[WN] Dark Knight Story~I was summoned by the Demon Lord to defeat The Hero~ Chapter 10 - Chapter 20 [IND]

 



Translator : Ariel


Proffreader : Ariel


Chapter 11

Love Potion

<Ramuan Cinta>


Istri Galios, Peneloa, sedang menunggu suaminya pulang di rumah.

Peneloa menikah dengan Galios lima tahun yang lalu. Saat itu, Peneloa berusia 22 tahun, dan ini adalah pernikahannya yang ketiga. Dua suami sebelumnya dibunuh oleh monster, sehingga dia mencari suami yang kuat, dan pilihan jatuh pada Galios.

Galios berusia lebih dari sepuluh tahun lebih tua dari Peneloa, tetapi hubungan mereka baik, dan mereka sering pergi berkencan bersama. Namun, hari ini, Galios terlambat pulang karena membantu Rember, adik Peneloa. Oleh karena itu, Peneloa menjaga rumah sendirian.

Malam semakin larut ketika terdengar seseorang masuk di pintu depan.

"Saya pulang, Peneloa-san."

Orang yang masuk adalah Kuro. Dia adalah orang yang pernah menyelamatkan suaminya, Galios. Saat itu, Peneloa sangat takut kehilangan suaminya lagi. Karena telah menyelamatkan Galios, Peneloa pun menyambut Kuro sebagai tamu.

Peneloa teringat saat Kuro membawa suaminya yang berbadan jauh lebih besar di pundaknya. Rember, adiknya, pernah berkata bahwa Kuro mungkin seorang penyihir. Meskipun dia tidak tahu banyak penyihir selain Nimri, Kuro memberikan kesan yang lebih misterius daripada Nimri.

Namun, Kuro tidak tampak seperti orang jahat. Justru, Peneloa merasa tenang saat berada di dekatnya.

"Aku bertemu dengan seorang kenalan dan ingin mengundangnya. Apakah itu tidak apa-apa?"

Kuro berkata sambil menoleh ke belakang. Peneloa awalnya tidak menyadari ada seseorang di sana, sampai ia melihat seorang wanita berjubah. Hal itu mengejutkannya.

"Galios pernah bilang Kuro mungkin akan membawa seorang wanita, tapi ternyata benar..."

Peneloa terkejut karena Kuro tampaknya tidak seperti orang yang akan membawa seorang wanita.

"Bukan begitu, Peneloa-san! Dia hanya orang yang pernah kutemui sebelumnya. Kami hanya kebetulan bertemu lagi hari ini!" Kuro dengan gugup menyangkal, wajahnya memerah.

Peneloa melihat wanita di belakangnya. Meskipun sebagian wajahnya tertutup tudung, dia tampak sangat cantik meski hanya dilihat dari bibirnya. Wanita itu tetap tenang, sementara Kuro terlihat canggung. Peneloa menduga mungkin Kuro memiliki perasaan padanya, dan sepertinya itu hanyalah perasaan sepihak.

Berpikir begitu, Peneloa memutuskan untuk mendukung Kuro.

"Aku hanya bercanda, Kuro. Selamat datang di Kerajaan Rox. Jika Kamu kenalan Kuro, tentu saja Kamu disambut."

Peneloa mengajak mereka masuk, dan keduanya pergi ke paviliun tempat Kuro tinggal selama di Rox.

Saat mereka hendak pergi, Peneloa tiba-tiba memanggil Kuro.

"Ada apa?" tanya Kuro.

"Nanti aku akan membawakan minuman. Apa yang kau suka?"

"Terima kasih, Peneloa-san. Aku akan meminum yang biasa saja."

"Oh, karena kau masih Misenen ya?"

"Benar, aku Misenen."

(TL Note: Misenen=Dibawah Umur :v)

"Lalu, bagaimana dengan tamumu? Apakah dia seorang Misenen juga?"

Kuro berpikir sejenak sebelum menjawab, "Aku serahkan padamu... Sepertinya dia bukan seorang Misenen."

"Baiklah, kebetulan aku baru saja mendapat minuman yang bagus. Aku akan membawakannya."

"Terima kasih, Peneloa-san."

Kuro membungkuk kepadanya. Peneloa selalu berpikir dia benar-benar anak yang sopan. Membuat Peneloa semakin ingin mendukungnya.

Akhirnya, Kuro dan tamunya menuju paviliun.

(Sempurna! Aku baru saja mendapatkan madu mead dari tetangga. Akan kuberikan sedikit pada wanita yang dibawa Kuro.)

Madu mead adalah minuman yang biasa diminum oleh pasangan pengantin baru. Peneloa berdoa dalam hati agar kisah cinta Kuro berjalan dengan baik.


◆ 


“Aku tidak bisa menjadi ksatriamu.”

Ketika mendengar hal itu, Rena merasa sedikit terkejut.

Namun, dia segera bangkit kembali setelah mendengar kata-kata Dark Knight. Rena setuju bahwa seseorang yang dengan mudah mengkhianati Tuannya tidak bisa disebut sebagai ksatria sejati.

Justru karena alasan itulah, Rena menginginkan pria ini. Selain itu, Kehendak Dark Knight sendiri tidak penting baginya.

(Fufufu, meskipun kau tidak mau, kau tetap akan menjadi milikku, Dark Knight.)

Rena meraba botol kecil yang ada di dalam jubahnya. Bukan untuk Chiyuki, tapi dia berniat menggunakan obat ini pada pria itu.

Rena benar-benar terkejut ketika pertama kali bertemu dengan Dark Knight di negara ini. Namun, dia merasa lega karena Dark Knight tampaknya tidak berniat membunuhnya seperti saat pertemuan pertama mereka.

(Tidak ada rasa permusuhan. Tentu saja dia tidak bermaksud membunuhku. Kecantikanku terlalu berharga untuk hilang dari dunia ini.)

Rena tersenyum tipis. 

Tergoda oleh kecantikannya saja membuat pria ini tidak berbeda dengan pria lain di luar sana.

Namun, Dark Knight mungkin adalah pendekar pedang terkuat di dunia ini. Dan gagasan bahwa pria sekuat itu akan menjadi budaknya adalah sesuatu yang sangat menyenangkan bagi Rena.

Juga, sejujurnya, penampilan Dark Knight lebih sesuai dengan selera Rena dibandingkan dengan Reiji.

Rena memutuskan, setelah pria itu menjadi budaknya, dia akan mengenakan kalung leher padanya.

(Dark Knight yang mengenakan kalung leher dan berlutut di hadapanku. Betapa indahnya pemandangan itu. Mungkin saat itu, aku akan mengizinkannya mencium kakiku.)

Ketika Dark Knight bertanya mengapa dia berada di sini, Rena secara spontan berbohong. Tentu saja, Dark Knight tampaknya tidak mempercayainya.

(Jika Aku berhasil menaklukkan Dark Knight di sini, itu adalah Kemenanganku. Aku tidak perlu bergantung pada Reiji dan yang lainnya lagi. Aku bisa langsung menyuruh Dark Knight untuk mengalahkan Modes.)

Untuk mendapatkan kesempatan itu, Rena mengizinkan Dark Knight mendampinginya. 

Mereka pun tiba di tempat tinggal manusia yang menjadi markasnya. Tempat tinggal manusia itu sangat lusuh, tapi Rena menahan diri. Kamar yang tampaknya digunakan oleh Dark Knight untuk tidur sangat kecil, hanya ada satu tempat tidur dan satu meja.

Dark Knight mengambilkan kursi dan menyiapkan tempat duduk untuknya.

(Kursi yang kotor. Tapi, untuk saat ini aku akan menahan diri. Namun, ada sesuatu yang harus aku lakukan sekarang.)

Rena berniat keluar dari kamar untuk melanjutkan rencananya.

“Mau ke mana, Rena?”

Dark Knight bertanya.

“Aku akan segera kembali. Selain itu, tidak seharusnya kau bertanya hal seperti itu kepada seorang wanita.”

Mendengar hal itu, Dark Knight pun terdiam.

(Pria yang mudah dimengerti. Sepertinya Dia lebih mudah diatur dibandingkan Reiji.)

Rena keluar dari kamar dan mulai mencari wanita yang tadi. Karena rumahnya kecil, dia dengan cepat menemukannya.

Dengan tenang, dia mendekati wanita manusia itu tanpa menimbulkan suara. Wanita itu telah menyiapkan dua minuman. Minuman tersebut tampaknya akan disajikan untuk Rena dan Kuroki. 

Rena diam-diam mendekat dan melihat isi cangkir. Salah satunya tampak seperti alkohol, sementara yang lainnya terlihat seperti teh.

(Kenapa berbeda, ya? Tapi jika dipikirkan secara logis, pria lebih suka alkohol, kan?)

Rena mengingat tentang Thors, dewa kekuatan dan perang dari Elios. Thors sangat menyukai alkohol dan bisa minum banyak Gelas besar sekaligus, sedangkan saudara perempuannya, Fanacea, dewi obat-obatan dan ramuan herbal, serta Totona, dewi pengetahuan dan buku, tidak menyukai alkohol.

Ini bukan hanya berlaku bagi mereka saja, tetapi juga di seluruh dunia.

Dengan pemikiran itu, Rena menuangkan banyak ramuan cinta ke dalam minuman beralkohol tersebut. Untuk manusia, satu tetes saja sudah cukup, tetapi karena lawannya adalah Dark Knight, dia menuangkannya dalam jumlah banyak.

(Dengan jumlah ini, bahkan Dark Knight sekalipun akan menjadi budak cintaku. Setelah dia menjadi budakku, aku akan memanfaatkannya sebaik mungkin. Bersiaplah Dark Knight.)

*(TL Note: Cewe Tolol :v) 

Setelah menuangkan ramuan tersebut, Rena kembali ke ruangan tempat Dark Knight menunggu. Meskipun Dark Knight tampak sedikit curiga, Rena merasa itu tidak akan menjadi masalah.

Kemudian, Rena meraba kalung yang dikenakannya. Kalung yang dapat menipu mata seorang bijak.

Perhiasan sihir ini, ketika diaktifkan, akan menumpulkan indera siapa pun dalam jarak tertentu dan menghalangi segala kemampuan deteksi.

Rena menggunakan alat ini karena ramuan sihir tersebut mengandung energi magis, sehingga mungkin terdeteksi melalui kemampuan Deteksi sihir dan bisa ketahuan bahwa ada ramuan Magis di dalamnya.

Chiyuki memiliki kemampuan deteksi sihir yang sangat kuat, jadi Rena sudah mempersiapkan kalung ini sebelumnya. 

Masalahnya, kalung ini juga akan menumpulkan indera penggunanya, jadi tidak bisa digunakan dengan sembarangan.

Tak lama kemudian, wanita itu datang membawa minuman.

“Terima kasih, Peneloa-san,” kata Dark Knight sambil memberi salam.

Wanita itu meletakkan minuman di depan Rena dan Dark Knight yang telah duduk di tempat masing-masing.

“Selamat menikmati.”

Wanita itu kemudian pergi, tampak seolah-olah sedang menikmati sesuatu. Rena sedikit curiga. Namun, Dia merasa tidak perlu memikirkannya. 

Dia melepaskan tudungnya, dengan sengaja mengumbar kecantikannya didepan Dark Knight. Rena lalu meraba kalungnya dan diam-diam mengaktifkan sihirnya.

Setelah itu, dia mengambil cangkir di depannya dan mengarahkannya ke Dark Knight.

“Dark Knight, banyak hal telah terjadi antara kita, tapi kalau bisa, aku ingin kita berhubungan baik. Ngomong-ngomong, apakah kau tahu tentang ‘kanpai’? Ini adalah semacam upacara yang dilakukan untuk mempererat hubungan...”

Rena mengulangi pengetahuan yang dia dapatkan dari Reiji dan yang lainnya. Dia tidak benar-benar tahu apa makna di balik kanpai itu. Yang dia tahu ini semacam upacara yang dilakukan untuk mempererat hubungan.

Caranya sederhana: cangkir diangkat bersama, lalu minuman di dalamnya diminum.

Dengan ini, seharusnya dia bisa membuatnya minum.

“Kanpai? Oh, aku tahu. Itu yang dilakukan saat minum bersama, kan?”

Rena merasa heran mengapa Dark Knight tahu tentang kanpai. Namun, dia kemudian berpikir mungkin Reiji dan yang lainnya telah menyebarkan kebiasaan tersebut.

“Oh, begitu. Kalau kau sudah tahu, itu sangat membantu. Mari kita lakukan kanpai dan menjadi lebih akrab.”

“Yah, baiklah...”

Dark Knight berkata demikian sambil mengulurkan cangkirnya. Rena juga mengulurkan cangkir yang dipegangnya.

“Kanpai.”

Cawan mereka bertemu, dan keduanya menempelkan bibir pada cawan masing-masing.

Rena menyesap minuman dari cawannya sambil mengamati reaksi Dark Knight. Suara kecil dari tenggorokan Dark Knight menandakan bahwa ia telah menelan minuman dari cawannya.

(Aku Menang! Sekarang, Dark Knight. Lihat aku!)

Dengan pikiran itu, Rena meneguk minuman dicangkirnya sekali lagi. Meskipun tidak sebagus anggur dari Elios, anggur manusia juga terasa cukup enak. Mungkin karena ini adalah anggur kemenangan.

Dark Knight menatap Rena.

(Fufu, dengan ini kau akan menjadi budakku. Entah kenapa ini mulai terasa menyenangkan.)

Rena merasa sedikit terganggu, sepertinya ada sesuatu yang Dia lewatkan. Dia juga merasa ada yang aneh pada tubuhnya. Tetapi ketika dia melihat Dark Knight, hal itu terasa tidak penting lagi.

*(TL Note: Rena ga sadar kalo yang dia minum Anggur Mead, seharusnya teh herbal. Wkwk :v) 

(Dark Knight... Atau, bukankah nama Aslinya Kuroki? Kuroki, nama yang bagus...)

Ketika Rena memikirkan nama Kuroki dalam hatinya, dadanya terasa hangat.

“Fufu.”

Rena tanpa sadar tersenyum.

Dia bisa merasakan tatapan panas dari Kuroki yang menatapnya.

“Kuroki.”

Rena memanggil nama itu sambil menarik wajah Kuroki mendekat.


◆ 


(Situasi ini buruk. Aku sama sekali tidak mengerti tujuan Rena.)

Kuroki merasa bingung dengan situasi ini.

Semuanya berjalan sesuai irama Rena.

Hari sudah menjelang sore, tetapi dia belum menemukan jawabannya. Namun, Kuroki tidak bisa mengabaikan Rena begitu saja karena ada kemungkinan dia akan membahayakan Shirone dan yang lainnya.

Sebenarnya, Kuroki bahkan tidak mengerti mengapa Rena ada di tempat ini bersama Reiji dan Shirone. Tidak diragukan lagi bahwa Rena sedang merencanakan sesuatu. Tetapi Kuroki tidak bisa memahaminya.

Bagi Kuroki, yang hampir tidak pernah berbicara dengan wanita, situasi ini terlalu sulit untuk dihadapi.

(Banyak hal yang tidak kumengerti.)

Kuroki merasa tidak enak jika harus berpisah dengan Rena begitu saja, jadi dia memutuskan untuk mengajaknya makan malam. Tak disangka, Rena menyetujuinya.

Namun, restoran yang menyediakan makanan penuh sesak, sehingga tidak memungkinkan membawa Rena ke sana. Akhirnya, Kuroki memutuskan untuk meminta bantuan Peneloa.

“Kanpai.”

Kuroki dan Rena bersulang dengan minuman yang dibawakan oleh Peneloa. Cawan mereka bertemu, dan keduanya menempelkan bibir pada cawan masing-masing.

