Translator : Noxx
Proffreader : Noxx
Chapter 3 : đđźđżđźđžđđČđż đđ±đ¶đž đđČđčđźđ đđČđżđđźđ·đźđ” đđźđđźđż đđ¶đźđđźđ»đđź đŁđđ»đđź đŠđźđđ đźđđźđ đđđź đđČđđ»đ¶đžđźđ»
Sudah seminggu berlalu sejak aku mulai mengurus pekerjaan kecil-kecilan di OSIS.
“Shido senpai, teh sudah siap.”
Ternyata, pekerjaan yang disebut ‘pekerjaan kecil’ ini lebih sederhana dari yang aku bayangkan, hanya berupa menyajikan teh kepada anggota OSIS, membawa dokumen atau barang-barang berat—benar-benar hanya pekerjaan ringan.
“Oh, terima kasih. Boleh aku coba?”
Bagiku, kesederhanaan dari pekerjaan ‘kecil’ ini sangat menyenangkan, bahkan memberi kesibukan yang menyegarkan hari-hariku.
“Dengan senang hati. Kalau tidak salah, Senpai hanya menambahkan susu, kan?”
Aku menuangkan teh ke dalam cangkir sesuai permintaan. Aroma lembut daun teh memenuhi ruangan dan menggelitik hidungku. Hmm,rasanya aku menyeduhnya dengan cukup baik kali ini.
Di hari pertama, aku masih sangat tidak berpengalaman,dan aroma serta rasanya jadi sangat hambar. Tapi sekarang lihatlah hasilnya. Semua latihan dan mencicipi berkali-kali akhirnya membuahkan hasil... meskipun di hari-hari latihan, aku jadi terlalu sering ke toilet.
"Hiyori, kau mau juga? Kalau tidak salah, dua gula dan susu, ya?"
"...Iya, terima kasih."
"Siap! Futaba, kau juga mau? Tanpa gula, kan?"
Setelah bertanya pada Hiyori, aku pun menanyakan pada Futaba apakah dia juga ingin minum teh, dan dia mengangguk untuk memberi tanda setuju.
Betapa menyenangkannya waktu ini.
Para gadis cantik sedang meminum teh yang kuseduh. Memikirkan hal itu saja sudah membuat hatiku dipenuhi kebahagiaan.
Wah, benar-benar keputusan tepat masuk OSIS!
"...Entah kenapa kau terlihat menjijikkan, tahu."
"Ugh!"
Kata-kata Hiyori, yang lebih tajam daripada tinju, menusuk tepat di dadaku. Meskipun aku sudah terbiasa dengan serangan kata-katanya, “komentar serius” yang kadang-kadang ia lontarkan selalu memiliki efek kuat.
"Kau kejam, Hiyori..."
"Maaf. Tapi rasanya aneh kalau semua kesukaan kami kau ketahui begitu detail."
"Itu karena aku kan bertugas mengurus hal-hal kecil di OSIS ini. Untuk mendukung pekerjaan kalian, aku tak pernah melewatkan pengumpulan informasi."
"Pengumpulan informasi, ya... Jadi kau tahu banyak tentangku juga?"
"Tentu saja.Kita kan sudah berteman sejak SD."
"Yah,memang benar sih."
Aku membuka aplikasi catatan di ponselku, lalu membaca tulisan yang ada di sana.
"Um,lahir di tahun yang sama denganku, umur 17 tahun. Latihan karate selama sepuluh tahun.Suka daging dan pukulan langsung. Tidak suka sampah seperti kaleng kosong atau botol plastik yang dibuang sembarangan. Tidak terlalu suka makanan manis, tapi lebih memilih makanan tinggi gula saat melakukan pekerjaan yang membutuhkan konsentrasi atau saat bekerja monoton. Nilai-nilainya lumayan bagus, tapi olahraga adalah yang paling unggul. Ukuran tubuhnya dari atas ke bawah adalah 87, 57, 8───"
"Apa-apaan yang kau catat,dasar bodoh!"
"Ugh...!"
Tendangan berputar tanpa aba-aba dari posisi berdiri menghantam kepalaku.
Di ruangan sempit seperti ini, tendangan Hiyori bisa mengenai tepat sasaran tanpa menyentuh barang lainnya—aku benar-benar harus mengakui kehebatannya.
Untuk memujinya,aku mengangkat jempol sambil membiarkan wajahku tetap menempel setengahnya di dinding.
"Na-nice kick..."
"Diam kau."
Dengan respons cepat, Hiyori mengambil ponsel yang terlepas dari tanganku. Setelah melakukan sesuatu, dia mengulurkan ponsel itu kembali padaku.
"Nih,semua informasiku sudah aku hapus."
"Apa...!"
"Aku heran kau bisa kaget.Jangan ngumpulin data seperti ukuran tubuh segala, ya. Itu benar-benar menjijikkan, tahu."
"Itu memang benar."
Aku melepaskan diri dari dinding dan melihat layar ponsel. Memang, semua informasi tentang Hiyori sudah hilang.
Yah, meskipun begitu, informasi yang sudah pernah kukumpulkan tentang perempuan biasanya tidak akan kulupakan begitu saja, jadi sebenarnya tidak ada bedanya.
"…Jangan terlalu heboh ya? Nanti debunya malah berterbangan."
"Ah, maaf,Shido senpai."
