aduh, aku ingin melupakannya.

   Rasa malu yang tak tertahankan memenuhi seluruh tubuhku.

   Ketika samar-samar mengingat kejadian kemarin, aku merasa sangat ingin mati.

   Kenapa aku semalam begitu agresif, mencoba mendekati Aldia?

   Aku menggenggam erat seprai tempat tidur, merunduk ketakutan.

   ‘Kalau kamu tidak memanggilku Liza, aku tidak akan melepaskanmu.’

“Dasar bodoh!”

   Dikuasai rasa malu, aku dengan keras membenturkan kepalaku ke dinding.

“Ini benar-benar buruk... Apa yang sudah aku lakukan?”

   Rasa sakit di kening terasa berdenyut.

   Namun, keinginan untuk melupakan kejadian memalukan kemarin lebih kuat daripada rasa sakit kecil ini.

“Waktu itu aku tidak sedang normal... Kenapa aku bisa begitu?”

   Tragedi yang disebabkan oleh mabuk berat.

   Padahal aku tahu betapa lemahnya aku terhadap alkohol, dan sebetulnya aku tidak berniat untuk minum sama sekali.

   Aku hanya ingin berbicara dengannya sebentar. Itu sudah cukup... Namun karena situasinya yang hanya berdua, aku menjadi terlalu bersemangat, merasa malu, dan akhirnya tanpa sadar mengulurkan tangan ke arah alkohol untuk menyembunyikannya.

   ‘Boleh aku panggil kamu Al?’

“Ah, tidak...!”

   Aku sekali lagi membenturkan kepalaku ke dinding.

   Sakit kepala ini apakah karena aku membenturkan kepala, atau karena efek mabuk yang belum hilang, aku tidak tahu.

“...Ini sangat buruk, aku ingin mati saja.”

   Biasanya, hal ini tidak mungkin terjadi.

   Namun dalam situasi itu, kelemahanku muncul.

   Aku sebenarnya berniat untuk tetap tenang, tapi sekarang dia pasti tahu aku sangat gugup.

“Hah~ Apa yang harus aku lakukan?”

   —Aldia pasti kecewa dengan aku yang seperti itu. Dia pasti mengingat kejadian kemarin.

   Aku belum pernah berbicara dengan dia sebegitu terbuka sebelumnya.

   —Kalau aku bertemu dengannya lagi, aku pasti akan mati... Secara mental, aku akan mati!

“Jenderal Lizia Leite. Maaf mengganggu pagi-pagi, bolehkah saya masuk ke kamar?”

   Sementara aku memikirkan semua itu, seorang anggota pasukan khusus datang mengunjungiku.

   Karena pintunya tidak terkunci, aku menjawab dengan nada tenang seperti biasa, “Masuklah.”

   Saat pintu terbuka, ekspresi terkejut tampak di wajahnya, dan berkas-berkas yang dipegangnya jatuh ke lantai.

“Jenderal Lizia Leite... Wajah Anda terlihat pucat! Anda baik-baik saja?”

“Aku baik-baik saja. Jadi, apa urusannya?”

“Urusannya tidak penting. Kalau anda tidak enak badan, sebaiknya istirahat saja hari ini!”

   Dengan wajah khawatir, dia mendekatiku dan menempelkan tangannya ke dahiku.

“Nah, lihat, Anda demam.”

“Jangan khawatir. Ini hanya karena mabuk.”

“Eh? Tapi, Jenderal Lizia leite sepertinya tidak hadir di pesta perayaan kemarin...”

“Seb-benarnya aku hadir, kok.”

“Bohong!?... Aku mencari Jenderal Lizia Leite sepanjang waktu, tapi aku tidak menemukannya sama sekali.”

“M-mungkin karena aku minum di tempat yang sepi... Maafkan aku.”

   Itu adalah pernyataan yang ceroboh.

   Para prajurit di pasukan khusus tidak tahu bahwa aku minum berdua dengan Aldia. Apa yang akan terjadi jika mereka mengetahuinya?

   Apakah mereka akan bertanya tentang hubunganku dengannya?

   Tidak. Itu tidak mungkin!

   Bagi diriku, dia adalah seorang ksatria yang sangat ku hormati, pengawal pribadi Yang Mulia Sang Putri.