Kuroki mendengar suara kecil dari tenggorokan Rena saat ia menelan minumannya. Rena saat ini telah membuka tudungnya, sehingga wajah cantiknya terlihat jelas.

(Sejujurnya, dia sangat cantik. Mungkin yang paling cantik dari semua wanita yang pernah kutemui. Tak pernah kuduga bisa berdua saja dengan wanita secantik ini.)

Alih-alih merasa senang, Kuroki justru merasakan ketidaknyamanan.

(Mungkin Reiji, yang lebih berpengalaman, akan bisa mengatasi situasi ini dengan baik.)

Pikiran itu melintas di benaknya.

Rena menatap Kuroki dengan senyum menggoda.

(Ugh! Wajah itu tidak adil!)

Meskipun sihir pesona ada, tapi Kuroki merasa bahwa Rena bisa memikat seseorang tanpa perlu menggunakan sihir semacam itu.

Rena menatap Kuroki dengan mata basah. Iris matanya tampak berkilauan. 

“Kuroki.”

Rena tiba-tiba memanggil namanya.

(Apa!? Bagaimana dia tahu namaku!?)

Namun, sebelum Kuroki sempat mempertanyakan hal itu, Rena sudah menarik wajahnya mendekat.

Wajah cantik Rena kini berada tepat di depan Kuroki.

(Apa yang terjadi? Kepalaku mulai pusing.)

Lalu, bibir merah ranum milik Rena menyentuh bibir Kuroki.

Kuroki merasakan rasa alkohol yang masuk ke dalam mulutnya. Alkohol yang Rena minum.

(Ah, tidak... Aku tidak bisa berpikir jernih...)

Di dalam kepalanya, Kuroki merasakan seolah-olah ada sesuatu yang lepas. Sudah bukan pikirannya lagi yang mengendalikan tubuhnya saat itu. 


Chapter 12

In The Shadow of The Story

<Dalam Bayang-bayang Cerita>


Luculus berjalan mondar-mandir di koridor Vila.

Luculus adalah kapten unit ketiga Ksatria Kuil dari Kuil Dewi Alrena, yang berada di Republik Suci Lenaria.

Alasan mengapa Luculus berada di Kerajaan Rox yang jauh dari Lenaria adalah untuk melindungi pahlawan yang dicintai oleh dewi yang dia kagumi.

Tempat di mana dia berada sekarang adalah vila pahlawan itu.

"Apa yang sedang dilakukan Hylos!?"

Luculus berteriak.

Dia langsung menutup mulut dengan tangannya setelah menyadari kesalahannya.

Karena tempat ini adalah vila sang pahlawan.

Berteriak dengan suara keras di sini adalah sesuatu yang tidak seharusnya dilakukan.

"Ada apa, Lord Luculus?"

Seorang wanita yang mendengar suara Luculus mendekat.

"Oh, ada Chiyuki-sama."

Luculus menundukkan kepalanya, kemudian mengangkat wajahnya dan melihat wanita itu.

Seorang gadis yang sangat cantik.

Black Haired Sage, Chiyuki.

Itulah nama gadis ini.

Sekilas, dia tampak seperti gadis biasa. Namun, gadis ini memiliki kekuatan magis yang tidak bisa ditandingi oleh para penyihir di Republik Suci Lenaria.

Luculus berpikir bahkan di Akademi Saria yang berada di barat, sedikit sekali penyihir yang dapat menyaingi gadis ini.

Gadis yang disebut sebagai penyihir berambut hitam itu tampak sangat menawan, dengan rambut panjangnya yang basah seolah baru saja selesai mandi.

"Sebenarnya, orang-orang yang saya kirim untuk pencarian di kota masih belum kembali," kata Luculus.

"Pencarian... Ah, itu adalah permintaan kami, ya. Maaf telah merepotkan Anda, Lord Luculus," jawab gadis itu sambil menundukkan kepalanya.

Luculus merasa sedikit bingung dengan sikap rendah hati gadis itu.

"Tidak, ini adalah kewajiban saya sebagai ksatria kuil," jawabnya dengan tegak.

Para pahlawan tampaknya sedang mencari seseorang, dan Luculus serta para ksatria kuil yang ia pimpin membantu mereka dalam pencarian tersebut.

Orang yang sedang dicari tersebut tampaknya menggunakan kemampuan untuk menyembunyikan diri, itulah sebabnya Luculus mengirim salah satu bawahannya, Hylos.

Ksatria Kuil Hylos, selain memiliki keahlian bertarung yang luar biasa, juga dilahirkan dengan kemampuan bawaan untuk mematahkan ilusi dan melihat melalui penyamaran.

Meskipun dia tidak bisa menembus ilusi yang diciptakan oleh Fairy Dancer (Sasaki Rino), Hylos tetap mampu melihat melalui ilusi yang sangat canggih.

Karena itulah Luculus mengirim Hylos untuk pencarian ini.

Namun, itu ternyata menjadi sebuah kesalahan.

Meskipun kemampuannya termasuk yang tertinggi di antara ksatria kuil, perilaku Hylos sangat buruk dan sering menimbulkan masalah.

Dia adalah keponakan Bowen, komandan ksatria kuil yang merupakan penyelamat Luculus, dan karena kemampuan luar biasanya, banyak dari perilaku buruknya dibiarkan begitu saja. Namun, hal itu sepertinya sudah mencapai batasnya.

Dan orang-orang yang pergi mencari bersama Hylos juga memiliki perilaku yang buruk.

Kebanyakan dari mereka, seperti Hylos, berasal dari kalangan bangsawan dan sejak awal adalah teman-teman Hylos.

(Mengapa hanya anak-anak bermasalah yang menjadi bawahan saya!? Kapten Bowen, jangan hanya membebankan semua kesulitan pada saya!)

Luculus mengeluh kepada orang baik yang jauh di sana.

Waktu di mana seharusnya Hylos dan yang lainnya kembali sudah lama berlalu. Mereka pernah melakukan tindakan buruk terhadap wanita saat bertugas di masa lalu, dan Luculus berpikir bahwa kali ini pun sama.

Mungkin ada sesuatu yang terjadi, tapi seharusnya mereka membunyikan peluit darurat jika ada masalah. Jika mereka bahkan tidak bisa melakukan itu, mereka tidak layak menjadi ksatria kuil.

Meski ingin mencari mereka, Luculus tidak bisa mengurangi jumlah pengawal lebih dari ini.

Hal itu membuat Luculus merasa kesal.

"Saya ingin menghukum mereka setelah mereka kembali."

"Tidak, ini adalah permintaan sepihak dari kami. Mohon selesaikan dengan cara yang lebih damai."

Black Haired Sage, Chiyuki, membela Hylos.

Gadis berambut hitam ini ditakuti karena kemampuannya menggunakan sihir yang kuat, tetapi Luculus baru-baru ini mengetahui bahwa sebenarnya dia memiliki hati yang lembut.

"Lebih dari itu, Lord Luculus. Apakah Anda tahu ke mana Reiji pergi?"

"Sang Pahlawan? Terakhir kali saya melihatnya, beliau mengurung diri di kamarnya dan mengatakan agar tak seorang pun masuk. Apakah beliau tidak ada?"

Sebenarnya, Pahlawan juga merupakan salah satu yang harus dilindungi, tetapi jika sang Pahlawan ingin menghilang, tidak ada yang bisa Luculus dan yang lainnya lakukan.

Gadis di hadapan Luculus memahami hal itu, jadi dia tidak menyalahkan mereka.

"Sungguh, ke mana dia pergi?"

Setelah berkata demikian, gadis yang disebut sebagai Sage Berambut Hitam itu menghela napas.



Pahlawan Reiji sedang tidur di atas ranjang bersama seorang wanita.

Wanita itu adalah Putri Almina dari negara ini.

Di dunia ini pun, Reiji menjalin hubungan dengan banyak wanita. Namun, dia tidak menjalin hubungan dengan sembarang orang; pada dasarnya, dia hanya melakukannya ketika wanita yang memintanya.

Tentu saja, terkadang dia yang mengajak lebih dulu, tetapi dia tidak pernah memaksa.

Karena itu, dia tidak memiliki hubungan romantis dengan Chiyuki atau Shirone.

Chiyuki yang berpikiran bersih, menolaknya dengan tegas, sementara Shirone tidak menanggapi ajakan Reiji, dan belum ada kesempatan baginya untuk mengajaknya lagi.

Namun, meskipun ada beberapa wanita yang tidak terlibat dengannya, banyak wanita tertarik pada Reiji karena ketampanannya, dan dia tidak pernah kekurangan pasangan.

Almina adalah salah satu wanita tersebut.

Di masa lalu, Almina hampir menjadi korban Striges, makhluk yang membawa bencana ke negara ini. Reiji menyelamatkannya dari nasib tersebut.

Almina berterima kasih kepada Reiji dan jatuh cinta padanya.

"Reiji-sama..."

Di atas ranjang, Almina menyandarkan wajahnya ke dada orang yang dicintainya. 

Di dadanya terdapat bekas luka buruk yang membentang dari bahu kanan hingga ke pinggang kiri, membentuk garis panjang. Luka ini tidak ada ketika terakhir kali Almina bertemu dengannya.

Almina merasa benci kepada ksatria kegelapan yang telah melukai Reiji, yang dikenal sebagai Pahlawan Cahaya.

Dia telah mendengar bahkan sihir penyembuhan Sahoko, yang disebut sebagai Saintess, tidak mampu menghilangkan bekas luka yang ditinggalkan oleh ksatria kegelapan itu.

"Luka yang mengerikan, bagaimana bisa Dia melakukan ini pada seseorang yang dicintai oleh Dewi. Pasti Dewi Rena akan memberikan hukuman kepada orang itu."

*(TL Note: iya, hukuman diatas ranjang. wkwk :v) 

Saat Almina mengatakan itu, Reiji tersenyum dan menggelengkan kepalanya.

"Itu tidak baik. Yang harus mengalahkannya adalah aku. Bagaimanapun, aku dipanggil ke sini untuk menolong Rena. Meskipun sebelumnya aku gagal, kali ini aku pasti akan mengalahkannya."

Reiji menjawab sambil tersenyum lebar.

*(TL Note: Kocak nih badut, wkwk :v) 

"Seperti yang diharapkan dari Reiji-sama. Mendengar kata-kata itu pasti membuat Dewi senang."

Setelah mengatakan itu, Almina mulai berpikir.

(Apakah Dewi juga pernah dipeluk seperti ini?)

Almina belum pernah bertemu dengan Dewi, tetapi dia mendengar bahwa Dewi Rena terkadang turun ke Republik Suci Lenaria, tempat suci-Nya.

Dan Almina menduga bahwa Dewi mungkin juga datang menemui Reiji.

Pria yang tidur bersamanya ini adalah Pahlawan yang dicintai oleh Dewi Rena yang cantik.

Meskipun pikirannya sombong, Almina merasa seolah-olah dia juga menjadi Dewi saat berada di sisi Reiji.

Ketika Reiji bangkit dari tempat tidur, tubuhnya yang tak berbalut sehelai kain pun terlihat jelas. Tubuh yang ramping dan tanpa lemak berlebihan, tinggi dan tegap.

Melihat tubuh itu, Almina menghela napas.

(Betapa indahnya tubuh itu, aku ingin terus melihatnya...)

Namun, semua akan segera berakhir. Selain Dewi Rena, ada banyak wanita yang lebih cantik dari Almina di sekitar Reiji. Bersamanya hanyalah momen yang singkat.

Memikirkan hal itu membuat dada Almina terasa sesak. Saat dia menyentuh perutnya, dia masih bisa merasakan bekas sentuhan Reiji.

Dia ingin lebih dicintai lagi, tetapi dia tahu bahwa hal itu tidak akan terjadi.

"Apakah Anda akan pergi?"

"Ya, aku harus segera kembali."

Mendengar kata-kata Reiji, Almina membayangkan Chiyuki, Sage berambut hitam. Dia mendengar bahwa Chiyuki, meskipun cantik, adalah seseorang yang menakutkan.

(Jika hubungan ku dengan Reiji-sama ketahuan, aku pasti tidak akan selamat. Bagaimanapun, dia adalah orang yang bisa dengan mudah menghancurkan tembok benteng yang kokoh dengan kekuatan sihirnya. Aku mungkin akan diubah menjadi batu oleh sihirnya yang kuat.)

Memikirkan hal itu membuat rasa takut mulai muncul di hati Almina. Namun, meskipun demikian, dia tetap ingin berada di sisi Reiji-sama.

"Begitu ya..."

Almina berkata dengan nada sedih.

Dia berharap bisa meninggalkan sedikit kenangan dalam ingatan Reiji.

Namun, harapannya sia-sia saat Reiji mulai mengenakan pakaiannya.

"Oh iya, Almina. Serahkan masalah itu padaku," kata Reiji.

Reiji tersenyum saat melihat Almina.

Masalah yang dimaksud adalah insiden munculnya zombie yang terjadi tadi malam. Dikatakan bahwa mungkin ada sisa-sisa Striges, makhluk yang pernah menyerang negeri ini.

Karena Striges adalah makhluk yang sangat kuat, mereka memutuskan untuk meminta bantuan kekuatan Reiji. Ini juga merupakan permintaan dari teman masa kecilnya, Rember.

"Striges, ya... Tak kusangka masih ada yang selamat. Aku berjanji akan mengalahkannya, Almina. Aku bersumpah demi dirimu."

Mendengar itu, membuat Almina merasa yakin dan percaya pada Reiji. Dia menganggap kata-kata Reiji dapat diandalkan.



 Ksatria kuil Hylos dibawa ke sebuah rumah sederhana di pinggiran distrik lampu merah.

Di dalam rumah, aroma ramuan herbal memenuhi udara, hampir membuat hidungnya mati rasa.

"Kalau begitu, kami serahkan mereka padamu, Orua. Kami akan memberi tahu kediaman Pahlawan tentang masalah ini."

"Ya, serahkan saja padaku."

Hylos mendengar percakapan itu dari atas papan tempat ia berbaring.

Tubuhnya tak bisa bergerak.

Saat ia menoleh ke samping, ia melihat rekan-rekan ksatria kuilnya juga dibawa ke tempat ini dengan cara yang sama, di atas papan.

Terdengar suara para pria yang telah membawa mereka meninggalkan rumah.

(Mengapa semua ini bisa terjadi?)

Hylos merasa ingin menangis. Ia menyesal tidak segera membunyikan peluit alarm.

(Tapi, siapa sebenarnya pria yang kutemui di gang itu?)

Meski tidak bermaksud menyombongkan diri, Hylos adalah salah satu ksatria kuil terbaik. Dalam pertarungan satu lawan satu, ia bahkan tidak akan kalah dari atasannya, Luculus.

Namun, pria itu mengalahkan Hylos dengan kecepatan yang tak terlihat oleh mata.

Sekilas, pria itu tampak seperti pria lemah lembut, tapi gerakannya jelas tidak biasa.

Hylos bahkan tidak bisa memberikan perlawanan.

Masalahnya adalah setelah itu.

Hylos tidak tahu teknik apa yang digunakan pria tersebut, tetapi tubuhnya menjadi lumpuh, tidak bisa bergerak, dan mulutnya juga tidak bisa bicara. 

Yang ia rasakan hanyalah rasa sakit tumpul yang menjalar di seluruh tubuhnya.

Kemudian, Hylos dan para ksatria lainnya yang tak bisa bergerak ditemukan oleh orang yang kebetulan lewat, dan dibawa ke rumah tabib Orua, yang tinggal di dekat distrik lampu merah.

(Ini semua salah Sang Pahlawan! Kalau saja dia tidak menunjukkan Sahoko-sama dalam keadaan seperti itu!)