"Yah,ramai-ramai begini sih tidak masalah, tapi kalian tetap harus fokus saat bertugas."
"Baik,kami akan lebih berhati-hati..."
Akhirnya, aku dimarahi oleh Shido senpai. Bersama Hiyori, aku menundukkan kepala dan meminta maaf.
Ya, meskipun kami berisik begini, sebenarnya kami sedang dalam tugas penting OSIS. Sekarang sudah mendekati akhir semester, dan menjelang liburan musim panas. Berdasarkan data yang ada, OSIS sedang mempertimbangkan alokasi anggaran untuk setiap klub di semester berikutnya.
Menurutku,ini sudah agak di luar tugas siswa, tapi tampaknya ini adalah tradisi di sekolah ini.
"Maaf,Shido senpai.Ada satu hal yang ingin kutanyakan."
"Ada apa?"
"Umm,Yui senpai... apa dia masih belum datang, ya?"
"......"
Mendengar pertanyaanku, tangan Shido senpai berhenti bergerak.
Hari ini, aku belum melihat sosok ketua OSIS kita,Yui Senpai.
Hal yang aku pelajari selama seminggu terakhir adalah bahwa Yui senpai pada dasarnya tidak pernah meninggalkan ruang OSIS ini.
Sepertinya itu juga merupakan perintah dari Shido Senpai,karena setiap kali Yui Senpai keluar,pasti ada salah satu dari kami yang menjadi pengawalnya, seperti penjaga.
Aku rasa memang benar kalau dibiarkan sendirian, kemungkinan dia bisa membuat kesalahan atau hal-hal yang tidak diinginkan.
Karena itu, situasi dimana Yui Senpai tidak ada di sini pastinya bukanlah kondisi yang baik bagi Shido senpai.
"Aku dengar katanya dia ada urusan yang diminta oleh guru... Tapi memang dia sudah terlambat."
Wajah Shido Senpai terlihat cemas.
Apa ya urusan yang diminta oleh guru?
Selama kami belum tahu,kami pun sulit untuk bertindak secara gegabah.
"Itulah kebiasaan buruknya, saat dia kesulitan sendirian,dia akan berusaha menyelesaikannya sendiri... Jadi, tidak ada kabar darinya memang sudah bisa dimengerti."
Setelah itu,Shido Senpai membuka aplikasi pesan di ponselnya dan mengirimkan pesan untuk menanyakan lokasi Yui Senpai.
Kami menunggu sekitar satu menit. Tiba-tiba, suara notifikasi aplikasi pesan terdengar dari ponsel Shido Senpai.
Apakah itu balasan dari Yui Senpai?
Shido senpai memeriksa ponselnya, dan ekspresinya semakin cemberut. Dia menghela napas.
"...Hah."
"Apakah itu balasan dari Yui senpai?"
"Iya.Ternyata dia diminta untuk merapikan ruang arsip, tapi sepertinya dia terkunci di dalam. Terkunci dari luar dikunci oleh guru yang berbeda dari yang meminta tugas itu."
"Eh? Bukankah seharusnya ada kunci di dalam juga...?"
"Itulah masalahnya.Ruang arsip itu, kunci di dalam sudah rusak. Sebenarnya,di ruang itu hampir tidak ada kebutuhan untuk mengunci dari dalam."
"Sepertinya perbaikan itu sudah lama ditunda..."
"Ah, begitu."
Betapa sialnya.
Tidak,mungkin ini memang salah satu sifat yang dimiliki oleh Yui senpai, terjebak dalam situasi tidak menguntungkan seperti ini?
Ruang arsip itu adalah tempat yang menyimpan berbagai informasi penting, seperti data yang berkaitan dengan jalur karier,prestasi klub,bahkan anggaran.
Anggota OSIS sering kali masuk ke sana, tapi setidaknya aku sebagai siswa biasa belum pernah masuk ke sana sama sekali.
"...Tidak ada pilihan lain. Hanashiro-kun, dan Tsubaki-chan, kalau kalian tidak sedang sibuk, bisakah kalian pergi menyelamatkan dia? Pastikan tidak ada siswa atau guru yang tahu kalau dia terkunci di dalam."
"Aku sih tidak masalah..."
Pekerjaanku baru bisa dimulai jika ada seseorang yang memintaku untuk membantu. Jadi, selama tidak ada prioritas lain, aku selalu siap untuk bergerak.
Masalahnya adalah Tsubaki-san, yang harus mencatat banyak hal sebagai sekretaris…
"Aku juga tidak masalah. Aku bisa membantu."
"Terima kasih, kalian berdua sangat membantu."
Shido senpai tampak lega dan mengusap dadanya.
Aku merasa ada sesuatu yang membuatku penasaran, jadi aku memutuskan untuk bertanya padanya.
"Permisi,Shido senpai. Mungkin agak aneh untuk mengatakan ini, tapi sepertinya aku bisa menangani penyelamatan Yui senpai yang terkunci sendiri,kan? Aku merasa sepertinya tidak perlu merepotkan Tsubaki-san..."
"Pendapatmu memang masuk akal, Hanashiro-kun, tapi kau masih kurang pengalaman dalam menangani masalah yang Yui timbulkan, kan?"
"Ah, iya... benar juga..."
"Jika bisa, aku ingin kau terlebih dahulu belajar dengan mengamati cara kami, para anggota OSIS lainnya, menangani masalah. Mulai dengan kesalahan kecil dulu."