   Tidak lebih dari itu. Aku tahu batasanku. Aku tidak akan mencampuradukkan perasaan pribadi. Kalau tidak, itu akan menjadi masalah.

   Ketika aku merapikan pikiranku tentang hubunganku dengannya, tiba-tiba rasa sakit yang hebat menyerang lagi.

“Ugh... Sakitnya...”

   Rasa sakit yang terasa seperti membelah kepala membuat ekspresi tenang yang kupaksakan menjadi terdistorsi.

“Lupakan tentang pesta perayaan itu! Sebenarnya aku datang untuk membicarakan tentang latihan rekrut baru, tapi lebih baik Anda istirahat saja hari ini!”

“Tidak, ini bukan masalah besar. Lagi pula, aku tidak punya waktu untuk beristirahat... Ugh.”

“Ah~ Jangan memaksakan diri! Kalau Jenderal Lizia Leite jatuh sakit, itu akan menjadi kerugian besar bagi kekaisaran. Kami akan menangani pekerjaan Anda, jadi istirahatlah sampai kondisi Anda membaik.”

   Dia berkata begitu sambil dengan lembut menyelimutiku, tapi aku sama sekali tidak berniat untuk beristirahat.

“Aku tidak bisa begitu...”

“Tidak bisa. Silakan berbaring.”

“Tapi...”

“Tenang saja. Kami bisa melakukannya selama satu atau dua hari tanpa Jenderal Lizia Leite.”

   Karena didesak dengan penuh semangat, aku tidak bisa melanjutkan untuk membantah.

   Melihat bawahanku yang begitu cekatan dan penuh perhatian membuatku secara tidak sadar merasa bahwa, “Aku bisa mempercayakan ini padanya.”

“Baiklah. Kalau begitu, aku akan menurut.”

“Baik! Serahkan saja pada kami!”

   Bawahanku yang penuh semangat memberikan salam hormat dengan gaya yang menggemaskan.

   Terbawa oleh suasana yang begitu ringan, aku tiba-tiba merasa seluruh tenagaku hilang karena rasa lega.

   —Setidaknya hari ini, aku sepertinya tidak akan bertemu dengannya.

   Meskipun kondisiku sangat buruk, setidaknya aku bisa bersyukur atas ketidaknyamanan ini.

   Jika aku bertemu dengannya sekarang, aku pasti akan mengingat kejadian memalukan kemarin dan mati karena rasa malu. Tanpa memperbaiki rambut coklat yang berantakan, aku memejamkan mata.

“Pastikan Anda benar-benar beristirahat hari ini, oke?”

“Ya. Maaf, tapi aku percayakan pasukan khusus padamu.”

“Baiklah. Sampai nanti~♪”

“...”

   Dengan melambaikan tangan ringan, bawahanku meninggalkan ruangan.

   Karena tanggapannya yang terlalu santai, aku mulai merasa sedikit cemas.

“...Apakah aku salah mempercayakannya padanya?”

   Namun, penyesalan tidak ada gunanya, karena dia sudah pergi.

   Aku mencoba mempercayakan pekerjaan itu padanya, lalu aku menenggelamkan setengah wajahku ke dalam selimut.

“...Jadi, aku libur hari ini.”

   Ketika aku memikirkan kata-kata itu, aku menyadari betapa aku sudah bekerja tanpa henti akhir-akhir ini.

   Setelah ditunjuk sebagai kepala dari pasukan khusus oleh Yang Mulia Putri Valtrune, aku berusaha keras untuk memenuhi harapan tersebut

   Selain latihan sebagai prajurit naga, aku juga belajar tentang taktik militer, dan berhasil menjalankan misi pertama kami. Dibandingkan dengan saat aku masih di militer kekaisaran, beban kerja dan wewenangku telah meningkat, dan rasanya hari-hari kujalani dengan penuh kepuasan.

“...Libur, apa yang harus kulakukan?”

   Aku tidak pernah menghabiskan waktu berdiam diri di kamar, jadi aku tidak tahu bagaimana cara menghabiskan waktu.

   Dari luar jendela, sinar matahari yang menyenangkan masuk, menciptakan suasana yang tenang.