Hylos teringat salah satu wanita dalam kelompok Sang Pahlawan yang ia sukai.

(Sahoko-sama begitu cantik. Aku tak pernah menduga bahwa wanita yang begitu suci dan anggun akan mengenakan pakaian seperti itu.)

Bayangan tersebut tak bisa ia lupakan. Bahkan hingga sekarang, jika Hylos menutup mata, ia masih bisa membayangkannya dengan jelas.

Dan, dia merasa iri pada Sang Pahlawan yang dicintai oleh sang wanita suci. Hanya berada di dekat Sahoko-sama sudah cukup untuk menyembuhkan hatinya.

(Aku berharap bukan tabib ini yang menyembuhkanku, tapi Sahoko-sama.)

Penyembuhan yang diberikan oleh sang White Saint dapat menyembuhkan luka apa pun. Hylos berfantasi tentang tangan putih lembutnya menyentuh tubuhnya dan menyembuhkannya.

(Tapi, siapa sebenarnya pria itu? Mungkin dia adalah orang yang dicari oleh Sahoko-sama dan yang lain. Aku harus melaporkannya…)

Saat Hylos tenggelam dalam pikirannya, wanita pemilik rumah itu mendekat.

“Kukuku, bagaimana rasanya tubuhmu sekarang?”

Hylos menoleh, menatap wanita itu dari posisi berbaringnya. Dia hanya bisa melihat sekilas dari sudut pandang lehernya yang terbaring.

Wanita itu berpakaian serba hitam.

Dia mengenakan jubah hitam dengan tudung hitam dan menutupi matanya dengan kain tipis. Karena sebagian besar wajahnya tertutup, Hylos tak bisa melihat rupa wanita itu dengan jelas, namun dari suaranya, Hylos tahu wanita itu sudah cukup tua.

Dari percakapan pria-pria yang membawa mereka, Hylos mendengar bahwa penglihatan wanita ini sangat buruk, dan dia tak bisa hidup di tempat yang terang. Karena itu, jendela-jendela rumah ini tertutup, dan satu-satunya cahaya di dalam ruangan berasal dari sinar matahari sore yang masuk sedikit melalui celah-celah jendela.

“Kalian adalah ksatria yang melindungi Sang Pahlawan, kan? Kukuku… Aku beruntung. Mangsa datang dengan sendirinya ke sini.”

Hylos merasa ada sesuatu yang aneh dalam kata-kata itu.

(Mangsa? Apa maksudnya?)

Dari sikap wanita itu, Hylos merasakan ada sesuatu yang sangat salah. Dan ketika wanita itu melepaskan kain yang menutupi matanya, Hylos terkejut.

Itu bukan mata manusia.

Mata wanita itu bulat, dengan bagian yang seharusnya putih kini berwarna kuning, dan di tengahnya ada pupil hitam. Mata yang berkilauan itu menyerupai mata burung hantu, bukan mata manusia.

Saat itulah Hylos menyadari bahwa wanita itu bukanlah manusia.

"Ugh..."

Para ksatria kuil, termasuk Hylos, mengerang saat melihat mata tersebut.

“Kalian semua akan menjadi alat-alatku,” kata wanita itu sambil tertawa. Dari mulutnya terlihat taring panjang.

“Kalian telah membunuh putriku yang tercinta. Kini aku akan menghancurkan negeri ini dan Sang Pahlawan untuk membalas dendam.”

Wanita itu tertawa.

Namun, para ksatria, termasuk Hylos, hanya bisa mengerang tanpa daya.


Chapter 13

On Festival Night

<Pada Malam Festival>


Saat Reiji kembali, hari sudah benar-benar larut. Matahari telah terbenam sejak lama.

Persiapan makan malam sudah selesai, dan Chiyuki serta yang lainnya sedang menunggu Reiji.

"Jadi, ada yang selamat dari Striges, ya..."

Chiyuki menatap Reiji dengan tatapan sedingin mungkin.

Namun, meskipun dipandang dengan tatapan seperti itu, wajah Reiji tetap tenang. Reiji tidak peduli dengan perasaan buruk orang lain. Chiyuki tahu itu, tetapi dia berharap Reiji sedikit memperdulikannya.

“Ya, tadi malam, gerombolan goblin dan orc yang telah berubah menjadi zombie muncul di luar tembok kastil. Sepertinya ada yang selamat dari Striges, bukan begitu?”

Striges adalah makhluk sihir dengan penampilan gabungan antara burung hantu dan wanita manusia. Chiyuki dan yang lainnya seharusnya sudah memusnahkan makhluk tersebut sebulan yang lalu.

Pada saat itu, Nao menggunakan kemampuan deteksinya untuk memeriksa apakah ada yang selamat di menara tempat Striges tinggal, tetapi tidak ditemukan jejak mereka. Saat ini, hanya makhluk undead yang diciptakan oleh Striges untuk pertahanan menara, yang seharusnya masih tersisa di menara tersebut.

(Apakah undead itu yang keluar?)

Chiyuki mempertimbangkan kemungkinan tersebut. Namun, undead seharusnya tidak bisa bergerak tanpa perintah dari tuannya. Jika begitu, mungkin Striges yang tidak ada di menara waktu itu, atau mereka menghindari deteksi Nao dengan cara tertentu.

Tentu saja, itu jika Striges memang pelakunya. Dari cara Reiji berbicara, Chiyuki menyimpulkan bahwa mereka belum yakin apakah Striges benar pelakunya.

“Lalu, apa yang akan kamu lakukan?”

“Ya, demi negara ini, aku akan mengalahkan Striges,” jawab Reiji sambil tersenyum.

“Hmm, demi negara ini ya... Jadi, Putri Almina yang memintamu melakukan ini?”

Reiji mengangguk.

(Saat kami sedang mandi, Reiji kabarnya pergi melihat festival bersama Putri Almina. Apa yang sebenarnya mereka lakukan?)

Ternyata, saat itulah Reiji diminta untuk menyelesaikan kasus zombie. Namun, Chiyuki merasa itu hanya alasan. Jika hanya ingin melihat festival, tidak perlu menghilang begitu saja. Pasti ada sesuatu yang lebih mencurigakan, dan Chiyuki sudah bisa membayangkan apa itu. Inilah alasan dia menatap Reiji dengan dingin.

Di dunia asalnya, Reiji memang populer di kalangan wanita, tetapi di dunia ini, popularitasnya bahkan lebih tinggi. Bagaimanapun, orang-orang di dunia ini hidup dalam ketakutan akan ancaman monster. Reiji, yang membasmi monster-monster tersebut, dianggap sebagai pahlawan. Banyak yang telah ia selamatkan.

Namun, Chiyuki merasa Reiji sepertinya hanya menyelamatkan wanita saja. Dan kemudian, dia menjadi akrab dengan mereka. Akibatnya, banyak pria yang patah hati karena wanita yang mereka sukai direbut oleh Reiji. Namun, Chiyuki merasa tak ada gunanya membahas itu sekarang, jadi dia kembali ke topik utama.

“Tapi, meski begitu, di mana sebenarnya Striges berada?”

“Entahlah,” jawab Reiji sambil mengangkat kedua tangannya, menunjukkan bahwa dia tidak tahu.

“Astaga...”

Chiyuki menekan dahinya dengan jari telunjuk. Kasus sebelumnya jelas-jelas melibatkan Striges sebagai pelaku, dan mereka tahu di mana tempat tinggal Striges. Tapi kali ini, mereka bahkan tidak tahu apakah Striges benar pelakunya.

“Astaga... kalau kita bahkan tidak tahu siapa pelakunya, bagaimana kita bisa mengalahkannya?” Chiyuki mengeluh.

(Dia mengambil permintaan Putri begitu saja, benar-benar membuatku kesal. Meski ini memang tipikal tindakan seorang pahlawan, seharusnya dia mulai dari mencari pelaku dulu. Apalagi dengan masalah, dia benar-benar harus lebih hati-hati!)

Jika Dark Knight muncul saat mereka mencari Striges, akan sangat sulit untuk menangani keduanya. Itu membuat Chiyuki khawatir.

“Yah, kita akan mencari jalan keluarnya,” Reiji tertawa santai. Chiyuki menatapnya dengan mata yang setengah kesal.

“Reiji, kamu yang setuju melakukannya, seharusnya lebih serius, dong.”

“Aku selalu serius, kok,” jawab Reiji dengan tenang. Jujur saja, dia tidak terlihat serius sama sekali.

“Kalau memang serius, kenapa aku tidak merasakan kamu berusaha mencari pelakunya?”

Namun, Reiji tampak terkejut.

“Mencari?”

Chiyuki terkejut dengan jawaban itu.

“Kamu tidak mau mencarinya?”

Reiji mengangguk.

“Kenapa tidak?” tanya Chiyuki. 

“Karena pada akhirnya, mereka akan muncul dengan sendirinya. Mereka sedang menciptakan zombie, bukan? Saat mereka bergerak, kita tinggal bertindak.”

Mendengar ini, Chiyuki merasa masuk akal.

“Benar juga...,” dia mengakui dengan sedikit kekaguman.

Mereka mungkin tidak tahu apakah Striges yang menciptakan zombie, tetapi siapapun pelakunya pasti akan membuat kekacauan lagi. Alih-alih mencari-cari, mungkin menunggu pelaku muncul sendiri adalah langkah yang lebih tepat. Seperti memancing ikan, kamu tinggal menunggu umpan ditangkap.

(Jawaban yang sangat khas dari Reiji.)

Reiji memang tidak suka melakukan pekerjaan membosankan seperti mencari atau mengumpulkan informasi. Dia tidak pernah berpikir untuk menghentikan masalah sebelum terjadi, selalu bertindak setelah kejadian. Namun, saat dia bergerak, dia melakukannya dengan sangat cepat.

Masalahnya adalah, karena dia hanya bertindak setelah kejadian terjadi, korban mungkin sudah berjatuhan. Alih-alih mencegah kejadian, dia menyelesaikan masalah setelahnya. Dalam beberapa hal, ini bisa dianggap sebagai tindakan seorang pahlawan. Bagaimanapun, cara itu membuatnya lebih sering dipuji oleh orang-orang.

*(TL Note: f**k you, hero)

“Begitulah, mari kita bersantai dulu sampai saatnya tiba,” kata Reiji.

Chiyuki berpikir, mungkin memang begitu. Dia menghela nafas.

“Hei, Chiyuki-san. Mungkinkah Striges masih ada di menara itu...?” tiba-tiba Shirone menyela.

Menara yang dimaksud Shirone adalah tempat tinggal Striges sebelumnya.

“Mungkin saja mereka masih di sana, tapi...”

“Kalau begitu, kenapa tidak kita periksa menara itu?”

“Yah, memang sebaiknya diperiksa...” Chiyuki menjawab dengan ragu-ragu.

“Itu merepotkan... Kalau aku bisa menghancurkan seluruh menaranya, itu akan jadi cerita yang berbeda,” kata Reiji dengan sikap berlebihan.

Dengan kekuatan Reiji, menghancurkan menara itu memang tidak sulit, tapi itu terlalu sembrono.

“Reiji, kalau kamu menghancurkannya, kita tidak akan tahu apakah Striges ada di sana atau tidak. Kita harus memeriksanya dengan benar.”

Jika menara dihancurkan, tidak akan ada cara untuk memastikan apakah masalahnya sudah selesai atau belum. Chiyuki menolak ide itu. Jika harus dilakukan, lebih baik mereka memeriksa menara dengan benar.

Namun, menara itu tampaknya memiliki bagian dalam yang berbentuk labirin, jadi menyelidikinya akan merepotkan. Ditambah lagi, ada zombie dan makhluk undead berkeliaran di sana, jadi itu bukan tempat yang menyenangkan untuk dikunjungi.

Sebenarnya, alasan Chiyuki tidak mendesak untuk memeriksa menara adalah karena dia tidak ingin terlibat dengan tempat berbahaya seperti itu. Selain itu, ada kemungkinan mereka memeriksa menara dan ternyata tidak ada hubungannya dengan kasus ini. Itu akan sangat merepotkan.

Chiyuki sedikit menyesal tidak menghancurkan menara itu saat mereka pertama kali datang ke sana.

“Besok, bagaimana kalau aku pergi ke menara itu?”

“Shirone? Kamu yang pergi? Kalau mau menyelidiki, sebaiknya Nao yang pergi,” jawab Chiyuki.

Shirone tidak terlalu ahli dalam melakukan penyelidikan. Jika ada yang harus memeriksa, Nao adalah pilihan yang lebih baik. Chiyuki menoleh ke arah Nao.

Namun, Nao menggelengkan kepalanya seakan tidak mau pergi.

“Aku hanya ingin melihat-lihat sebentar. Selain itu, aku merasa ingin mengayunkan pedangku...”

“Ah, begitu...,” Chiyuki mengingat bahwa Shirone sempat terpuruk setelah kalah dari Dark Knight dan tidak bisa kembali ke dunia asal mereka. Mungkin dia ingin menghilangkan stres.

“Baiklah, kalau begitu aku rasa itu tidak masalah.”

“Ya, kalau itu bisa membuat Shirone merasa lebih baik, aku setuju,” kata Reiji sambil mengangguk, diikuti oleh teman-temannya yang lain.

“Kalau begitu, aku serahkan padamu, Shirone-san. Mungkin tidak akan ada bahaya, tapi kalau kamu merasa ada yang berbahaya, segera kabur, oke?”

“Benar, kalau ada masalah, panggil aku saja, Shirone. Aku akan langsung datang untuk membantumu,” kata Reiji sambil menepuk dadanya.

Reiji tidak bisa menggunakan sihir teleportasi biasa yang bisa digunakan Chiyuki, tetapi dia bisa menggunakan sihir teleportasi pelacak. Sihir ini memungkinkan pengguna untuk berpindah ke tempat orang yang dituju.

Perbedaan utama dari sihir teleportasi biasa adalah sihir ini hanya bisa digunakan oleh satu orang, dan jika orang yang dituju melawan (menolak), teleportasi tidak akan berhasil. Reiji telah beberapa kali menyelamatkan teman-temannya dari bahaya dengan sihir ini.

Satu-satunya pengecualian adalah ketika Dark Knight menyerang Kuil Rena. Saat itu, tampaknya ada penghalang dimensi di dalam kuil yang menghalangi sihir teleportasi, sehingga Reiji tidak bisa datang untuk menyelamatkan Shirone.

Namun, selama tidak ada penghalang dimensi, Reiji bisa datang untuk menyelamatkan Shirone, tidak peduli seberapa jauh jaraknya.

“Ya, aku mengerti,” jawab Shirone.

Shirone tersenyum menjawab kata-kata Chiyuki dan Reiji.

“Hei, sudah selesai belum ngobrolnya?”

Saat ketiganya melihat ke arah Rino, dia terlihat kesal.

“Benar, makanannya keburu dingin, lho!!” seru Rino.

Di depan mereka, makanan sudah tertata rapi di meja makan, hasil dari kerja keras Sahoko dan juru masak Kerajaan Rox.

“Benar juga, sayang kalau masakan yang sudah dibuat oleh Sahoko-san jadi dingin. Ayo kita makan,” kata Chiyuki.

Rino dan Nao tampak senang mendengarnya.

(Pada akhirnya, apa yang dilakukan Reiji tadi tetap tidak jelas. Tapi, seperti biasa, selalu seperti ini.)

Chiyuki dan yang lainnya bersulang. Itu menandai dimulainya sebuah pesta kecil.


◆ 


Rember dan Almina berjalan bersama di Jalan Utama Kerajaan Rox.

“Ada apa, Almina?”

Bagi Rember, sejak tadi, sikap Almina aneh.