"Ah,kalau begitu,aku mengerti."
Shido Senpai mungkin merasa tidak yakin jika menyerahkan urusan Yui senpai kepada seorang pemula yang belum memahami seluk-beluknya.
Seperti pelatihan bagi karyawan baru dalam pekerjaan.
Secara usia,aku memang lebih tua, tetapi sebagai anggota OSIS, Tsubaki-san lebih senior.
Untuk saat ini, aku akan mengikuti petunjuknya dan belajar darinya.
"Baiklah, terima kasih,Tsubaki-san."
"Ya,sama-sama."
Pekerjaan "di balik layar" OSIS.
Aku akan serius dalam melakukannya mulai sekarang.
◇◆◇
Bersama Tsubaki-san, kami meninggalkan ruang OSIS dan menuju ruang arsip.
Walaupun aku sangat bersemangat dengan pekerjaan ini, aku tidak bisa menyembunyikan kebingunganku dengan situasi aneh yang mengelilingiku.
"...Eh..."
Aku menoleh dan memanggil Tsubaki-san yang berada beberapa meter di belakangku.
"Kenapa jaraknya begitu jauh...?"
"Maaf.Sebenarnya aku merasa tidak enak pada Senpai,tetapi aku mendapat saran untuk menjaga jarak dari mu, lebih dari pada dengan Hiyori senpai."
Tsubaki-san mengatakan itu tanpa rasa bersalah.
"Eh,kalau boleh tahu,saran seperti apa itu?"
"Hanashiro senpai itu seorang pervert yang bisa membuat wanita di sekitarnya hamil hanya dengan berada dekat, jadi disarankan untuk tidak berada di dekat mu dalam waktu lama."
"Betapa tidak masuk akalnya kemampuan itu..."
Hiyori,ya? Dia mungkin curiga kalau aku akan mengganggu Tsubaki-san dengan perlakuan tidak senonoh dan mencoba mencegahnya.
Bodoh sekali. Aku juga bisa memperhitungkan waktu,situasi,dan lawan bicara, kok.
Aku harus menyangkal hal ini dengan tegas.
"Ahaha, jangan bercanda.Aku bukan pervert seperti itu,dan aku bukan sosok yang begitu mulia sampai bisa menciptakan kehidupan hanya dengan sentuhan. Semua yang dikatakan Hiyori itu bohong—"
"Apakah Hiyori-senpai yang mengatakan kebohongan?"
"Ah,ternyata kau tipe junior yang lebih merepotkan dari yang kubayangkan..."
Tsubaki-san mendekat dengan ekspresi wajah yang sangat marah, seperti binatang buas yang sedang mengamuk. Meski tidak sebanding dengan Hiyori, tetap saja dia cukup menakutkan.
"…Namun, sepertinya memang ada lebih banyak waktu daripada yang ku kira. Bahkan setelah mendekat sejauh ini, tubuhku tidak ada perubahan apa-apa."
"Ya, itu memang tidak mungkin secara fisik..."
"Jadi,itu hanya lelucon nakal dari Hiyori-senpai, ya?"
Menurutku,itu bukan lelucon nakal yang biasa. Tapi, jika kita berbicara lebih lanjut, aku bisa mengerti,dia juga cukup aneh. Meskipun tidak seunik Yui-senpai,dia punya pandangannya sendiri yang khas.
Sekali lagi,aku mencoba mencocokkan gambaran tentang Tsubaki-san yang aku kenal dengan dirinya yang ada di depan mataku sekarang.
Dia kecil dan imut,serta pendiam.
Saat di kelas tahun pertama,dia biasanya sendirian tanpa berbicara dengan siapa pun, hanya membuka mulut ketika diperlukan. Pada siang hari, dia biasanya makan makanan yang dijual di kantin,dan pemandangan dia menggigit roti kecil dengan mulut mungilnya seperti hewan kecil yang menggemaskan,yang membuat perhatian baik dari laki-laki maupun perempuan.
Dari segi itu,dia cukup populer dalam hal percintaan,meskipun baru dua bulan sejak masuk sekolah,sudah beberapa kali terlihat dia diajak jalan oleh beberapa laki-laki.
Lalu, bagaimana aku mendapatkan informasi ini? Informasi tentang orang terkenal seperti dia itu biasanya cepat menyebar di sekolah, Watson-kun. Tentu saja, karena dia masih siswa tahun pertama, informasi yang beredar masih terbatas.
Namun, jika dipikir-pikir, rasanya informasi tentang Yui-senpai tidak terlalu tersebar meskipun dia terkenal. Apakah itu karena Yui-senpai selalu dijaga dengan hati-hati oleh Shido-senpai?
Setidaknya, aku belum pernah mendengar satu pun rumor buruk tentangnya, jadi usaha mereka pasti membuahkan hasil.
"Kalau begitu, tidak ada yang perlu ditakuti. Mari kita segera selamatkan Ketua, Hanashiro-senpai."
"Eh, kau benar-benar menggoyang-goyangkan orang yang lebih tua, ya?"
Sebenarnya, aku tidak masalah sama sekali jika memang harus diatur oleh seorang gadis.
Dengan begitu, kami pun segera tiba di depan ruang arsip tempat Yui-senpai kemungkinan besar terperangkap.