   Setelah terbiasa dengan hari-hari yang sibuk, waktu luang yang tidak diisi dengan apa pun terasa sangat tidak nyaman.

“Haruskah aku pergi bekerja di sore hari? Tapi, aku tidak bisa mengabaikan perhatian mereka...”

   Di dalam hatiku, perasaan “sakit” dan “harus bekerja” berputar-putar, dan selama aku berbaring, aku terus berjuang dengan perasaan itu.

6

   Kemenangan pasukan khusus yang baru dibentuk dalam mengalahkan pasukan Marquis Rigel telah meningkatkan dukungan untuk Putri Valtrune sebagai calon kaisar berikutnya.

   Meskipun masih diperlukan kewaspadaan terhadap gerakan para bangsawan yang menentang sang putri, berkat berbagai pencapaian militer, penguatan organisasi pasukan khusus berjalan dengan lancar. Selain itu, pengakuan publik terhadap pasukan khusus ini memungkinkan mereka untuk menggerakkan kekuatan tanpa dipengaruhi oleh faksi-faksi yang berlawanan di dalam kekaisaran.

   Ini benar-benar situasi yang kokoh.

   Putri Valtrune pasti sangat senang... begitulah pikirku.

“Yang Mulia…”

“Ada apa?”

“…Tidak, bukan apa-apa.”

“Baiklah.”

   Kerutan menghiasi dahi Putri Valtrune, menciptakan suasana yang berat di ruang kerjanya.

   --Suasananya agak buruk.

   Bahkan jika ditanya apakah aku telah melakukan sesuatu, aku tidak bisa memikirkan apa pun yang mungkin menyebabkannya.

   Namun, alasan mengapa dia dalam suasana hati yang buruk ini pasti ada hubungannya denganku. Sebab,

“Yang Mulia, laporan ini sudah selesai.”

“Terima kasih. Kamu bekerja dengan cepat, sangat membantuku.”

“Aku akan terus berusaha!”

“Ya, aku mengharapkan banyak darimu.”

   Dia tersenyum lebar saat berinteraksi dengan bawahannya.

   Namun, setiap kali aku mencoba berbicara dengannya, dia jelas-jelas memancarkan aura tidak senang.

“Yang Mulia…”

“…………”

   Akhirnya, dia bahkan tidak merespons.

“Jika ada sesuatu yang mengganggu Anda, mohon beri tahu saya tanpa ragu.”

“Apakah kamu tidak menyadarinya?”

“Aku tidak tahu, itulah sebabnya aku bertanya.”

“Hmm, begitu.”

   Wajah Putri Valtrune tampak seperti sedang ngambek.

   Apa yang harus aku lakukan? Saat aku memikirkan cara untuk menghadapinya, dia tiba-tiba berdiri di depanku,

“…Guh!?”

   --Tunggu, apa yang tiba-tiba dia lakukan!?

   Setelah beberapa saat hening, tiba-tiba dia mencengkeram kerah bajuku dengan kuat.

   Itu terjadi begitu mendadak sehingga aku hanya bisa merasa bingung, tetapi melihat tatapan tajam yang dia tunjukkan kepadaku, aku tidak bisa berkata apa-apa.

“Aldia. Sekarang aku ingin bertanya padamu... Apakah ada sesuatu yang terjadi dengan Lizia Leite?”

“Apa maksud Anda…?”

“Jangan berpura-pura tidak tahu. Aku tahu bahwa kamu dan Lizia Leite meninggalkan pesta perayaan dan menghilang.”

“Dari mana Anda mendapatkan informasi seperti itu...?!”

“Dari Fadi.”

“Sama sekali tidak menyadari bahwa aku diawasi…”

   Aku benar-benar tidak menyangka Fadi mengawasi kami.

   Malam itu, aku pikir aku berhasil menyelinap keluar tanpa ketahuan, tetapi sekarang itu tidak penting.

“Ehh... jadi, kenapa aku dimarahi?”

“Setelah semua yang aku katakan, kamu masih tidak mengerti?”

   Jujur saja, aku tidak mengerti apa yang salah dan kenapa dia marah.

   Yang kulakukan hanyalah mempererat hubungan dengan Lizia Leite, seorang rekan yang bisa diandalkan.

   Tidak ada yang seharusnya membuat Putri Valtrune kecewa.