“Tidak apa-apa... Hanya saja, aku sedikit lelah.”

“Begitu, pasti sulit bagi Tuan Putri menemani Sang Pahlawan.”

Menurut yang didengar Rember, Almina baru saja selesai mengunjungi festival bersama Pahlawan Reiji. Ia baru saja dibebaskan beberapa saat yang lalu. Wajar saja kalau dia lelah.

(Pahlawan itu mungkin sedang berpesta bersama para istrinya saat ini.)

Tentu saja, Almina tidak ikut serta dalam pesta itu. Dia sendiri yang mengatakan bahwa dia tidak mungkin bisa bergabung di antara orang-orang yang begitu cantik.

Memikirkan itu, memang wajar saja. Dikelilingi oleh orang-orang secantik itu, siapa yang akan tertarik pada Almina?

Hal itu membuat Rember merasa lega.

“Oh, bukankah ini Rember?”

Saat mereka berjalan, pasangan Galios muncul.

“Senpai dan Peneloa-Oneesan. Kalian juga sedang menonton festival?”

“Ya. Kami tak bisa terus tinggal di rumah…”

“Benar, kita akan mengganggu,” kata Peneloa sambil tersenyum.

Ada sesuatu yang terjadi, ya?

“Ngomong-ngomong, Rember, bagaimana dengan masalah itu?”

Yang dimaksud masalah itu adalah insiden penyerangan terhadap para ksatria kuil.

Sore ini, lima ksatria kuil ditemukan tergeletak di gang di jalan barat. Penemu pertama kabarnya seseorang yang punya catatan kriminal, jadi ia menghindari penjaga dan langsung melapor ke Galios.

Galios dan kelompoknya segera membawa mereka ke tabib terdekat, Orua. Setelah itu, mereka melapor ke markas ksatria dan juga ke Vila Kediaman Pahlawan.

Galios tampaknya ingin tahu kabar para kesatria itu. .

“Tidak ada yang istimewa. Kami mengantarkan mereka ke Vila Sang Pahlawan, dan selesai.”

“Begitu ya. Tapi, siapa yang menjatuhkan masih jadi misteri.”

Galios mengusap dagunya sambil berpikir.

Rember juga penasaran. Ksatria Kuil dari Republik Suci Lenaria terkenal tangguh. Masing-masing dari mereka adalah ahli seni bela diri, dan banyak dari mereka juga bisa menggunakan sihir. Ksatria kuil memang sekuat itu. Bahkan jika Rember dan Galios bergabung, mereka tidak akan bisa mengalahkan satu ksatria kuil.

Orang yang mampu menjatuhkan ksatria-ksatria ini ada di negara ini. Wajar saja kalau mereka penasaran.

“Memang, ini sangat mengkhawatirkan... Tapi terus memikirkannya juga tidak akan ada gunanya, kan?”

“Benar juga,” kata Galios sambil tertawa.

Apa yang bisa mereka lakukan menghadapi seseorang yang bahkan ksatria kuil pun tidak mampu kalahkan?

Lagipula, sepertinya pelaku yang menyerang ksatria kuil itu tidak terlalu berbahaya. Para ksatria kuil yang ditemukan hanya menderita luka ringan, tidak ada yang terluka parah atau kehilangan nyawa, dan tidak ada barang yang dicuri.

Mereka hanya dipukuli saja. Bahkan, goblin yang menyerang untuk membunuh lebih berbahaya daripada ini. Meskipun Rember penasaran, dia hanya bisa melakukan apa yang mampu dilakukannya.

Kemudian, Rember berpisah dengan Galios dan Peneloa.

“Ayo kita pergi, Tuan Putri.”

“Baik, Rember.”

Rember dan Almina pun melanjutkan berjalan.

(Tapi, siapa sebenarnya pelakunya?)

Rember teringat kepada seorang Maid yang ia temui saat membawa para ksatria kuil ke rumah Sang Pahlawan. Maid itu bernama Kaya, pelayan dari adiknya Pahlawan. Kaya adalah wanita cantik yang hampir tidak pernah menunjukkan ekspresi, sampai-sampai Rember pernah bertanya-tanya apakah dia memakai topeng.

Namun, ketika Kaya melihat luka-luka para ksatria kuil, wajahnya sedikit berubah. Mungkin dia tahu sesuatu tentang pelakunya, pikir Rember.

(Meskipun aku penasaran, lebih baik aku tidak memikirkannya sekarang. Saat ini, lebih baik menikmati festival bersama Tuan Putri.)

Rember dan Almina terus berjalan menikmati malam festival.


Chapter 14

Evening Party

<Pesta Malam>


"Reiji-kun, kau minum alkohol lagi!!"

Chiyuki untuk kesekian kalinya memberikan peringatan yang sama. Reiji sudah mulai minum. Dan sepertinya itu adalah minuman keras dengan kadar alkohol yang tinggi.

“Sudahlah, Chiyuki. Wah! Ini enak sekali, ini yang baru, ya?”

“Iya, aku membuatnya sesuai selera Rei-kun,” jawab Sahoko dengan ceria.

Reiji dan Sahoko terlihat menikmati percakapan mereka. Sepertinya Reiji tidak mendengarkan perkataan Chiyuki sama sekali. Masakan Sahoko memang enak. Dengan menggunakan saus ikan yang terbuat dari ikan mirip sarden di dunia ini, dia bisa membuat hidangan bergaya Jepang.

Sahoko tampaknya telah membuat makanan kesukaan Reiji dengan saus ikan itu.

“Sudahlah, Chiyuki-san. Reiji-kun pasti baik-baik saja meskipun minum banyak.”

Shirone mencoba menghibur Chiyuki. Namun, dari nafas Shirone tercium sedikit aroma alkohol.

Chiyuki ingin menegur, "Kamu juga minum, ya?"

Seperti yang dikatakan Shirone, Reiji tidak akan mabuk, tidak peduli seberapa banyak dia minum. Bahkan di dunia asalnya, tubuh Reiji memang memiliki kemampuan fisik yang luar biasa. Setelah datang ke dunia ini, kemampuannya menjadi semakin luar biasa—bukan hanya sekadar peminum tangguh.

Sebenarnya, sejak datang ke dunia ini, tubuh Chiyuki dan teman-temannya mengalami perubahan. Mereka tidak akan terkena keracunan alkohol, tidak peduli seberapa banyak mereka minum. Jika Reiji minum sebanyak ini di dunia asalnya, dia pasti tidak akan selamat.

Bukan hanya alkohol, tapi juga makanan. Di dunia ini, tidak peduli seberapa banyak mereka makan, mereka tidak akan gemuk. Luka mereka juga sembuh dengan cepat, kulit mereka bersinar, dan kondisi tubuh mereka sangat baik.

Sejak datang ke dunia ini, Chiyuki dan teman-temannya menjadi semakin cantik. Menurut Rena, mereka memiliki kekuatan setara dengan para dewa, dan jika itu benar, mungkin mereka juga menjadi awet muda. Mempertimbangkan hal ini, mungkin Chiyuki terlalu khawatir. Di bawah usia tertentu, minum alkohol dilarang karena tubuh belum sepenuhnya berkembang dan alkohol bisa berbahaya. Namun, jika tidak ada dampak pada tubuh, mungkin tidak masalah untuk minum.

Di negara-negara selain Jepang, usia mereka mungkin sudah diperbolehkan untuk minum.

Tentu saja, ada pengecualian. Misalnya, Kyouka tidak bisa minum alkohol, sama seperti di dunia asalnya. Meskipun mereka saudara kandung, tubuh mereka bereaksi sangat berbeda. Chiyuki menduga bahwa perubahan pada tubuh mereka juga berbeda-beda.

Seperti halnya kemampuan mereka yang berbeda, perubahan pada tubuh mereka juga sedikit bervariasi.

Kyouka tampaknya sedang memikirkan sesuatu. Chiyuki merasakan ada yang aneh. Setelah diperhatikan lebih saksama, Kaya tidak ada di sana.

Kaya tidak pernah makan bersama mereka. Dia selalu makan sendiri setelah semua orang selesai. Namun, meskipun tidak makan, biasanya dia selalu berada di dekat Kyouka. Tapi sekarang, dia tidak ada di sana. Ke mana dia pergi?

Chiyuki merasa penasaran.

“Hei, Kyoka-san. Di mana Kaya-san?”

Chiyuki bertanya kepada Kyouka.

“Kaya sedang berada di tempat para ksatria kuil yang baru saja dibawa masuk ke vila.”

“Ah, itu ya”

Chiyuki mengingat kembali ksatria kuil yang dikhawatirkan oleh Luculus, mereka ditemukan terkapar sore ini. Tampaknya mereka telah diserang oleh seseorang. Para Ksatria kuil yang terluka tidak dapat bergerak atau berbicara dan baru saja dibawa ke sini. Kaya tampaknya pergi untuk bertanya siapa yang menyerang mereka.

Saat mereka berbicara, Kaya kembali.

“Kaya-san, bagaimana? Ada yang kau ketahui?”

Chiyuki bertanya, dan Kaya menatap ke arahnya. Seperti biasa, wajah Kaya tanpa ekspresi, sulit dibaca.

“Ya, tampaknya orang yang kita cari ada di negara ini.”

Semua orang menatap Kaya mendengar kata-kata itu.

“Maksudmu apa, Kaya?”

“Dari luka-luka yang mereka alami, tampaknya orang yang mengalahkan para ksatria kuil itu sangatlah terampil. Mungkin aku pun tidak bisa mengalahkannya.”

Kaya menjelaskan. Para ksatria kuil dipelintir tubuhnya, tetapi tidak sampai mati. Kontrol kekuatan yang tepat itu bahkan sulit dilakukan oleh Kaya. Tubuh mereka menderita, tetapi tidak mengalami luka yang serius, dan salah satu ksatria segera bisa bergerak lagi setelah diberikan sihir pemulihan.

“Jika orang itu bisa melakukan hal seperti itu, kemungkinan besar dia adalah orang yang kita cari selama ini.”

Kata Kaya, membuat Chiyuki dan yang lainnya saling berpandangan.

“Eh, jadi orang yang kita bicarakan ini adalah orang yang menyentuh payudara Kyouka-san, kan...”

Rino bertanya, dan Kaya mengangguk.

“Kemungkinan besar, ya.”

“Kalau dipikir-pikir, dia pasti mengikuti kita...”

Shirone memegang kepalanya, sementara Chiyuki juga merasa pusing.

“Tampaknya rencana cosplay kita berhasil...”

“Ya, benar... Tak kusangka rencana itu benar-benar efektif...”

Chiyuki pun terkejut.

Tampaknya, seorang mesum telah dipanggil ke dunia ini. Dan dia setara dengan Kaya dalam hal kemampuan.

“Apa yang akan kita lakukan?”

Kaya bertanya.

“Tentu saja... besok kita akan mencarinya...”

“Eh...”

Saat Chiyuki mengatakan itu, Rino mengeluarkan suara tidak puas.

“Aku juga tidak mau bertemu dengan orang mesum seperti itu. Tapi kita harus menemukan cara untuk kembali ke dunia asal kita, kan?”

“Um... aku akan pergi ke menara besok, jadi tidak perlu ikut mencari, kan?”

Shirone berkata dengan hati-hati.

Sejujurnya, terlihat seperti dia ingin melarikan diri, tetapi meskipun pencarian orang mesum itu penting, tingkat urgensinya rendah. Lagipula, Chiyuki berpikir bahwa hasilnya tidak akan berubah meskipun Shirone yang kurang ahli dalam pencarian tidak ikut.

“Yah, tak ada pilihan lain...”

“Ah, curang!!”

“Shirone-san, curang! Kalau begitu aku juga mau pergi ke menara!!”

Rino dan Nao mengeluh.

“Sudah, jangan melarikan diri. Tidak ada jaminan kita akan menemukannya besok. Mulai lusa, Shirone juga akan bergabung dalam pencarian, jadi tidak akan ada banyak perbedaan.”

Mereka sudah mencari di seluruh Republik Suci Lenaria namun tidak berhasil menemukannya. Sepertinya mereka harus siap menghadapi perburuan yang panjang. Tapi kali ini, orang mesum itu telah dipastikan berada di dekat Chiyuki dan yang lainnya, jadi ini adalah kemajuan yang cukup besar.

“Tenang saja, Rino, Nao. Kalau dia muncul, aku yang akan mengalahkannya.”

Reiji tersenyum penuh percaya diri.

“Reiji-san...”

“Reiji-senpai...”

Kata-kata itu membuat Rino dan Nao terharu.

Sejujurnya, tujuan mereka bukan untuk mengalahkan orang mesum itu, tapi apakah Reiji benar-benar mengerti?

Chiyuki merasa ragu.

“Ngomong-ngomong, Kaya-san. Apakah para ksatria kuil itu tidak melihat wajah orang mesum itu?”

Chiyuki bertanya kepada Kaya, dan wajah Kaya yang biasanya tanpa ekspresi tampak sedikit suram.

“Tampaknya mereka terkena sihir pengendalian pikiran.”

Kata-kata Kaya membuat mereka sedikit terkejut.

Sihir pengendalian pikiran bisa berupa sihir penghapusan ingatan, manipulasi memori, atau sihir penguasaan pikiran. Di antara semua itu, sihir penghapusan ingatan adalah yang paling mudah, sedangkan sihir penguasaan pikiran adalah yang paling sulit.

“Apakah ingatan mereka dihapus?”

Kaya mengangguk.

Apakah orang mesum itu menghapus ingatan para ksatria kuil setelah mengalahkan mereka?

“Tampaknya begitu, Chiyuki-sama. Para ksatria kuil yang dikalahkan sekarang sudah bisa bergerak lagi, tetapi mereka sepertinya tidak ingat apa yang mereka lakukan sepanjang hari ini.”

Kaya menjelaskan dengan wajah cemas.

“Hmm, mungkin itu sihir penghapusan ingatan... Tapi sihir manipulasi memori atau penguasaan pikiran juga bisa menyebabkan gejala yang sama, jadi sulit untuk memastikan.”

Sihir manipulasi memori dan penguasaan pikiran jauh lebih sulit dibandingkan dengan sihir penghapusan ingatan yang relatif sederhana. Jika perbedaan kekuatan sihir antara pengguna dan target tidak besar, sihir itu bisa gagal dan menyebabkan kekacauan dalam ingatan target.

Karena itu, hanya kehilangan ingatan saja tidak bisa memastikan jenis sihir apa yang digunakan. Namun, jika sihir penghapusan ingatan yang digunakan, mungkin ksatria kuil itu telah melihat wajah pelakunya. Chiyuki berpikir untuk mencoba mendapatkan informasi itu.

“Mungkin kita harus meminta bantuan Rino...”

Chiyuki melihat ke arah Rino.

Rino bisa menggunakan sihir Mind Dive yang memungkinkannya menyelami pikiran seseorang. Dengan masuk jauh ke dalam pikiran, bahkan hal-hal yang sudah terlupakan oleh target bisa ditemukan.

“Eh, aku nggak mau... Aku nggak suka menggunakan sihir itu.”

Namun, Rino menunjukkan wajah tidak senang.

Menyadari Rino tidak tertarik, Chiyuki pun menyerah pada ide itu. Sepertinya Rino tidak terlalu menyukai para ksatria kuil yang telah dikalahkan. Ini berarti sihir Mind Dive tidak akan efektif.

Sihir Mind Dive sangat bergantung pada kondisi mental pengguna. Jika pengguna tidak menyukai target, sulit untuk masuk jauh ke dalam pikirannya. Rino, khususnya, sangat dipengaruhi oleh faktor ini.

Dengan begitu, mereka tidak akan bisa mengintip ingatan tentang orang mesum itu.