Di lorong depan ruang arsip, meskipun sudah sore, masih ada beberapa orang yang lewat. Jika kami bertindak ceroboh di sini, bisa saja orang lain tahu kalau Yui-senpai terjebak di dalam.
Namun, ya... sejujurnya, aku rasa kami sedikit berlebihan dalam waspada.
Jika kita tahu cara kerja kunci ruangan itu, seharusnya tidak masalah untuk menyelamatkan Yui-senpai dengan langsung masuk dan menghadapinya—tapi...
Saat aku mengungkapkan keraguan itu, Tsubaki-san langsung menggelengkan kepala.
"Pada situasi seperti ini, kita harus menyelamatkan Ketua dengan sikap yang santai. Jika kita menjelaskan bahwa dia terjebak dan mendapat kunci, bisa saja para guru mengira kita sedang melakukan hal yang mencurigakan di dalam, dan itu berbahaya."
"...Apakah orang biasa bisa memikirkan hal seperti itu?"
Karena rasanya penjelasannya tidak masuk akal.
"Jika kau sendirian di ruangan yang terkunci, bukankah orang akan berpikir kau sedang melakukan hal yang mencurigakan?"
"Aku tidak akan berpikir begitu, kalau aku."
Kalau itu seperti dalam cerita komedi romantis di gudang olahraga, di mana pria dan wanita terjebak bersama, itu beda cerita.
"...Kau tidak berpikir begitu?"
"Tapi kau berpikir begitu?"
"......"
Tsubaki-san tampak sedikit tersipu dan terdiam.
"Oh, jadi kau berpikir begitu, ya?"
Aku merasa seperti telah melihat sisi lain dari Tsubaki-san yang pendiam.
"Yah, tidak masalah kok. Memang wajar bagi kita di usia kita untuk berpikir hal-hal yang tidak senonoh—"
Kata-kataku yang ingin menghibur sebagai senior langsung terpotong oleh tinju Tsubaki-san yang terarah ke depanku.
"Bisakah kau lupakan semuanya?"
"Y-ya... maaf..."
Kekuatan yang dia tunjukkan, memang tidak bisa dipandang sebelah mata. Aku hampir saja takut.
"Untuk saat ini, mari kita coba pinjam kunci ruang data dengan alasan lain, lalu buka dari luar."
"Ya, benar juga."
Karena pembicaraannya teralihkan, aku mencoba untuk tidak melawan alur yang ada. Intinya, yang penting adalah bisa mengeluarkan Yui-senpai tanpa orang lain mengetahui dia terjebak di dalam.
Meskipun membicarakan Yui-senpai yang terkunci sendirian, aku rasa tidak ada yang akan berpikir dia sedang melakukan hal yang tidak senonoh—bukan itu, maksudku, pasti tidak ada yang berpikir dia sedang melakukan hal yang mencurigakan di dalam. Namun, aku merasa ingin patuh pada kebijakan dari adik yang imut ini.
Untuk kali ini, demi adik yang imut dan agak tertutup ini, aku akan melakukan sesuatu untuk membantu.
Meskipun "melakukan sesuatu" bukan berarti tindakan yang tidak senonoh, tentu saja.
"Baiklah..."
Jika aku menggunakan cara yang sah untuk mendapatkan kunci, langkah pertama adalah pergi ke ruang guru. Dan yang diperlukan adalah alasan yang sah untuk meminjam kunci.
Awalnya, aku berencana menggunakan alasan bahwa Yui-senpai meninggalkan sesuatu di dalam dan ingin memintanya untuk mengambilnya, tapi segera aku menyadari kekurangan dari alasan itu.
"Yaegashi Yui tidak akan lupa membawa barang-barangnya."
Semua orang di sekolah ini berpikir begitu.
─── Meskipun aku rasa itu tidak mungkin, sebenarnya aku juga tidak bisa sepenuhnya membantahnya.
Pertama-tama, tidak mungkin Yui-senpai lupa mengerjakan tugas di rumah. Aku bisa sedikit mengerti logika ini. Tugas adalah elemen penting yang langsung berhubungan dengan nilai, dan sebagai contoh bagi siswa lainnya, dia tidak akan mungkin mengabaikan itu.
Masalahnya ada pada bagian terkait keseriusan Yui-senpai sebagai ketua OSIS.
Jika di ruang kelas biasa, mungkin tidak masalah, tapi bagaimana jika seseorang yang bisa lupa membawa barang penting di ruang arsip yang berisi informasi pribadi dan penting, bisa dipercaya sebagai ketua OSIS?
Mungkin sebagian orang akan merasa itu tidak masalah, dan aku juga berpikir begitu. Tapi jika ada kemungkinan satu persen saja orang yang meragukan Yui-senpai, itu menjadi tugasku untuk menghindarinya.
Aku tidak bisa mengambil risiko dan berkompromi begitu saja.
"Bagaimana aku harus memberi alasan?"
"Di saat seperti ini, cara terbaik adalah dengan jujur memberitahukan guru bahwa kau ada urusan di ruang arsip. Biasanya, itu akan menyelesaikan masalah."
"Biasanya... pola seperti ini sering terjadi ya?"
"Ya, tentu saja. Ini adalah kali kedua aku terkunci di ruang arsip sejak aku bergabung dengan OSIS, sebelumnya aku pernah terkunci di gudang olahraga."
Gudang olahraga, itu memang klise sekali.