   Namun, tampaknya jawabanku tidak memuaskannya, dan dia mulai memancarkan aura yang lebih tajam.

“Kamu adalah ksatriaku. Apakah kamu menyadari hal itu?”

“Tentu saja!”

“Kalau begitu, tidak diperbolehkan bagimu untuk berduaan dengan wanita lain.”

“Ehh, kenapa begitu...?”

“Kenapa kamu tidak bisa mengerti setelah aku menjelaskannya...?”

   Dia menunjukkan ekspresi tidak percaya, lalu menghela nafas panjang.

“Begini, dalam kehidupannya sebelumnya, Lizia Leite tidak pernah memiliki kisah cinta... Apakah kamu mengerti apa artinya?”

   Tatapan tajam yang dia arahkan padaku membuat keringat dingin mengalir di dahiku.

“Di kehidupannya yang sebelumnya, dia tidak tertarik pada lawan jenis dan terus fokus pada tugasnya sebagai ksatriaku. Tapi bagaimana dengan dia sekarang? Meskipun dia masih serius, ada satu hal yang jelas berbeda. Dia tidak lagi ragu untuk berduaan denganmu. Itu berarti, dia memiliki perasaan terhadapmu!”

    Dia meletakkan tangannya di pinggang, rambut putihnya yang mengkilap bergetar saat dia meluapkan emosinya.

“Itu hanya kesalahpahaman! Pasti ada kesalahan.”

“Aku tidak berpikir begitu.”

   Pikiran bahwa Lizia Leite memiliki perasaan terhadapku sepertinya sedikit berlebihan.

“Tuan Putri... Maafkan saya jika terlalu lancang, tetapi saya ingin menyampaikan bahwa antara saya dan dia tidak ada hubungan yang lebih dari sekadar rekan kerja. Oleh karena itu, saya jamin tidak akan ada hal yang mengganggu tugas saya sebagai ksatria pribadi Anda...”

“Masalahnya bukan itu, bodoh.”

“…Apa?”

   Mendengar bisikan kecil yang hampir tidak terdengar, saya kehilangan kata-kata yang ingin saya ucapkan.

Putri Waldruune melepaskan tangannya dari kerah saya dan menundukkan pandangannya dengan wajah yang tampak tegang.

“Dengar, Aldia. Kamu adalah ksatria pribadiku. Memang benar, Lizia Liete adalah wanita yang luar biasa, tetapi aku tidak mengizinkanmu untuk menjadi terlalu akrab dengannya.”

   Dia berbicara dengan cepat, lalu menarik napas dalam-dalam.

“Jadi... itu maksudku... Jangan bertindak sembarangan. Lagipula, jika ada rumor aneh yang tersebar tentang ksatria pribadiku, itu akan menyusahkanku!”

   Dengan satu kalimat itu, saya memahami semuanya.

“Saya... saya mengerti. Mohon maafkan saya. Saya tidak mempertimbangkan hal ini dengan matang seperti yang Anda lakukan.”

   Semua yang dia katakan benar. aku tidak boleh melakukan hal-hal yang dapat merusak martabat Putri Valtrune.

   Jika orang-orang mulai berbicara bahwa “Putri yang bermimpi menjadi kaisar memiliki ksatria pribadi yang tidak peduli dengan hubungan perempuan”, itu bisa saja menjauhkan dirinya dari cita-citanya untuk menjadi kaisar.

   Justru karena kekhawatiran itulah, dia memperingatkanku.

“Saya akan memastikan hal seperti ini tidak terjadi lagi di masa depan.”

“Baiklah, yang penting kamu mengerti... ya.”

   Rasa marahnya terhadap tindakan bodoh saya sepertinya sudah mereda, meskipun dia masih cemberut dengan tangan yang terlipat, nada suaranya kembali menjadi lebih lembut.

 7

   Setelah rmemulihkan kondisi dengan Putri Valtrune, suasana yang damai kembali memenuhi ruang kerja seperti biasanya.

   Kami masing-masing memeriksa dokumen dan menulis dengan penuh konsentrasi.

“Tuan Putri, tolong periksa ini.”

“Baik, terima kasih.”

   Hanya ada percakapan yang santai.

   Namun, sama sekali tidak ada rasa tidak nyaman dalam suasana ini.