“Kalau Rino-san tidak mau, ya sudahlah. Kita harus mencari petunjuk dengan cara biasa.”

Meskipun metode itu paling efektif, jika Rino menolak, tak ada yang bisa dilakukan, pikir Chiyuki.

(Tapi, siapa sebenarnya orang mesum itu? Kenapa dia bersembunyi? Dan di mana dia sekarang, apa yang sedang dia lakukan?)

Tanpa jawaban, malam Chiyuki dan teman-temannya pun berlanjut.


*(TL Note: Dia sedang sibuk dengan Dewi Chiyuki, diatas Ranjang. Wkwk :v) 


Chapter 15

After Party

<Setelah Pesta>


Malam berakhir dan pagi tiba.

Rena terbangun.

Seseorang berada di atas tubuhnya.

Orang yang berada di atasnya adalah seorang pria berambut hitam.

Dark Knight, Kuroki.

Itulah namanya.

Dan Rena menyadari bahwa mereka berdua sama-sama telanjang.

“Hmm... Kuroki... Kenapa?”

Rena terkejut dan bingung, ingatannya tentang malam sebelumnya terasa samar.

Namun, perlahan, sedikit demi sedikit ingatannya kembali.

(Bohong... Tidak mungkin!? Apa itu benar-benar terjadi!?)

Rena ingin menganggap semua itu hanya mimpi, namun rasa tidak nyaman di tubuh bagian bawahnya membawanya kembali pada kenyataan.

(Aku, yang terlahir sebagai seorang Dewi yang tak seorang pun bisa sentuh, bagaimana bisa mengalami hal seperti ini!?)

Rena melihat ke arah Kuroki yang berada di atasnya.

Kuroki tidur dengan ekspresi bahagia.

Melihat wajah tidur itu, Rena merasakan campuran antara kekesalan dan perasaan sayang.

(Apakah efek obat itu masih tersisa? Tidak, bukan itu... Apakah perasaan ini nyata? Tidak mungkin... Tapi yang lebih penting, aku harus segera membangunkannya.)

Rena mengguncang tubuh Kuroki, kemudian menampar pipinya.

“Bangun, Kuroki!!”

“Hah?”

Dengan suara linglung, Kuroki terbangun.

Sepertinya pikirannya masih tumpul karena baru bangun tidur.

Tiba-tiba, Rena menarik wajah Kuroki lebih dekat.

“Lihat ke mataku, Kuroki!!”

“Ah!? Ba-baik!!”

Dalam keadaan bingung, Kuroki menatap mata Rena seperti yang diperintahkan.

Di sana, ada sepasang mata yang bersinar indah.

Mata itu bersinar, dan cahayanya seolah masuk ke tubuh Kuroki, menjalar ke seluruh tubuhnya.

(Apakah ini... sihir penghapusan ingatan?)

Kuroki menyadari bahwa Rena sedang mencoba melemparkan semacam sihir padanya, tapi dia tidak bisa melawan.

“LUUUU PAAA KAAAAAN... SEMUANYAAAAAA...!!!”

Rena berteriak keras.

Kuroki tidak bisa melawan dan menerima sihir itu.

“HUUAAAAAAAAAAH!!!..... HUUUAAAAAAA!!!..... HUAAA!!... AAAAAAAAAAHHHHHHHH!!!..... ”

Kuroki mendengar Rena menangis dengan keras dan sepertinya sedang melakukan sesuatu, tetapi dia sudah tidak mampu melakukan apa-apa lagi.

Kesadarannya perlahan kembali pudar, dan Kuroki terlelap sekali lagi. 


◆ Black Haired Sage, Chiyuki


Chiyuki menyambut tamu yang tak biasa di pagi hari pertama.

Di hadapannya, ada seseorang dengan sayap.

Orang ini adalah yang disebut sebagai malaikat.

Adalah hal yang langka bagi bangsa malaikat untuk turun ke bumi. Benar-benar tamu yang jarang datang.

Chiyuki dibangunkan oleh malaikat ini, saat dia masih tertidur.

“Maaf sudah membangunkanmu di pagi hari, Chiyuki.”

Nada bicara malaikat itu tidak terdengar benar-benar menyesal.

Malaikat adalah makhluk yang indah dengan sayap yang menawan, namun mereka memiliki sifat sombong dan cenderung memandang rendah manusia. Hal ini membuat Chiyuki tidak begitu menyukai mereka.

“Yah, tidak apa-apa... Ada apa, Nier?”

Sebenarnya, Chiyuki masih merasa ngantuk, namun karena ini urusan mendesak, dia terpaksa melayani malaikat tersebut.

Nier adalah malaikat wanita yang menjabat sebagai kapten pasukan Valkyrie yang melayani Rena. Mereka pernah bertemu sekali di masa lalu.

Sejak pertemuan itu, Chiyuki tidak pernah bertemu Nier lagi, sampai pagi ini saat Nier tiba-tiba membangunkannya.

(Apa yang sebenarnya terjadi?)

Terdengar suara keributan dari luar mansion ini. Rupanya, kedatangan malaikat telah menarik perhatian orang-orang.

Chiyuki berharap Nier memiliki kemampuan untuk bertindak lebih diam-diam, agar tidak menimbulkan keributan seperti ini. Ini sungguh membuat suasana jadi berisik.

“Apakah Rena-sama tidak ada di sini?” Nier bertanya dengan nada menuntut.

“Eh, kenapa Rena?”

“Sebenarnya, sejak tadi malam kami tidak bisa menghubungi Rena-sama. Seharusnya dia datang ke sini, tetapi...”

Nier menjawab dengan nada cemas.

“Rena? Dia tidak datang ke sini.”

Ketika Chiyuki menjawab, wajah Nier menjadi pucat.

“Jangan-jangan terjadi sesuatu pada Rena-sama...”

Nier mulai gemetar.

(Sepertinya dia membayangkan hal yang buruk. Ayolah, dia bukan anak kecil. Jangan terlalu berlebihan hanya karena semalam tidak ada kabar.)

Chiyuki mulai merasa kesal karena dibangunkan pagi-pagi.

“Kita harus segera mencarinya!!!”

“Umm... Nier...”

Saat Chiyuki mencoba menenangkan Nier yang panik, dia merasakan kekuatan sihir yang kuat datang dari luar.

Ketika melihat ke luar jendela, ada benda bercahaya di langit yang mendung. Benda bercahaya itu melesat dengan cepat ke arah Elios. 

“Itu Rena-sama!!”

Nier berteriak. 

“Wah! Kami akan mengejar Rena-sama! Chiyuki! Urusan lainnya aku serahkan padamu!”

Setelah mengatakan itu, Nier melompat keluar dari jendela dan terbang mengejar benda bercahaya itu.

“Apa sebenarnya yang terjadi?”

Chiyuki yang ditinggalkan sendirian di ruangan hanya bisa mengernyitkan dahi.


◆ Dark Knight Kuroki


Malam berakhir dan pagi telah tiba.

Kuroki terbangun.

(Aneh? Kenapa pipi kiri ku terasa sakit?)

Karena tidak ada cermin, Kuroki tidak menyadari bahwa pipi kirinya memerah membentuk pola daun maple.

(Kenapa aku tidur di tempat seperti ini? Gaya tidurku parah sekali!)

Kuroki ternyata tidur di lantai. Dia mencoba mengingat apa yang terjadi tadi malam.

“Apa yang terjadi tadi malam?”

Dia tidak bisa mengingat apapun.

“Benar. Rena tiba-tiba menciumku... Eh, setelah itu... aku tidak ingat apa-apa...”

Kuroki teringat wajah cantik Rena mendekat padanya. Mengingat itu, dia menggeliat.

(Apakah aku diberi obat tidur saat dicium? Dan apakah dia mencoba melakukan sesuatu saat aku tertidur?)

Kuroki berusaha mengingatnya, tetapi tidak bisa.

(Tidak tahu kenapa, tapi wajah Rena terus terbayang di pikiranku. Apa yang sebenarnya terjadi?)

Kuroki baru menyadari bahwa Rena sudah tidak ada.

“Aaaaghh, Aku tidak mengerti!!! Apa yang sebenarnya terjadi!!!?”

Kuroki memegangi kepalanya dan berguling-guling di lantai. Saat berguling, sesuatu mengenai tubuhnya.

“Hm?”

Dia melihat sebuah botol kecil tergeletak di lantai.

“Apa ini?”

Botol kecil itu kosong, isinya tumpah ke lantai.

(Apakah ini milik Rena?)

Isinya tampak seperti ramuan sihir, tetapi karena semuanya sudah tumpah, Kuroki tidak tahu ramuan apa itu.

(Apakah ini mungkin menjadi petunjuk tentang apa yang Rena coba lakukan?)

Dia mulai mencari petunjuk lainnya. Dia memandangi kamar, yang ternyata sangat kotor.

“Gawat... Entah apa yang terjadi, tapi aku harus bersih-bersih...”

Saat Kuroki hendak membersihkan seprai tempat tidur dengan sihir, dua benda jatuh dari seprai. Salah satunya adalah sepotong kain.

Dia melihat kain itu, yang sangat kecil.

Kain itu mengingatkannya pada sesuatu.

“Aku akan menyimpannya... Ya, begitulah.”

Entah kenapa, nalurinya mengatakan demikian. Benda lain yang jatuh adalah logam.

Kuroki mengambilnya.

Itu adalah sebuah perhiasan dengan batu permata hitam di tengahnya.

“Ini kalung?”

Kuroki berpikir bahwa ini mungkin petunjuk lain, jadi dia memutuskan untuk menyimpan kalung itu juga.


*(TL Note: Sepotong kain berbentuk segitiga :v) 




Chapter 16

Striges Tower 1

<Menara Striges 1>


“Sepertinya kau bersenang-senang tadi malam.”

Saat Kuroki keluar dari ruangannya dan tiba di rumah Gallios, itulah hal pertama yang dikatakan padanya.

(Hah? Apa maksudnya?)

Karena jujur saja, Kuroki tidak mengingat apapun, jadi dia tidak bisa membalas ucapan itu.

(Sebenarnya, apa yang terjadi tadi malam?)

Kuroki tidak memahami apa tujuan Rena. Seharusnya, dalam situasi seperti ini, dia harus segera melarikan diri. 

... Seharusnya begitu, tapi entah mengapa, semuanya terasa baik-baik saja. 

Ini karena tidak ada pergerakan dari Reiji dan kelompoknya terhadap Kuroki. Sama sekali tidak ada. 

Ketika Kuroki bangun di pagi hari, dia merasa bingung dalam waktu yang cukup lama. Meskipun seharusnya dia segera melarikan diri, dia malah menghabiskan waktu membersihkan kamar yang telah dia kotorin. 

Saat dia akhirnya menyadari bahwa dia harus melarikan diri, sudah cukup banyak waktu berlalu.

Kamar itu sekarang terlihat sangat bersih.

(Aku sepertinya terlalu bersemangat saat membersihkan. Seprai ini jadi lembut meski tanpa pelembut kain. Sungguh, apa yang sedang aku lakukan...)

Meskipun waktu telah berlalu, tidak ada yang terjadi. Tidak ada tanda-tanda serangan ke kamar itu.

(Apakah Rena tidak berniat melakukan apa-apa? Atau mungkin Rena tidak memberitahu Reiji tentang diriku? Atau mungkin dia sudah memberitahu, tetapi Reiji menganggap diriku tidak penting, sehingga tidak ada yang perlu dilakukan?)

Kuroki berpikir keras, tetapi tidak menemukan kesimpulan. Dia merasa skenario terakhir adalah yang paling mungkin. Meskipun hal itu membuatnya kesal, dia tetap tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi.

“Kuro, di mana wanita itu?”

Gallios, sambil tersenyum penuh arti, bertanya tentang Rena.

“Saat aku bangun, dia sudah tidak ada...”

Kuroki menjawab dengan jujur.

(Aku sendiri ingin tahu ke mana perginya Rena)

Gallios terkejut mendengar jawaban Kuroki.

“Aneh, kalau ada yang lewat seharusnya aku menyadarinya...”

Kemungkinan besar Rena telah menggunakan sihir terbang untuk meninggalkan tempat itu. Mungkin dia pergi ke tempat Reiji dan kelompoknya. 

Gallios juga tampak bingung, tetapi tidak ada yang bisa dilakukan jika tidak ada informasi yang jelas.

“Lalu, Kuro, kau sebaiknya melihat dirimu di cermin. Wajahmu benar-benar luar biasa sekarang,” ujar Gallios sambil tertawa.

“Hah?”

Kuroki, mengikuti saran Gallios, pergi ke kamar mandi untuk melihat cermin. Cermin di dunia ini terbuat dari logam yang dipoles, jadi pantulannya tidak terlalu jelas, tetapi cukup baik untuk melihat wajahnya. 

Ada bekas tamparan di wajahnya, dan banyak tanda merah lainnya.

“Tanda ini... bekas apa ya...?”

Meskipun begitu, Kuroki merasa dia harus mencuci wajahnya. Dia mengambil air dari wadah besar dan mulai mencuci wajahnya.

“Susah sekali hilangnya...”

Tanda-tanda merah itu tidak mudah hilang, seolah terkena kutukan. Meski begitu, Kuroki merasa tanda-tanda itu mungkin akan hilang seiring waktu, tetapi untuk hari ini, mungkin lebih baik dia menutupi wajahnya.

“Gallios-senpai! Apakah Kuro-dono ada di sini?”

Tiba-tiba, sebuah suara lantang terdengar.

(Itu suara Lord Rember. Ada apa ya?)

Kuroki menuju ruang tamu, dan di sana dia melihat Rember.

“Senpai! Kuro-dono! Tolong bantu kami!”

Setelah mengatakan itu, Rember menundukkan kepalanya.


◆ 


Shirone memandang ke langit dan mendapati langit mendung.

Berjalan di luar tembok kastil sepertinya tidak akan menyenangkan.

(Tapi, yah, setidaknya hari ini aku tidak perlu memakai baju zirah yang memalukan itu, jadi aku tidak boleh mengeluh.)

Teman-teman pahlawan, kecuali Shirone, sedang mencari pelaku penyimpangan.

(Akan sangat bagus jika kita menemukan cara untuk kembali... Tapi sejujurnya, selain Chiyuki-san, tidak ada yang benar-benar ingin pulang.)

Shirone merenungkan hal itu.

(Lalu, bagaimana dengan aku?)

Shirone tidak sepenuhnya mengerti perasaannya sendiri. Bersama dengan semua orang adalah hal yang menyenangkan. Jadi, ada sebagian dari dirinya yang merasa lega karena mereka belum bisa kembali. 

Dia senang karena masih bisa bersama mereka semua. Namun, bukan berarti dia tidak ingin pulang. Kembali ke dunia asal adalah hal yang benar, dan ada orang-orang yang ingin dia temui di sana. 

Itulah sebabnya dia tidak bisa memaafkan Dark Knight yang menjadi penyebab mereka terjebak di dunia ini. Shirone merasa kesal karena dia kalah dari orang itu.

Dan mungkin, dia akan bertarung lagi melawan Dark Knight itu. Sebelum pertarungan itu terjadi, dia ingin menggerakkan tubuhnya sedikit. Untuk mengusir perasaan bingungnya, Shirone memutuskan untuk pergi ke menara. Dia menarik napas dalam dan bersiap.

Seseorang mendekat. Itu adalah Rember, seorang ksatria dari negara ini.

Hari ini, Shirone memang berencana pergi ke Menara Striges bersama Rember.

"Shirone-sama, semuanya sudah siap," lapor Rember.