Pola yang sering muncul dalam cerita komedi romantis, di mana sang protagonis dan heroin terjebak di gudang olahraga dan hubungan mereka menjadi semakin dekat. Namun, hampir tidak ada cerita yang melibatkan seseorang terkunci sendirian. Betapa tidak romantisnya situasi ini...
"Kalau begitu... kita pergi saja?"
"Ya."
Aku dan Futaba-san melangkah memasuki ruang guru.
Dalam situasi seperti ini, yang mudah diajak bicara pastinya adalah wajah-wajah yang sudah kita kenal. Sekarang, aku akan mencoba mencari guru yang ada kaitannya dengan OSIS—yaitu mencari Guru Amahara.
Saat aku dan Yui-senpai datang untuk menyapa, dia duduk di mejanya. Sepertinya dia sedang mengutak-atik komputer, dan saat kami mendekat, apa yang ada di layar semakin terlihat jelas.
"Masih ada waktu! Teknik memikat pria yang wajib dilihat oleh wanita di akhir usia 20-an!"
"......"
Ups, itu ternyata bukan sesuatu yang seharusnya aku lihat.
"Amahara-sensei."
"Ah!?"
Karena Futaba-san yang langsung menyapanya,bahu Amahara-sensei terlonjak
"Setidaknya, jika kau mau mati bersamaku, aku akan menerimanya..."
Melarikan diri dari kisah cinta terlarang antara guru dan murid. Betapa indahnya bunyinya.
"Orang yang menjijikkan, ya kau."
"Itu pasti bukan kata-kata yang boleh diucapkan oleh seorang guru!"
Aku terluka! Secara normal!
"Tapi sudah lah... Jadi, ada keperluan apa kalian hari ini?"
"Kami ingin melihat proposal anggaran klub kegiatan tahun lalu yang ada di ruang arsip, bisakah kami meminjam kuncinya?"
"Ah, begitu ya."
Futaba-san memberikan alasan yang sangat masuk akal.
Aku tidak bisa membayangkan seseorang yang berpikir sedang melakukan hal yang tidak senonoh jika berada sendirian di ruangan yang terkunci.
"Baiklah, ayo kita pergi."
"...Eh?"
"Ngomong-ngomong, aku juga akan ikut. Kebetulan aku harus mengambil dokumen untuk bimbingan jalur karier."
"Eh!? "
Wah, ini benar-benar tak terduga.
Jika Amahara sensei ikut, kami tidak bisa lagi menyembunyikan fakta bahwa Yui-senpai terjebak di dalam. Setelah semua, begitu pintunya dibuka, dia akan ada di sana, dan tidak ada cara untuk mengelak.
Sekarang, apa yang harus kita lakukan?
Aku melirik Futaba-san dengan hati-hati, dan dia membalas dengan kontak mata.
Kami berdua sepakat bahwa situasi ini sangat buruk. Terlambat untuk menarik permintaan kami sekarang, dan jika kami mundur,Amahara sensei tetap akan pergi ke ruang arsip sendirian.
Ternyata hal ini lebih mudah dari yang aku kira, namun justru situasi ini yang muncul.
Jujur saja, apa yang kami lakukan terasa sangat bodoh. Aku tidak bisa membayangkan adanya usulan mosi tidak percaya dengan begitu mudah.
"Jadi, menurutku, lebih baik kalau kita langsung saja menjelaskan situasinya ke Amahara sensei. Aku rasa tidak perlu bersusah payah berusaha menyembunyikan ini."
Namun, mengingat Shido-senpai, Hiyori, dan Futaba-san di sini berusaha keras untuk menyembunyikannya, bagaimana mungkin aku, sebagai seorang pria, bisa menyerah begitu saja sejak awal?
"Ah, kunci…"
Amahara sensei yang mengambil kunci yang tergantung di dinding ruang staf, kemudian melambaikan tangan, memberi isyarat agar kami mengikutinya.
Aku dan Futaba-san memutuskan untuk mengikuti instruksi itu untuk sementara waktu.
Sekarang, apa yang harus kita lakukan?
Jika terus begini, begitu kami masuk ke ruang arsip,Amahara sensei dan Yui-senpai akan bertemu.
"...Jika sudah begini, tidak ada pilihan lain."
Sambil berjalan di belakang Amahara sensei, Futaba-san berbicara pelan.
"Ada rencana?"
"Aku akan mengalihkan perhatian Amahara sensei dalam sekejap,dengan pukulan."
"Tidak boleh sama sekali."
Itu jelas tidak mungkin dilakukan—tapi, mungkin saja, karena Futaba-san adalah adik dari Hiyori, si Dewa Kematian Merah.
Memang, dengan keterampilan seperti itu, mungkin Futaba-san bisa dengan mudah mengalihkan perhatian Amahara sensei.
...Mungkin.
"Jika aku yang mengalihkan perhatian Amahara sensei, kau bisa membawa kunci dan pergi ke ruang arsip. Sementara itu, aku akan membawa Amahara sensei ke ruang kesehatan."
"...Maaf, tapi aku tidak bisa menerima rencana itu."
"Kenapa?
"Tentu saja. Aku tidak memiliki rasa kasihan terhadap pria."
"Alasan kedua. Itu karena kau juga seorang wanita."
"...?"
"Tangan seorang gadis harus selalu 'cantik'."