“…………”

“…………”

   Dari sebelah, hanya terdengar suara samar dari gesekan kertas dan penulisan.

   Meski suasana ini terasa hambar, memikirkan hari-hari penuh gejolak yang mungkin akan datang, waktu yang dihabiskan bersama-sama untuk mengerjakan dokumen ini terasa menenangkan.

   Aku sekilas melirik ke arah Putri Valtrune.

   Dengan rambut putih panjang yang diselipkan di belakang telinga dan pandangan serius yang tertuju pada dokumen, dia tampak seperti sebuah lukisan.

   Dia dengan cekatan menmilih dokumen-dokumen tersebut, dan menyerahkan setumpuk dokumen kepadaku.

“Aldia, tolong perbaiki dokumen-dokumen ini juga.”

“Baik, saya akan menyelesaikannya sebelum siang.”

“Ya, mungkin ini akan sedikit berat, tapi tolong ya.”

“Baik.”

   Setelah menerima tumpukan dokumen itu, aku melanjutkan pekerjaanku.

   Waktu yang tenang ini mungkin akan terus berjalan hingga matahari terbenam.

   Saat aku berpikir seperti itu, suara langkah kaki mendekati pintu ruang kerja.

“Permisi, Tuan Aldia. Apakah Anda memiliki sedikit waktu?”

   Yang masuk ke ruang kerja adalah seorang prajurit dari Pasukan Baru Khusus. Sepertinya dia terburu-buru, terlihat sedikit keringat di dahinya, dan aku segera mengalihkan pandangan padanya.

“Saya akan datang setelah menyelesaikan dokumen ini. Mohon tunggu sebentar.”

“Maaf mengganggu di tengah kesibukan Anda. Kami akan menunggu di gedung markas Pasukan Baru Khusus.”

   Dengan suara pintu yang tertutup, kesunyian kembali menyelimuti ruangan.

“Maafkan saya, Tuan Putri. Saya harus pergi sebentar.”

   Aku menghentikan tanganku yang sedang menulis, dan meminta konfirmasi dari dia.

“Ya... baiklah.”

   Suaranya terdengar sedikit sedih.

   Meskipun ada perasaan enggan untuk meninggalkannya, aku mengangguk kecil dan melangkah menuju pintu.

   Saat aku hendak menyentuh pintu, terdengar suara kursi yang bergerak dari belakang.

“Tunggu.”

   Saat aku berbalik, wajahnya sudah berada tepat di depan mataku.

“Ada hal yang masih ingin kubicarakan denganmu.”

   Itu mungkin bukan tentang pekerjaan, melainkan tentang aku dan dia.

   Pandangan matanya begitu dalam, berkilauan seperti permata biru.

“Kembalilah sebentar.”

   Dia memegang lenganku, dan aku tanpa sadar menjauh dari pintu sesuai dengan ucapannya.

   Tangan yang menyentuhku begitu halus dan putih, dengan kuku berwarna merah muda yang terawat baik, menarik perhatianku ke ujung jarinya.

“Tuan Putri, tentang apa?”

“Uh... itu... umm!”

   Dia terbatuk kecil, mencoba mengalihkan perhatian, lalu menatapku dengan pandangan serius, seolah telah memutuskan sesuatu.

“…Sebenarnya. Tadi aku agak berlebihan. Aku tahu kau tidak bermaksud buruk, tapi aku tetap saja memaksamu. Jadi, maafkan aku.”

   Dia menundukkan kepalanya dengan cepat, lalu dengan sedikit memerah di telinga, dia menggenggam tanganku dengan erat.

“Tapi itu karena aku merasa takut... takut kalau kau akan diambil oleh orang lain...”

“Takut... apakah ada kesalahan pada diriku?”

“Bukan begitu. Ini masalahku sendiri. Aku hanya ingin tetap menjadi yang terpenting bagimu, itu saja.”

   Itu bukanlah keinginan yang berlebihan.

   Aku adalah ksatria pribadi Putri Valtrune.

   Jika aku telah membuatnya merasa cemas, itu sepenuhnya adalah kesalahanku.

“Tuan Putri, bagaimana saya bisa membuat Anda merasa tenang?”

“Apa?”