Shirone menoleh. Di dekat gerbang luar tembok kastil, ada sekelompok orang bersenjata lengkap. Mereka adalah para relawan yang datang dari Kerajaan Rox untuk membantu penyelidikan menara. Karena Shirone tidak memiliki keterampilan deteksi, Chiyuki meminta Kerajaan Rox mengirim bantuan. Tentu saja, kerajaan menyetujui permintaan itu, karena merekalah yang paling terdampak oleh Striges.

Jumlah yang dikirim adalah 12 orang. Karena Nao tidak bisa ikut, jumlah orang ini diharapkan dapat menutupi kekurangannya.

Shirone menunduk sedikit ke arah mereka.

"Terima kasih atas bantuan kalian hari ini."

Saat Shirone memberi salam, anggota kelompok itu juga menunduk. Shirone melihat satu per satu anggota kelompok.

Pertama, pemimpin resmi dari kelompok ini, Rember. Dia berasal dari keluarga ksatria turun-temurun di Kerajaan Rox, dan dia sendiri adalah seorang ksatria dengan posisi yang cukup tinggi di kerajaan.

Berikutnya adalah pemimpin praktis mereka, Galios. Dia dulunya seorang ksatria, tetapi sekarang bekerja sebagai pejuang independen. Meskipun ini keputusan mendadak, Galios mampu mengumpulkan banyak orang, dan Shirone mendengar itu berkat keahliannya.

Lalu, ada Stor, seorang ranger. Dia adalah ranger terbaik di negara ini, dan bekerja sama dengan Gallios untuk membasmi monster-monster di hutan.

Nimri, seorang penyihir dari Kerajaan Rox, adalah penasihat taktis kelompok ini. Penampilannya sangat mirip dengan penyihir biasa yang sering ditemui.

Selain itu, ada delapan pejuang independen dalam kelompok tersebut, namun Shirone merasa sulit untuk mengingat semuanya. Dia memutuskan untuk hanya mengingat empat tokoh utama.

Total ada 13 anggota dalam tim investigasi menara ini, termasuk Shirone.

“Baiklah, mari kita berangkat,” kata Shirone, menyebabkan sedikit keributan di antara para anggota.

“Um, Shirone-sama... bolehkah saya bertanya sesuatu?” 

Stor, sang ranger, muncul dari barisan.

“Ada apa?”

“Perjalanan ke menara akan memakan waktu lebih dari setengah hari. Apakah kita akan berkemah di dekat menara? Kami tidak mempersiapkan apapun...”

Storl bertanya dengan nada khawatir.

“Oh, tidak perlu khawatir. Aku akan menggunakan sihir transportasi.”

Ketika Shirone menjelaskan, anggota kelompok saling bertukar pandang. 

Meskipun tidak sehebat Rino, Shirone dapat menggunakan sihir roh angin. Ada sihir yang memungkinkan semua orang bergerak dengan kecepatan yang sama dengan orang di barisan depan, menggunakan kekuatan roh angin.

Jika Shirone memimpin, mereka seharusnya bisa mencapai menara dalam waktu 30 menit.

Setelah penjelasannya, semua anggota masih terlihat sedikit ragu, tetapi Shirone merasa enggan untuk memberikan penjelasan lebih lanjut.

“Baiklah, kita berangkat!” 

Shirone mengaktifkan sihir anginnya, dan mereka mulai bergerak.


Chapter 17

Striges Tower 2

<Menara Striges 2>


Dengan menggunakan sihir angin, Shirone dan yang lainnya tiba di Menara Striges.

"Eh? Kenapa kalian semua?"

Ketika Shirone melihat ke belakang, hampir semua orang berlutut di tanah. Beberapa bahkan tergeletak tak berdaya.

"Haa... ha... sepertinya... Kami tidak sanggup... mengikuti kecepatan itu..."

Rember berkata sambil terengah-engah. Galios yang berada di belakangnya juga tampak kelelahan.

"Astaga. Maaf, sepertinya aku terlalu cepat."

Shirone meminta maaf.

(Aku harus lebih memperhatikan ini. Chiyuki-san juga pernah memperingatkanku tentang hal ini.)

Shirone mengingat kata-kata Chiyuki.

"Kau harus lebih memperhatikan orang lain. Manusia di dunia ini jauh lebih lemah daripada kita."

Itulah kata-kata Chiyuki. Shirone dan yang lainnya memang jauh lebih kuat dibandingkan manusia di dunia ini. Oleh karena itu, beberapa orang tidak bisa mengikuti sihir Shirone. Shirone merasa dirinya kurang berhati-hati dan menyesalinya.

(Hah?)

Saat itu Shirone menyadari ada seseorang yang tampak baik-baik saja. Salah satu prajurit bebas yang namanya tak diingatnya. Orang itu menutupi wajahnya dengan kain, tetapi tampak tidak terpengaruh dan sedang merawat Nimri yang ada di sampingnya.

(Wah, ternyata ada juga yang kuat. Nanti aku harus menanyakan namanya lagi. Tapi untuk saat ini, aku ingin melanjutkan perjalanan. Biar dia yang mengurus perawatan, aku akan maju dulu.)

Shirone memutuskan demikian.

"Mau bagaimana lagi. Kalian istirahat saja di sini, aku akan maju dulu."

Setelah menyerahkan perawatan kepada orang tersebut, Shirone mendekati gerbang menara. Gerbangnya tertutup, sama seperti saat dia datang sebelumnya.

"Eh? Apa mungkin ini sebuah penghalang...?"

Shirone merasakan adanya sesuatu yang berbeda dari kunjungannya terakhirnya, seperti ada kekuatan sihir yang terasa di tempat itu

Sepertinya ada penghalang yang menghalangi kemampuan deteksi. Mungkin Chiyuki akan bisa memahami lebih jelas, tetapi Shirone tidak dapat memastikan dengan pasti. Selain itu, orang yang memasang penghalang tersebut tampaknya memiliki kekuatan kegelapan yang sangat kuat.

"Apakah dia benar-benar ada di sini?"

Kalau begitu, ini terlalu jelas. Namun, saat bertemu Striges sebelumnya, Shirone tidak merasakan kekuatan sihir yang sekuat ini.

"Apa yang akan Anda lakukan, Shirone-sama?"

Rember, yang masih terhuyung-huyung, datang menghampiri. Tampaknya dia memaksakan diri untuk mengikuti Shirone karena tidak bisa membiarkannya pergi sendirian.

"Tentu saja aku akan masuk. Waktu itu aku masuk dari udara, tapi hari ini karena kalian ada di sini, kita akan masuk dari depan."

Sebenarnya, sebelumnya Shirone dan yang lainnya hanya masuk ke bagian teratas menara, yaitu tempat tinggal Striges. Menurut deteksi Nao, tidak ada tanda-tanda kehidupan, hanya keberadaan undead, sehingga mereka mengira telah mengalahkan Striges dan kembali tanpa menyelidiki lebih jauh.

Karena itu, kemungkinan besar masih ada undead dan jebakan untuk mengusir penyusup di dalam menara.

(Tapi, karena kami di sini untuk menjelajah, seharusnya kami menyelidiki bagian menara yang belum dilihat, yaitu dari tempat tinggal Striges ke bawah. Dan karena tidak ada yang bisa terbang, kita harus masuk melalui gerbang utama.)

Tidak ada yang tahu apa yang ada di dalam.

Namun, Shirone yakin dia akan mengetahuinya setelah masuk.

"Aku bisa sendiri, jadi jika kalian merasa dalam bahaya, segera lari."

Shirone memperhatikan keselamatan Rember dan yang lainnya. Sejujurnya, dia tidak ingin mereka memaksakan diri sampai mati. Lalu, Shirone pun memasuki menara.


◆ 


(Ini buruk! Situasi ini gawat!)

Sudah berapa kali Kuroki memikirkan hal itu? Di dalam menara itu ada Glorious.

Ketika Rember datang tergesa-gesa ke rumah Galios, Kuroki awalnya berpikir kalau identitasnya telah terbongkar oleh Reiji dan yang lainnya. Tapi, sepertinya bukan itu masalahnya.

Setelah pergi memenuhi permintaan Rember, Kuroki bertemu dengan Shirone. Kuroki tidak menyangka akan bertemu Shirone, namun ia merasa lega karena sudah menutupi wajahnya untuk menyembunyikan bekas tanda merah di wajahnya.

Dari sikap Shirone, Kuroki menyadari bahwa Rena belum mengatakan apa pun kepada Reiji dan yang lainnya. Meski begitu, masalah lain muncul. Jika dibiarkan, Shirone dan Glorious akan saling bertemu. Jika itu terjadi, Glorious pasti akan dikalahkan oleh Shirone.

Kuroki tidak bisa menemukan solusi yang baik untuk menghadapi masalah ini dan akhirnya tiba di menara mengikuti Shirone.

“Kuro-dono... maaf...”

Nimri meminta maaf kepadanya. Saat perjalanan ke menara, Kuroki membantu Nimri yang hampir kehabisan tenaga. Kuroki melihat sekeliling; semua orang tampak terengah-engah.

(Manusia di dunia ini jauh lebih lemah dibandingkan kami. Apakah mereka akan baik-baik saja?)

Kuroki merasa khawatir. Shirone dengan cepat meninggalkan orang-orang yang tak bisa bergerak dan menuju menara. Kuroki berharap Shirone bisa lebih peduli pada mereka, tetapi ia tahu itu bukan sifat Shirone.

Shirone sering tidak memperhatikan hal-hal semacam itu. Kuroki mengingat masa lalu, sejak kecil Shirone sering kehilangan pandangan terhadap sekelilingnya begitu ia bergerak. Kuroki, yang sering dipaksa untuk ikut serta, sudah beberapa kali mengalami hal yang menyusahkan.

(Tapi sekarang, itu hanya kenangan indah...)

Mungkin, Shirone sepenuhnya fokus pada mengalahkan Striges. Jika Shirone bertemu Glorious, dia pasti akan senang mengalahkannya.

Kuroki tidak bisa membiarkan Shirone menjadi pahlawan pembasmi naga. Melihat Rember dan Galios yang akhirnya pulih dan mulai bergerak, Kuroki tahu mereka akan segera mengikuti Shirone, dan tentu saja, Kuroki juga harus ikut.

(Apa yang harus kulakukan? Aku harus menemukan cara.)

Kuroki meremas kalung di dalam sakunya dan berpikir keras mencari solusi.


Chapter 18

Striges Tower 3

<Menara Striges 3>


Striges adalah makhluk bersayap, sehingga mereka tidak memerlukan pintu masuk di lantai pertama. Namun, pintu itu sengaja dibuat untuk menangkap manusia sebagai mangsa. Menurut cerita yang didengar Kuroki dari Rember, kerajaan di sekitar menara, termasuk Kerajaan Rox, pernah membentuk pasukan untuk menyerbu menara, namun tidak ada yang kembali setelah masuk. Kemungkinan besar mereka mati kehabisan darah akibat serangan Striges atau diubah menjadi undead.

Sekarang, menara tersebut masih dipenuhi dengan monster dan jebakan untuk menangkap penyusup, menjadikannya tempat yang sangat berbahaya.

(Tentu saja, dengan Shirone dan aku di sini, seharusnya tidak masalah, tapi aku tidak boleh lengah.)

Kuroki melihat ke arah Galios dan yang lainnya. Apa yang bisa dia atasi dengan mudah mungkin sulit bagi mereka. Dia harus berhati-hati agar tidak ada korban.

"Ngomong-ngomong, Kuro-dono, kenapa Anda menyembunyikan wajah?"

Rember menanyakan sesuatu yang cukup sensitif. Ada berbagai alasan, tetapi yang utama adalah Kuroki tidak ingin identitasnya terbongkar oleh Shirone. Namun, dia tidak bisa mengatakan itu dengan jujur. Kuroki merasa pusing memikirkan cara untuk menghindari pertanyaan ini.

"Sudahlah, Rember."

Galios mendekat sambil tertawa dan berbisik di telinga Rember.

"Oh, jadi begitu alasannya. Kuro-dono ternyata punya sisi yang tak terduga, ya."

Rember tersenyum kecil sambil berkata demikian.

"Eh?! Apa yang kalian bicarakan?!"

Kuroki protes kepada Galios. Meski alasan menutupi wajah sudah berhasil disembunyikan, dia tetap merasa tidak puas karena tidak tahu apa yang terjadi semalam.

"Maaf, maaf. Ayo lanjutkan perjalanan."

"Betul, Kuro-dono. Kita bisa tertinggal dari Shirone-sama."

Keduanya tertawa sambil melanjutkan perjalanan. Kuroki, meski masih merasa kesal, tidak bisa beralasan lagi dan akhirnya ikut masuk ke dalam menara.

Bagian dalam menara itu luas dan gelap. Kuroki, dengan kemampuan melihat dalam gelap, tidak mengalami kesulitan, tetapi tanpa cahaya, Galios dan yang lainnya tidak akan bisa melihat apa pun. Nimri, sang penyihir, menciptakan cahaya dengan sihir, tetapi sinarnya tidak cukup untuk menerangi seluruh menara yang luas itu.

Di dalam kegelapan menara, Shirone terus maju dengan cepat, tanpa memperhatikan kecepatan orang-orang di sekitarnya.

“Rember, meskipun Striges mungkin tidak ada di sini, menara ini terasa sangat berbahaya. Apa aman membiarkan gadis itu maju sendiri?” tanya Galios sambil melihat Shirone yang berjalan di depan.

“Aku rasa tidak perlu khawatir. Shirone-sama dikabarkan jauh lebih kuat daripada kita,” jawab Rember.

Secara tampilan, Shirone terlihat seperti seorang gadis muda yang lembut, dan dari sudut pandang Galios, dia sama sekali tidak terlihat seperti seseorang yang kuat.

“Shirone-sama bukan hanya mahir dalam bertarung dengan pedang, tetapi dia juga bisa menggunakan sihir roh tingkat rendah, sihir penyembuhan, serta sihir cahaya matahari. Dia seorang kesatria sihir. Mungkin bahkan seluruh tim kita sekalipun tidak akan bisa mengalahkannya. Jadi, kita harus memastikan tidak merepotkan Shirone-sama,” jelas Lember sambil memberikan instruksi.

“Nimri-sensei, sebagai penyihir, tolong siapkan penerangan dengan sihir. Stor, periksa area sekitar untuk hal-hal mencurigakan. Yang lainnya, maju sambil melindungi mereka berdua.”

Di bagian depan, yang memimpin adalah Stelos, dan Kuroki berada di barisan paling belakang. Steros ingin berada di depan karena dia tampaknya memiliki perasaan tertentu terhadap Shirone, sehingga dia berharap bisa terus melihat punggungnya. Meskipun hari ini dia mengenakan pakaian tempur biasa, Kuroki bisa mengerti kenapa Steros punya perasaan itu jika melihat pakaian Shirone yang dikenakannya kemarin. Namun, jika Steros mencoba sesuatu yang tidak benar, Kuroki siap menghentikannya dengan segala cara. Jika Steros bertindak sembrono, dia mungkin akan mati.

Saat mereka berjalan, tiba-tiba Shirone berhenti.

“Ada sesuatu di depan,” kata Stor, yang berjalan di barisan kedua, sambil menunjuk ke depan.

Meskipun Galios dan yang lainnya mungkin tidak bisa melihatnya, Kuroki, dengan penglihatan tajamnya, bisa melihat sesuatu mendekat. Itu adalah zombie, dan tampaknya mereka dulunya manusia, lengkap dengan senjata. Mungkin mereka adalah anggota tim penakluk sebelumnya. Ada sekitar lima zombie, berjalan perlahan mendekat.

“Sunlight!” Shirone berteriak, dan dari tangannya keluar cahaya yang menyilaukan, menerangi zombie-zombie itu.