Kata 'cantik' ini bukanlah soal penampilan semata. Tentu saja tangan yang tanpa noda itu indah dan luar biasa. Namun, bagiku tangan yang kasar karena pekerjaan air atau tangan yang penuh kapalan karena berlatih bela diri, semuanya tetap indah. Karena itu adalah tangan wanita. Itu saja alasannya.
"Karena itu, aku tidak ingin tanganmu yang kecil dan imut digunakan untuk kekerasan dengan sembrono."
Kekerasan yang keluar dari batas olahraga dan tidak mengikuti aturan. Aku tidak menganggapnya sebagai sesuatu yang 'cantik'.
"Tangan kecil dan imut milik Futaba-san ini sebaiknya digunakan untuk hal-hal yang lebih baik."
Sambil berkata begitu, aku mengambil tangan Futaba-san.
"…Oh, jadi kau menaklukkan Hiyori-senpai dengan cara ini ya?"
"Apa yang kau pikirkan tentang aku dan Hiyori?"
Kami tidak pacaran, sekadar ingin mengklarifikasi itu. Selain itu, kekerasan yang Hiyori lakukan terhadapku, semuanya hanya permainan saja. Mungkin kalau bukan aku, aku sudah mati.
"…Namun, jika kau tidak berniat membuatnya pingsan, lantas apa yang akan kau lakukan?"
"Ada satu cara mudah."
"Eh?"
Ada cara mudah yang tidak akan membuat tangan siapa pun kotor, dan aku sudah memikirkannya. Meninggalkan Futaba-san yang tampak bingung, aku bergerak dengan santai menuju sisi Amahara-sensei.
"Amahara-sensei..."
"Hah? Apa?"
"Amahara-sensei, tipe pria seperti apa yang kau sukai?"
Mendengar pertanyaanku, wajah Amahara-sensei tampak mulai mengeras.
"…Apa yang ingin kau katakan dengan bertanya seperti itu?"
"Eh? Biasanya itu membuat penasaran, kan? Amahara-sensei kan sangat cantik."
"Ca-cantik…"
Dengan kata-kata susulan, Amahara-sensei kali ini benar-benar terdiam. Reaksi yang sesuai dengan yang aku duga.
Berdasarkan kejadian di situs kencan, mungkin Amahara-sensei memiliki pengalaman yang sedikit tentang lawan jenis. Tidak ada masalah dalam berkomunikasi, tetapi setidaknya jika masalah percintaan terlibat, mungkin dia tidak bisa menangani situasi tersebut dengan baik.
"Guru cantik seperti Amahara-sensei benar-benar ada, ya. Aku kira itu hanya ada di dunia manga."
"Ugh!"
"Yang pertama, guru itu sudah melanggar aturan, kan? Hanya dengan bisa diajari oleh orang yang cantik seperti itu, aku jadi bisa lebih fokus, lho."
"Ugh... i-itu benar?"
"Tentu saja! Tahukah kau? Amahara-sensei itu sangat populer di kalangan semua anak laki-laki di sekolah! Tentu saja, ada juga cewek-cewek yang mengidolakan beliau."
"Na... ah..."
"Kalau diperhatikan, kulit dan rambutnya juga cantik, sangat menarik, kan? Apa setiap hari merawatnya?"
"Mu... sudah berhenti—"
"Hah... kalau saja aku lahir sedikit lebih cepat, aku pasti bisa mencalonkan diri jadi suaminya Amahara-sensei... benar-benar sayang sekali."
"Ugh... uuuuuuuuuuu!"
Wajah Amahara-sensei yang memerah tampak mengeluarkan uap panas.
Kemudian dia berhenti di tempat, membeku dengan ekspresi wajah seperti orang yang kepanasan.
"Rencana berhasil."
Setelah memastikan bahwa kesadarannya benar-benar beku, aku merampas kunci ruang arsip yang dipegang oleh Amahara-sensei.
Mungkin aku sedikit berlebihan. Tapi, setidaknya semuanya berjalan sesuai rencana.
"Amahara-sensei... Apa yang terjadi?"
"Ternyata dia tidak terbiasa dipuji. Mungkin terlalu malu sampai kepalanya membeku."
"Kau pria yang berbahaya, Hanashiro-senpai."
"Kalau dipuji sebanyak itu, aku malah jadi bingung."
"Aku tidak memuji begitu banyak."
"Ah... begitu ya..."
Sambil bercanda, aku menyisihkan Amahara-sensei di pojok lorong agar tidak menghalangi jalan.
Seberapa lama dia akan tetap membeku? Yah, beberapa menit juga sudah cukup.
Aku merasa sedikit bersalah, seolah-olah aku menjadi seorang penipu.
Untuk klarifikasi, sejak awal aku memang berniat untuk membuat Amahara-sensei malu.
Namun, yang perlu dipahami adalah bahwa kata-kata yang aku sampaikan kepada Amahara-sensei semuanya berasal dari hati yang tulus.
Bagiku, Amahara-sensei sangat cantik, dan jika kami sebaya, aku rasa aku benar-benar akan menyukainya.
Memang benar dia populer di kalangan laki-laki dan perempuan, dan tidak ada satu pun kebohongan dalam percakapan kami tadi.
Meskipun begitu, nanti aku akan minta maaf.
"Hanashiro-senpai lebih suka wanita yang lebih tua, ya?"