“Tindakan saya telah membuat Anda merasa cemas. Mungkin di masa depan, hal serupa akan terjadi lagi. Jadi, saya ingin tahu, bagaimana saya bisa membuat Anda merasa tenang?”

   Aku bukanlah manusia yang sempurna. Aku mungkin akan terus melakukan kesalahan dan menyebabkan kesalahpahaman seperti ini lagi. Yang bisa aku lakukan adalah berusaha mengurangi kecemasan yang ada di hatinya, meskipun sedikit

“Apa pun yang Anda inginkan. Apa pun yang Anda katakan, saya berjanji akan memenuhinya.”

“Apa pun? Benar-benar apa pun?”

“Hidupku adalah untuk Yang Mulia. Silakan perintahkan apa pun yang Anda inginkan.”

   Dia menunduk dengan wajah penuh pertimbangan, dan akhirnya mengarahkan pandangan padaku dengan hati-hati.

“Jadi... umm... Bolehkah aku meminta satu hal?”

“Tentu saja.”

“Kalau begitu, tanpa ragu... Aldia, maksudku, Al. Mulai sekarang, kita saling memanggil dengan nama panggilan!”

“Na... Nama panggilan?”

   Aku tanpa sadar membalas dengan suara yang agak tinggi.

   Aku lebih mengira bahwa dia akan memberiku semacam perintah yang lebih bersifat sebagai pengingat tugas sebagai seorang ksatria pribadi.

   Karena aku sudah siap secara mental untuk itu, pikiranku jadi tumpul dan aku tak bisa merangkai kata-kata.

“... Itu... Apakah ini keinginan Yang Mulia?”

“Ya, benar. Bagaimanapun, seorang putri dan ksatria pribadinya adalah dua dalam satu. Aku ingin mendekatkan jarak antara kita... Apakah itu tidak boleh?”

“Tidak, bukan begitu, hanya saja...”

   Aku berkedip sekali, kemudian menarik napas dalam untuk mengatur perasaanku.

   —Bahaya. Apa yang kupikirkan tadi.

   Aku terpana oleh sikap ragu Putri Valtrune. Jika dia mengetahui hal itu, pasti akan dianggap sangat tidak sopan.

“Al?”

“Ah...”

   Dia membelai punggung tanganku, sambil tersenyum lembut.

“Aku akan memanggilmu Al. Jadi, jangan ragu untuk memanggilku Rune.”

“Ba... Baiklah.”

  Sejak tadi, aku merasa sangat gugup.

   Dan sepertinya dia menyadari kegugupanku, karena dia menutup mulutnya dengan tangan, tersenyum kecil dengan senang.

   —Rasanya seperti aku sudah kena jebakan.

   Aku merasa bahwa mulai sekarang dan seterusnya, aku akan terus terombang-ambing di bawah kendali Putri Valtrune.

   Terlepas dari perbedaan status antara seorang putri dan ksatria pribadi, aku tak bisa menandingi orang ini.

“Ayo, Al. Coba panggil aku Rune?”

“Ru... Rune... Sama.”

“Fufu. Ya, benar. Mulai sekarang, tolong panggil aku seperti itu.”

   Meskipun wajahku terasa panas karena rasa malu, aku merasa lega karena suasana hatinya sudah membaik.

   Dia tertawa puas, dengan lembut menepuk punggungku, dan menyuruhku pergi dengan 'Selamat jalan'.

“Semangat ya.”

“Baik.”

   Meninggalkan dia yang melambaikan tangan kecilnya, aku dengan cepat keluar dari ruang kerja.

   Senyumannya yang begitu cemerlang terus terlintas di pikiranku.

   —Ada apa denganku?

“Wajahku terasa panas...”

   Saat aku bersama Putri Valtrune, detak jantungku semakin cepat.

   Perasaan ini hampir sama dengan saat menghadapi musuh yang luar biasa di medan perang.

   Namun, tetap saja berbeda. Ini bukan ketegangan yang membuat suasana menjadi tidak nyaman.

   Sebaliknya, ini adalah perasaan hangat yang entah bagaimana membuatku merasa tenang.

   Saat ini, aku belum mengerti perasaan ini, tapi apakah suatu hari nanti aku akan memahaminya?

Prolog | ToC | Next Chapter