Itu adalah sihir Sunlight, yang menghasilkan cahaya matahari yang mampu menghancurkan makhluk undead. Zombie-zombie itu mulai mengeluarkan asap dari bagian tubuh yang terkena cahaya, meleleh, dan dalam beberapa menit hanya menyisakan pakaian serta senjata mereka yang tertinggal.

“Hebat, selesai dalam sekejap,” ujar Nimri kagum.

Mengalahkan undead memang merepotkan, karena serangan biasa tidak berpengaruh. Beberapa zombie bahkan masih mempertahankan kemampuan mereka semasa hidup. Zombie tadi tampak bersiap menggunakan pedang dan perisai. Jika tidak ada Shirone, Galios dan yang lain mungkin akan kesulitan. Inilah perbedaan antara memiliki sihir yang efektif melawan undead atau tidak.

“Kalau pakai sihir, tidak seru rasanya,” kata Shirone dengan nada tidak puas.

“Masih ada yang datang!!” teriak Stor.

Puluhan zombie mendekat. Baru saja mereka memasuki menara, sudah disambut dengan sekumpulan zombie. Meski begitu, dengan sihir cahaya matahari, Shirone bisa membasmi mereka dalam sekejap. Namun, alih-alih menggunakan sihir, Shirone menghunus pedangnya dan maju ke arah pasukan zombie.

“Eh? Kenapa tidak pakai sihir cahaya matahari?” Kuroki terdengar bingung.

“Fire Blade!” seru Shirone, membuat pedangnya diselimuti api.

Sihir Fire Blade memberikan elemen api pada pedang yang sebelumnya hanya dipenuhi dengan ketajaman magis dari Sharp Blade. Bagi musuh yang lemah terhadap api, ini menjadi serangan yang sangat kuat. Sebagai seorang magic swordsman, Shirone menggabungkan kemampuan fisik dan sihir dalam pertarungannya.

“Flame Slash!” teriak Shirone sambil mengayunkan pedangnya, langsung menghantam para zombie.

“S...sungguh luar biasa...” gumam Garios dengan nada takjub.

“Seharusnya sihir api tidak terlalu efektif melawan undead...” ujar Nimri bingung. Biasanya, membakar zombie hanya akan mengubah mereka menjadi kerangka, dan menghancurkan kerangka bisa menyebabkan mereka berubah menjadi wujud hantu yang tak berwujud. Lawan-lawan seperti itu hanya bisa dikalahkan dengan senjata magis.

Namun, pedang biru bercahaya milik Shirone adalah senjata magis. Dengan tambahan kekuatan api, pedang itu mampu mengiris tubuh, tulang, bahkan wujud hantu dari zombie tersebut. Gerakan Shirone sangat luar biasa, dan dalam sekejap, pasukan zombie pun hancur.

Semua orang tercengang melihat aksinya, kecuali Kuroki, yang dalam hati merasa ingin menyindir, “Kenapa harus repot-repot pakai pedang?”

“Ayo, terus maju ke depan!”

Shirone menoleh dengan ekspresi yang segar.

Kuroki dan yang lainnya melihatnya dengan perasaan yang tak terlukiskan. Namun, tanpa mempedulikan suasana Kuroki dan yang lainnya, Shirone terus maju. Berkat Shirone, mereka berhasil mencapai bagian tengah menara dengan mudah.

Undead, serta kelelawar vampir dan laba-laba raksasa, bukanlah tandingan Shirone. Hampir semua monster yang mereka hadapi hingga saat ini telah dikalahkan oleh Shirone.

Tentu saja, ada juga jebakan, tetapi Shirone mengatasinya dengan kekuatan fisiknya. Panah yang terbang dijatuhkannya sebelum mengenai, lubang perangkap dihindarinya dengan bergerak di udara, dan langit-langit yang jatuh dipantulkan kembali ke tempatnya dengan satu tangan.

“Ini luar biasa, Rember... Apakah istri pahlawan sekuat ini?” Galios bergumam.

“Saya juga berpikir itu luar biasa. Saya pernah melihat kekuatan Tuan Pahlawan sebelumnya, tapi saya tidak menyangka bahwa istrinya juga sehebat ini,” kata Nimri, memberikan pujian yang sama dengan Garios.

Hal semacam ini bisa dilakukan oleh Kuroki juga. Namun, bagi mereka berdua, ini adalah sesuatu yang sangat mengesankan.

(Tapi memanggil Shirone sebagai istri Reiji tidak menyenangkan bagiku) Kuroki berpikir demikian. Di dunia aslinya, dia diperlakukan sebagai wanita milik Reiji. Sepertinya di dunia ini, perlakuannya tidak banyak berubah.

Memikirkan hal itu membuat Kuroki merasa konyol melindungi mereka.

(Mungkin aku harus segera pergi mencari tanduk naga? Mendapatkan gadis cantik seperti Rena mungkin ide yang bagus) Kuroki merasa hatinya berdebar ketika membayangkan wajah Rena.

(Aku penasaran tentang Rena. Apa yang sebenarnya dipikirkan oleh Rena?)

Ketika Kuroki sedang berpikir demikian, tiba-tiba Shirone berhenti melangkah.

“Shirone-sama, ada apa?” Rember bertanya ketika melihat Shirone berhenti tiba-tiba.

Shirone sedang memandangi pintu di depannya. Itu adalah pintu dengan hiasan aneh. Pintu ke ruangan ini berbeda dengan yang sebelumnya.

“Ada sesuatu di sini,” kata Stor.

“Ya, Stor benar. Aku merasakan aura tidak menyenangkan dari balik pintu ini,” Galios setuju dengan Stor.

“Ayo, kita masuk.”

Shirone membuka pintu dan masuk ke dalam.

“Apakah ada cahaya di sini?”

Suara terkejut terdengar dari salah satu dari mereka. Ruangan besar ini berbeda dari ruangan lain karena ada cahaya di dalamnya. Sepertinya mereka tidak memerlukan sihir penerangan dari Nimri.

Namun, yang berbeda bukan hanya itu.

Di tengah ruangan, ada seseorang berdiri. Tampak jelas bahwa itu bukan zombie, tetapi seorang pria manusia yang masih hidup.

Tubuhnya kurus kering dengan wajah pucat, mengenakan jubah hitam yang compang-camping. Penampilannya sangat kurus dan sangat buruk rupa.

“Siapa kau? Kupikir sosok dengan api hitam itu telah kembali, tapi ternyata bukan dia...”

Pria kurus itu menatap mereka.

“Lihat matanya! Itu bukan manusia!” teriak Stor. Mata pria itu berwarna merah, dan di mulutnya tumbuh taring.

“Vampir?” Shirone memiringkan kepalanya.

Vampir berbeda dari zombie yang sebelumnya muncul di menara, mereka adalah undead kelas atas yang cerdas dan bisa menggunakan sihir.

“Tak kusangka Striges bisa mengendalikan vampir juga...”

“Tidak, tepatnya bukan begitu, Lord Rember. Dia mungkin Strigoi,” jelas Nimri.

Striges hanya terdiri dari wanita, dan untuk mempertahankan keturunan, mereka mendapatkan benih dari pria ras lain.

Jika anak yang lahir adalah perempuan, dia akan menjadi Striges, dan jika laki-laki, dia akan menjadi bagian dari ras ayahnya.

Namun, nasib anak laki-laki itu tragis.

Dia tidak diakui sebagai bagian dari klan dan dijadikan makanan oleh saudara perempuannya.

Kebanyakan anak yang dihisap darahnya akan mati, tetapi beberapa berhasil bertahan hidup. Anak itu kemudian berubah menjadi undead yang sangat kuat. Itulah yang disebut Strigoi.

Seperti Striges, Strigoi juga menghisap darah dan menggunakan necromancy (sihir kematian). Karena mereka menghisap darah, mereka bisa dianggap sebagai sejenis vampir.

Namun, tubuh mereka lebih rapuh dibandingkan vampir lainnya. Ini karena mereka menjadi undead dalam keadaan kehilangan darah.

Bahkan, Strigoi yang ada di depan Kuroki tampak kurus dan sepertinya bisa hancur kapan saja.

Namun, kemampuan sihirnya kuat, mungkin karena dia memiliki darah Striges yang memiliki kekuatan magis yang besar, membuatnya lebih kuat dibandingkan vampir lainnya.

“Itu benar, penyihir. Dan aku tidak berada di bawah kendali siapapun. Tidak, mulai sekarang, akulah yang akan menjadi penguasa wilayah ini. Sebagai permulaan, aku akan mengambil darah kalian.”

Strigoi menjilat bibirnya sambil menatap Shirone. Dia tampak sangat haus akan darah, pikir Kuroki.

“Maaf, tapi aku tidak punya darah untukmu. Sunlight!”

“Night Robe!”

Sihir Shirone dan sihir Strigoi mulai aktif.

Cahaya terang yang dilepaskan dari tangan Shirone terhalang oleh kabut hitam yang melingkupi Strigoi.

“Sayang sekali, tapi aku berhasil menangkisnya,” Strigoi tertawa.

“Heh, lumayan juga,” Shirone tampak menikmatinya.

“Ha, kau cukup kuat. Meski penampilanmu seperti seorang putri, tampaknya kau adalah pendeta tingkat tinggi. Namun, aku tidak akan kalah dari manusia biasa,” ujar Strigoi.

“Itu kalimatku! Entah kau Strigoi atau apa, aku tidak akan kalah dari vampir palsu sepertimu,” balas Shirone sambil mengarahkan pedangnya ke Strigoi.

“Begitu ya? Kesombongan itu akan kau bayar dengan kematianmu,” Strigoi membuka kedua tangannya, dan kabut hitam mulai menyebar dari tubuhnya.

Pertempuran besar tampaknya akan segera dimulai.

“Si—Shirone-sama, tunggu dulu!!!” Tiba-tiba, Nimri berteriak.

“Hm? Ada apa?” Shirone menatap Nimri dengan sedikit kesal karena dihalangi.

“Ada sesuatu yang ingin saya pastikan...” Nimri ragu-ragu sambil memandang Strigoi.

“Apa yang kau inginkan, penyihir?”

“Apakah belakangan ini Anda yang mengubah monster-monster mati di sekitar sini menjadi zombie?” tanya Nimri.

Tujuan mereka datang ke menara ini sebenarnya adalah untuk menyelidiki kasus zombie yang dihubungkan dengan Striges. Meskipun ini bukan Striges, Strigoi juga bisa menggunakan necromancy. Jadi, ada kemungkinan bahwa Strigoi inilah yang menjadi pelaku di balik insiden tersebut.

“Ah, benar juga! Kita harus menyelidiki itu! Kerja Bagus!!” Shirone memuji Nimri.

(Sebenarnya untuk apa mereka datang ke sini?) pikir semua orang selain Shirone.

“Apakah mereka benar-benar datang hanya untuk membasmi monster?” bisik Galios.

“Dari tindakannya sejauh ini, itu mungkin saja. Yah, setidaknya monster-monster akan berkurang,” balas Stor.

Di belakang mereka, Kuroki menutupi dahinya dengan tangan, merasa pusing dengan tingkah Shirone.

*(TL Note: wkwk, cewek tolol. :v)

“Ti... tidak, tidak perlu memuji saya seperti itu,” kata Nimri dengan sedikit canggung.

(Meski aku berpikir bahwa hanya membawa Shirone sudah cukup, mungkin keputusan membawa Rember dan yang lainnya adalah pilihan yang tepat.)

Kuroki berpikir, jika hanya Shirone yang datang, Dia mungkin hanya akan bertindak kasar tanpa hasil yang jelas. Dalam situasi seperti itu, tidak akan ada cara untuk mengetahui apakah strigoi di depan mereka adalah pelakunya atau bukan.

“Hmph, aku tidak tahu apa yang sedang kalian bicarakan, tapi sejak aku bangun tiga hari yang lalu, aku tidak pernah membuat zombie untuk dijadikan pelayan,” kata strigoi itu dengan nada kesal.

Strigoi itu tampaknya telah disegel dan tertidur di menara ini. Para striges tampaknya berniat untuk menggunakan dia dalam keadaan darurat. Namun, sebelum mereka bisa melakukannya, mereka sudah dihancurkan, dan strigoi itu terus tertidur hingga tiga hari yang lalu ketika segelnya terbuka dan ia mulai bergerak.

Kuroki menatap strigoi itu. Dia tidak tampak seperti sedang berbohong.

(Apakah bukan dia pelakunya? Selain itu, tiga hari yang lalu adalah hari ketika aku datang ke menara ini!)

Kuroki mulai merasa firasat buruk.

“Kau bangun tiga hari yang lalu? Sekarang aku ingat, waktu terakhir aku datang ke menara ini, kau tidak ada di sini. Apa kau tertidur di menara ini?”

“Tepat sekali. Aku tidak pernah menyangka bahwa para wanita itu akan lenyap saat aku tertidur,” jawab strigoi dengan nada riang.

“Begitu, lalu mengapa kau terbangun?”

“Hmph, tiga hari yang lalu, seseorang menggunakan sihir kegelapan di menara ini. Gelombang kekuatan magis orang itu membangunkanku dari tidurku. Hehe, kekuatan yang begitu hebat, pasti dia adalah seseorang yang sangat terkenal.”

Strigoi itu berbicara dengan nada penuh kekaguman.

Kata-kata itu membuat Kuroki mengingat kejadian tiga hari yang lalu. Saat itu, Kuroki memasang penghalang dengan sihirnya, sebuah sihir yang sangat kuat yang menutupi seluruh menara.

Sihir itu dirancang untuk memberi tahu Kuroki jika ada orang dengan kekuatan magis yang cukup besar yang memasuki menara ini. Namun, selama tiga hari terakhir, tidak ada tanda-tanda orang dengan kekuatan magis yang kuat memasuki tempat ini.

Tentu saja, jika orang yang membangunkan strigoi ini tidak memiliki kekuatan yang cukup besar, itu adalah cerita yang berbeda.

“Seseorang dengan kekuatan magis yang besar, ya……. Hei, apakah Dia ada di menara ini sekarang?”

“Beliau telah meninggalkan Familiar-Nya dan pergi entah ke mana. Dia tidak ada di menara ini”

“Oh, begitu. Sayang sekali. Tapi, Familiarnya ada di sini, ya. Seperti apa orangnya?”

“Seekor naga. Naga hitam pekat dengan kekuatan besar. Dia adalah Familiar Beliau”

“““Apa!!!”””

Mendengarnya, Para Freedom Fighter berteriak kaget bersamaan.

“Seekor naga... Tidak mungkin...”

“Dan dia bisa mengendalikan naga itu”

“Tidak mungkin kita bisa mengalahkan naga...”

Kenyataan bahwa seekor naga ada di menara ini membuat Galios dan yang lainnya terkejut. Namun, Kuroki terkejut karena alasan yang berbeda.

(Apa!? Mungkinkah Aku yang membangunkannya?)

Jika itu benar, maka ini adalah fakta yang mengejutkan.

“Hmm, seekor naga ya… Meskipun naga ada berbagai jenis. Mari kita lihat nanti. Sepertinya ini akan menyenangkan” ujar Shirone dengan nada senang.

“Sayangnya, jika kalian ingin menemui Familiar Beliau, kalian harus mengalahkan aku dulu” Strigoi bersiap.

Shirone juga menghunus pedangnya, diikuti oleh Galios dan yang lainnya yang mengambil senjata mereka.

“Kalian yang di belakang mengganggu. Akan kusingkirkan dengan cepat. Lumpuh dan jatuhlah!!”

Mata Strigoi bersinar merah.

[Gwah!!]

[Geh!!]

[Ugh!!!]

Semua orang kecuali Kuroki dan Shirone yang terkena cahaya itu jatuh sambil mengeluarkan suara kesakitan.