"Eh? Tidak, bukan itu maksudku. Aku memang punya rasa hormat yang besar terhadap wanita, tapi kalau soal hubungan cinta, itu hal yang berbeda."
"Oh... jadi wanita yang bisa dipeluk dan wanita yang bisa dicintai itu berbeda, ya?"
"Hah? Apakah sekarang aku sedang berbicara dengan Futaba-san?"
Dengan sikap seolah-olah sedang mempelajari sesuatu yang rumit, Futaba-san mengangguk-angguk.
Tapi, ya sudahlah. Kalau dia bisa mendapatkan pelajaran dari percakapan ini, itu sudah cukup.
Meskipun itu adalah pengetahuan yang berhubungan dengan hal-hal seksual, tetap saja itu adalah pengetahuan.
"Baiklah, mari kita selamatkan Yui-senpai."
"Ya."
Kami langsung menuju ruang arsip, membuka kunci dengan hati-hati, dan masuk ke dalam.
"Yui-senpai, kami datang untuk menyelamatkanmu!"
"Oo! Kalian datang juga!"
Kami masuk ke dalam ruangan, dan Yui-senpai menyambut kami.
─── Entah kenapa, dia hanya mengenakan pakaian dalam.
"Bufu!"
Aku tidak bisa menahan diri dan tertawa terbahak-bahak, lalu segera menutup mataku.
Menatap pakaian dalam seorang wanita dengan penuh perhatian rasanya seperti sedang menilai barang, dan itu sangat tidak sopan.
Sebagai seorang pria terhormat, meskipun tubuh yang menarik ada di depanku, aku bisa menutup pandanganku.
"Jika aku punya waktu sebentar saja,itu bisa membekas di otakku."
Ini adalah rahasia untuk semua orang.
"Ketua, kenapa hanya mengenakan pakaian dalam...?"
"Ah, ini kan lantai tiga, bukan? Jadi aku mencoba mencari cara untuk melarikan diri melalui jendela hanya dengan barang-barang yang ada di dalam ruangan, tetapi sayangnya kain yang ada tidak cukup."
"Begitu, jadi itu sebabnya pakaianmu..."
"Pada akhirnya, meskipun aku mencoba menggunakan kemeja, tetap tidak cukup... tapi setidaknya dengan menggunakan tirai, aku bisa sedikit memperpanjang waktu, dan aku pikir kalau dari sini aku bisa melompat keluar. Tapi berkat kalian, aku tidak perlu mengambil risiko itu. Terima kasih."
"Tidak apa-apa, kami sangat senang bisa datang tepat waktu. Namun, sebaiknya kamu mengenakan kemeja terlebih dahulu. Karena di sini juga ada Hanashiro-senpai, seorang pria."
"Ah, iya, benar."
Selama beberapa waktu, suara gesekan kain terdengar.
Kemudian, ketika aku merasa tangan di pundakku ditepuk oleh Futaba-san yang ada di sebelahku, aku dengan hati-hati menarik tanganku.
"Maafkan aku, Natsuhiko. Aku sudah menunjukkan sesuatu yang tidakk pantas dilihat."
"Tidak pantas dilihat? Tidak sama sekali! Bahkan,aku malah ingin melihat lebih banyak lagi!"
"Hahaha, jika kau mengatakan seperti itu, aku tidak merasa buruk. Tapi meskipun aku senior, tak perlu berlebihan dengan pujian seperti itu, ya?"
"Ah, tidak, itu bukan pujian..."
Yui-senpai, yang telah mengenakan kembali kemejanya, berdiri tegak dengan ekspresi sombong.
Apa yang aku pikirkan adalah, ternyata Yui-senpai memiliki rasa harga diri yang cukup rendah.
Memang, dia adalah orang yang ceroboh, dan seharusnya tidak berpikir untuk melarikan diri lewat jendela menggunakan kemeja atau tirai. Namun, jika dia menjalani hidup dengan penampilan yang menarik, serta unggul dalam akademik dan olahraga, rasanya wajar jika sedikit ada rasa narsisme.Itulah yang membingungkan.
Jika itu tentang kerendahan hati, mungkin masih bisa dimengerti, tapi sepertinya dari mulut Yui-senpai hanya kata-kata jujur yang keluar.
Jika harus aku rangkum dalam satu kalimat, dia adalah orang yang aneh.
Sungguh, tidak ada kata lain yang bisa keluar.
Ah, lebih tepatnya, seorang wanita yang indah dan penuh misteri.
"Bagaimanapun, terima kasih banyak, kalian berdua. Kita harus segera kembali... Alice pasti sedang marah."
"Ah, kalau begitu aku akan mengunci pintu ini dan mengembalikannya ke ruang staf. Kalian berdua bisa kembali duluan."
Ketika aku mengatakannya, Futaba-san terlihat terkejut.
"Jangan-jangan, Senpai... akan tetap tinggal di ruang arsip sendirian...?"
"Aku tidak tahu apa yang kau bayangkan, tapi aku juga akan keluar dari sini kok, jangan khawatir."
Aku tidak tahu apa yang sebenarnya Futaba-san pikirkan tentang ruang arsip ini.
Setidaknya, aku tidak punya kelainan yang cukup untuk berpikir melakukan sesuatu yang aneh di sini.
"Ah, baiklah, terima kasih."
"Ya!"
Aku keluar dari ruang arsip bersama kedua orang itu dan mengunci pintu.
Aku bertanya-tanya, bagaimana keadaan Guru Amahara setelah itu?
Karena aku yang membuatnya "freeze," rasanya aku juga harus mengecek apakah semuanya baik-baik saja.
Berpikir begitu, aku berbalik menuju ruang staf,namun tiba-tiba ujung kemejaku ditarik dari belakang.
Ketika aku menoleh, Futaba-san sedang menggenggam ujung kemejaku dengan jarinya.
"Ada apa?"
"...Tadi, caramu menangani Amahara sensei, aku rasa aku tidak bisa melakukannya. Jadi, aku ingin mengucapkan terima kasih."
Anak yang sopan. Hal seperti ini juga mirip dengan Hiyori, mungkin itu ajaran dari dojo karate mereka.
Aku iri, sih, dengan seni bela diri. Memang benar, pelajaran tentang etika dan disiplin membuat tubuh dan sikap jadi lebih tegap.
Senang bisa membantu.lagipula, secara tahun ajaran,aku lebih senior, jadi aku merasa sedikit malu kalau harus dibantu terus oleh adik yang imut seperti mu.
"Adik yang imut... jadi begini caramu membuat Hiyori-senpai jatuh hati, ya?"
"Makanya, aku tidak melakukannya..."
Hiyori tidak sedang dekat-dekat sini, kan?
Aku mulai merasa cemas dan memeriksa sekeliling, tapi sepertinya tidak ada tanda-tanda Hiyori di dekat sini.
"Tapi... aku rasa aku sedikit mengerti perasaan Hiyori-senpai."
"..."
Aku tersentak ketika melihat senyuman kecil yang terukir di wajah Futaba-san, yang begitu imut.
Jika seorang gadis yang jarang tersenyum tiba-tiba tersenyum, rasanya sangat mengesankan.
Aku jadi berpikir, semoga hanya aku yang bisa melihat wajah ini.
Tapi, pikirku, aku pun mengungkapkan apa yang ada di benakku.
"Ternyata kau lebih banyak bicara daripada yang kupikirkan, Fuyaba-san."
"? apa maksudmu?"
"Ah, itu hanya rumor sih, tapi aku dengar kau orang yang sangat pendiam. Tapi ternyata kau mau diajak bicara, dan aku senang sekali."
"..."
Setelah mendengar ucapanku, Futaba-san terlihat berpikir, seolah-olah sedang merenung.
"Memang,aku tidak begitu pandai berbicara lebih dari yang diperlukan. Itu membuatku merasa lelah."
"Kau benar-benar menghemat kalori sampai batas ekstrim, ya..."
"Ya. Jadi, aku hanya ingin berbicara dengan orang yang benar-benar ingin aku ajak bicara."
"Eh? Jadi itu berarti───"
"Maaf, waktunya sudah habis. Sampai nanti."
Futaba-san melepaskan tangannya dari bajuku dan kembali ke ruang OSIS bersama Yui-senpai.
Sepertinya aku sedikit disukai oleh Futaba-san.
Tapi, sepertinya waktu untuk menikmati perasaan senang karena disukai oleh gadis-gadis tidak akan lama.
Aku membawa kunci dan kembali menuju ruang staf.
Sepanjang jalan, aku melewati tempat di mana aku meninggalkan Amahara-sensei, namun dia sudah tidak ada di sana.
"Permisi."
Aku menyapa dan langsung masuk ke ruang staf, dan di tempat duduk biasa, aku melihat Amahara-sensei ada di sana.
Melihatnya dalam keadaan baik-baik saja, aku sedikit merasa lega.
Senang dia bisa bergerak lebih cepat dari yang kukira, sungguh.
"Amahara-sensei... um, apakah kau baik-baik saja?"
"...Hmm? Ah, aku baik-baik saja."
Aku mencoba memeriksa apakah semuanya baik-baik saja setelah kejadian tadi, tetapi ada sesuatu yang aneh.
Entah kenapa, dia terlihat seperti melayang atau seperti sedang mabuk.
"Terima kasih atas kuncinya. Aku sudah selesai dengan urusannya, jadi aku datang untuk mengembalikannya..."
"Ah, begitu ya, terima kasih─!!"
"......?"
Saat aku menyerahkan kunci, tanganku dan tangan Amahara-sensei sedikit bersentuhan.
Saat itu, tubuhnya melompat dengan sangat dramatis.
"Ah, ah... memang sudah diterima. Terima kasih atas kerja kerasmu di Dewan Siswa."
"...Terima kasih. Kalau begitu, aku akan kembali ke pekerjaanku."
"Ya! Semangat!"
Sungguh, ada apa dengan orang ini?
Aku bisa melihat dengan jelas kalau dia sangat gugup.
Mungkin itu karena kejadian tadi, tapi sejujurnya aku telah berbicara kasar padanya sebagai seorang guru, dan aku pikir wajar kalau dia marah padaku, jadi aku merasa agak bingung.
"───Hei, Hanashiro."
"Ya?"
Aku dihentikan dan menoleh.
Amahara-sensei entah kenapa menatapku dengan mata yang sayu.
"Aku, meskipun lebih muda, tidak masalah."
"......Ah, begitu ya."
Aku segera meninggalkan ruang staf.
Tampaknya, demi tampil keren di depan junior, aku telah membangunkan makhluk buas yang luar biasa.