Kuroki menyadari apa yang dilakukan oleh Strigoi. Itu adalah tatapan jahat yang menyebabkan kelumpuhan.

Meskipun lebih lemah dibandingkan tatapan yang menyebabkan kematian instan atau petrifikasi, itu masih sulit untuk dilawan oleh manusia biasa yang tidak memiliki resistensi.

Buktinya, Garios dan yang lainnya jatuh ke lantai sambil mengerang kesakitan.

“Wanita, kau berhasil bertahan, ya? Memang hebat. Kau pasti bukan manusia biasa”

“Apa yang kau lakukan pada mereka!?”

“Aku hanya membuat tubuh mereka lumpuh. Fufu, aku tidak akan membunuh mereka. Mereka lebih enak saat masih hidup. Aku akan menikmatinya setelah mengalahkanmu. Sekarang, hanya kita berdua yang masih berdiri di sini...”

Sampai pada titik itu, Strigoi melihat ke arah Kuroki.

Seperti Shirone, Kuroki juga berhasil bertahan dari tatapan jahat yang menyebabkan kelumpuhan, jadi jelas dia tidak jatuh.

“Hm? Ada satu lagi yang bisa bertahan?”

Sejenak, pandangan Kuroki dan Strigoi bertemu.

(Aduh! Aku dicurigai!)

Shirone juga melihat ke arah Kuroki dengan wajah bingung.

Kuroki sedang menyembunyikan identitasnya dari Shirone dan yang lainnya. Diperhatikan seperti ini bisa membuatnya dalam masalah.

“Gwah!!”

Kuroki mengeluarkan suara aneh lalu berpura-pura jatuh ke tanah. Itu terlihat sangat dibuat-buat, siapa pun yang melihat pasti bisa menebaknya.

“Nah, sepertinya hanya perasaanku saja. Baiklah, aku akan pergi sekarang!”

“Iya, benar, aku sudah bosan menunggu.”

Shirone dan Strigoi memperhatikan Kuroki yang terjatuh, lalu berhadapan satu sama lain.

(Syukurlah... mereka tertipu...)

Kuroki merasa lega.

Shirone dan Strigoi tampaknya tidak lagi memperhatikan apa pun selain satu sama lain.

(Ini kesempatan. Aku harus pergi ke tempat Glorious sekarang.)

Kuroki merangkak keluar dari tempat itu tanpa menarik perhatian. Gerakannya mirip dengan makhluk hitam tertentu yang kerap ditemukan menghuni saluran pembuangan air.


(TL Note: wkwk, mirip Kec*a :v)


Chapter 19

Striges Tower 4

<Menara Striges 4>


Shirone menatap Strigoi di depannya.

Bagi Shirone, sepertinya dia lebih kuat daripada undead sebelumnya.

(Tidak ada rasa akan kalah! Di sini, aku akan menghapus perasaan buruk saat kalah dari Dark Knight!)

Shirone mengarahkan pedangnya.

Bilah pedang berwarna biru transparan itu bersinar lembut.

Blue Sky Wing Sword.

(Pedang Sayap Langit Biru)

Pedang favorit Shirone yang dihiasi ornamen sayap pada gagangnya.

"Ayo! Angin miasma! Kikis dagingnya! Flaying Fleshrend!"

Strigoi melantunkan mantra.

Flaying Fleshrend.

Sebuah sihir tingkat tinggi yang mengelupas daging dan darah siapa pun yang terkena angin miasma itu. Jika kekuatan sihir pengguna kuat, dia bisa mengubah target menjadi tulang dalam sekejap.

Tentu saja, Shirone tidak akan terjatuh hanya dengan sihir seperti itu.

"Wind Wall!"

Shirone segera melantunkan mantra pelindung.

Gelombang kejut yang dilepaskan oleh Strigoi mengikis lantai dan bergerak mendekat, tetapi terhalang oleh tembok angin.

"Hmm, kau cukup tangguh."

Strigoi tetap mempertahankan ekspresi santainya.

"Kau mungkin masih bisa santai sekarang, tapi itu hanya sementara! Rasakan ini, Flame Blade!"

Dengan api yang menyelimuti bilah pedangnya, Shirone menyerang Strigoi.

"Shadow Beast!"

"Apa!?"

Ketika Strigoi berteriak, sesuatu meloncat keluar dari bayangan di kakinya.

Shirone berhenti menyerang dan melompat mundur.

Itu adalah makhluk yang menyerupai serigala berwarna bayangan. Namun, ukurannya sebesar sapi, dan taringnya tajam seperti pisau.

“Oh, kau berhasil menghindar, ya? Hahaha, apakah kau pikir aku tidak menyiapkan barisan depan melawan seorang pendekar pedang? Ini belum semuanya! Muncullah, Upir!”

Dengan panggilan Strigoi, sesuatu meluncur keluar dari celah di langit-langit. Sekilas, itu tampak seperti kelelawar raksasa. Namun, wajahnya adalah wajah manusia.

“A-apa ini!?”

Shirone melihat kelelawar raksasa dengan wajah manusia.

Jumlahnya ada dua belas.

Ukuran mereka sedikit lebih kecil dari manusia. Matanya kosong, tampak tak beremosi.

“Mereka ini adalah Upir! Mereka yang dihidupkan kembali oleh dewa kematian yang disembah oleh ibu dan saudara perempuanku! Mereka telah dibangunkan dari tidur panjang! Ayo, nyanyikan, Para Upir!”

Saat Strigoi memberikan perintah, para Upir membuka mulutnya.

Itu adalah nyanyian tanpa suara.

Gelombang suara ultrasonik menyerang Shirone dan yang lainnya.

“Guahhh!”

“Aaah!”

Rembar dan yang lain, yang lumpuh karena serangan itu, tidak bisa melarikan diri dan berteriak kesakitan.

“Sekarang, matilah dalam kegilaan akibat gelombang suara berlapis-lapis!”

Namun, hanya Shirone yang tetap tenang meskipun terkena gelombang suara tersebut. Melihat Shirone yang tak terpengaruh, Strigoi untuk pertama kalinya menunjukkan ekspresi panik.

"Itu saja? Kalau begitu, sekarang giliran ku."

Shirone berkata demikian, lalu mengeluarkan sayap bercahaya putih dari punggungnya.

Sayap itu menyerupai sayap malaikat.

Sejak datang ke dunia ini, Shirone dan yang lainnya telah memperoleh kekuatan khusus. Chiyuki mendapatkan kekuatan sihir yang kuat, Rino mendapatkan kemampuan berkomunikasi dengan roh. Sementara itu, kekuatan khusus Shirone adalah sayap bercahaya yang tumbuh dari punggungnya.

Ketika Shirone mengepakkan sayapnya, bulu-bulu itu meluncur seperti anak panah dan menembus semua Upir.

"Tidak Mungkin! Para Upir musnah dalam sekejap!? Dan sayap itu!? Apakah kau... seorang malaikat!?"

Strigoi mundur dengan gemetar.

"Mm... Sebenarnya, aku bukan malaikat... tapi, menjelaskan hal ini terlalu merepotkan."

Sambil berkata demikian, Shirone melirik ke belakang. Tanpa serangan dari para Upir, Rember dan yang lainnya tak lagi berteriak kesakitan.

Namun, ada di antara mereka yang sudah berbusa mulutnya.

(Mungkin kita harus segera kembali.)

Shirone menyentuh batu teleportasi yang ada di sakunya. Batu teleportasi itu diberikan oleh Chiyuki. Seharusnya, mereka bisa kembali dalam sekejap dengan itu.

"Baiklah, permainan berakhir di sini. Bersiaplah."

Shirone membuka sayapnya dan mendekati Strigoi.

"Sial! Shadow Beast, Shadow Beast!!"

Dalam keputusasaan, Strigoi memanggil Shadow Beast untuk menyerang Shirone.

"Aku bilang, permainan sudah berakhir!"

Shirone menghindari taring Shadow Beast dan menebas tubuhnya. Melihat Shadow Beast dikalahkan dalam sekejap, Strigoi berbalik dan mencoba melarikan diri.

"Jangan harap kau bisa kabur!!!"

Shirone bergerak dengan kecepatan tinggi, melewati Strigoi dan berbalik menghadangnya. Strigoi yang terjebak di depannya memperlihatkan wajah yang terdistorsi oleh ketakutan, tak ada lagi ekspresi percaya diri seperti sebelumnya.

“Jika Night Robe melindungimu dari sinar matahari, aku akan menghantamkannya langsung ke tubuhmu! Bersiaplah! Pedang Cahaya Matahari, Sunlight Blade!”

Pedangnya bersinar terang setelah diberkahi dengan sihir cahaya matahari.

“T-tunggu! Jangan!” Strigoi berseru panik.

Tentu saja, Shirone tak peduli.

"Ittƍ Ryƍdan!"

"Gyahhhhh!!!"

Shirone mengayunkan pedangnya, membelah tubuh Strigoi. Cahaya matahari membakar tubuh Strigoi dari dalam, dan Strigoi berteriak kesakitan menjelang kematiannya.

"Kenapa... ada malaikat di tempat seperti ini..." gumamnya, sebelum tubuhnya menghilang menjadi asap dari luka yang terbuka.

Shirone tak mendengar kata-kata terakhirnya itu.

"Tak terlalu kuat... Apakah Familiar itu lebih kuat darinya?"

Shirone menghela napas panjang.

"Aku kira dia akan lebih tangguh. Ternyata hanya penampilan. Tak ada bandingannya dengan Dark Knight."

Dengan perasaan tidak puas, Shirone melihat ke arah Rember dan yang lainnya. Beberapa dari mereka mulai bangkit, setelah Strigoi musnah dan kelumpuhan mereka hilang.

"Sa... Sayap..."

"M-Ma... Malaikat."

"Betapa indahnya..."

Para prajurit yang ada di belakang Rember terpukau melihat sayap Shirone. Beberapa di antara mereka tampak terpesona.

Meskipun dipuji karena sayapnya, Shirone tak merasa perlu untuk menjadi tontonan, jadi ia menyembunyikan sayapnya kembali.

“Apakah kalian baik-baik saja?” tanya Shirone pada mereka.

Ketika Shirone melihat sekeliling, dia merasa ada seseorang yang hilang. Yang tidak ada adalah orang yang menyembunyikan wajahnya dengan tudung. Orang itu seharusnya terbaring di lantai seperti yang lainnya.

“Lho? Sepertinya ada yang tidak ada.”

“Apa? Apakah begitu?”

Ketika Shirone mengatakan hal itu, Rember dan yang lainnya mulai melihat sekeliling.

“Hmm, sepertinya semua orang ada di sini.”

“Eh? Benarkah?”

Shirone melihat lagi ke arah Rember dan yang lainnya. Kali ini, semua orang ada. Orang yang wajahnya tersembunyi oleh tudung sedang merawat seseorang yang terjatuh.

(Uhm... barusan rasanya dia tidak ada? Apakah ini hanya perasaanku saja?)

Shirone menggelengkan kepalanya, tapi karena semua orang sudah ada, dia memutuskan tidak perlu memikirkannya lagi.

“Yah, tidak masalah. Kamu di sana, urus orang yang sudah tidak sadarkan diri. Bagi yang masih kuat, ikuti aku. Kita hampir sampai di puncak.”

Shirone mengatakan hal ini kepada orang yang menyembunyikan wajahnya dengan tudung, lalu melanjutkan perjalanan bersama Rember, Galios, dan Stor. Mereka menaiki beberapa tangga hingga sampai di kawasan tempat tinggal Striges yang pernah Shirone kunjungi sebelumnya.

Lantai teratas, yang merupakan area tempat tinggal, berbentuk bulat dan kosong di tengahnya, sehingga langit bisa terlihat saat menengadah. Ini memudahkan Striges yang bisa terbang untuk keluar masuk.

“Sepertinya tidak ada apa-apa di sini...”

Stor, seorang ranger yang ahli dalam penjelajahan, melaporkan hasil pemeriksaannya di sekitar tempat itu. Shirone juga telah memeriksa, namun dia tidak merasakan kehadiran apapun.

“Shirone-sama, mungkinkah Strigoi itu berbohong?” Rember berkata.

“Hmm... sepertinya dia tidak berbohong...” Shirone merasa Strigoi tidak berbohong. Namun, tidak ada lagi area yang bisa diperiksa di atas kawasan tempat tinggal ini.

“Ada jejak sesuatu yang pernah ada di sini, tapi setidaknya sekarang tidak ada,” kata Stor, dan beberapa orang mengangguk setuju.

“Mungkin mereka sedang bersembunyi? Andai Nao-chan ada di sini, kita bisa mendapatkan informasi lebih banyak...”

Namun, tidak ada lagi yang bisa mereka lakukan.

“Shirone-sama, tidak ada gunanya kita tinggal di sini lebih lama. Mari kita kembali ke Kerajaan Rox,” kata Rember.

Shirone setuju, tidak ada lagi yang bisa dilakukan di sini.

“Yah, tidak ada pilihan lain... Padahal aku berharap bisa bertarung dengan naga...” Shirone bergumam kecewa, lalu memutuskan untuk kembali.


◆ 


Sambil merawat rekan-rekannya yang terjatuh, Kuroki memikirkan tentang Glorious.

(Maaf, Glorious, aku telah membuatmu merasa terbatas...)

Glorious berada di dalam hutan dekat menara. Agar tidak dikalahkan oleh Shirone, Kuroki telah memindahkan Glorious dari lantai paling atas menara.

(Selama aku punya kalung itu, mereka seharusnya tidak menyadarinya.)

Setelah memeriksa kalung yang ditinggalkan oleh Rena dengan sihir, Kuroki menemukan bahwa kalung itu memiliki kemampuan untuk menghalangi kekuatan deteksi dalam radius tertentu. Dia telah melilitkan kalung itu pada tanduk kanan Glorious. Meskipun pepohonan di hutan itu tebal dan besar, tidak cukup untuk menyembunyikan tubuh raksasa Glorious. Namun, dengan menggunakan kalung tersebut, dia berharap Glorious tidak akan terdeteksi.

(Jika digunakan dengan benar, ini bisa menjadi senjata yang sangat kuat.)

Kelemahan dari kalung ini adalah ia juga menghalangi kemampuan deteksi penggunanya. Jika digunakan dengan ceroboh, bisa membuat penggunanya melakukan kesalahan fatal.

(Mengapa Rena meninggalkan kalung ini?)

Kuroki bertanya-tanya, tetapi tidak menemukan jawaban apapun.


Chapter 20 

Someone Hiding in the Shadows

<Orang yang Bersembunyi dalam Bayangan>


Waktu telah melewati siang hari, dan senja hampir tiba.

Dinding kastil membentuk bayangan yang luas, sementara lampu-lampu mulai menyala di berbagai tempat di Kerajaan Rokus.

Malam bukanlah waktu bagi manusia.

Banyak makhluk yang membenci cahaya matahari mulai beraktivitas.

Orang-orang yang bekerja di luar dinding kastil kembali ke dalam untuk menunggu malam berlalu.

Chiyuki dan yang lainnya juga menyelesaikan pencarian mereka terhadap pelaku dan kembali ke vila. Mereka melakukan aktivitas masing-masing, meninggalkan Chiyuki dan Shirone sebagai satu-satunya orang yang ada di aula besar.

Chiyuki mendengar cerita tentang kejadian di menara dari Shirone.

"Ada kejadian seperti itu?"

"Iya, Chiyuki-san. Pada akhirnya, kami tidak menemukan apa pun," jawab Shirone dengan nada kecewa.

Chiyuki mendengarkan dengan penuh minat.

"Siapa pun orang yang membangunkan Strigoi itu menarik perhatianku. Dia meninggalkan Familiar itu dan pergi entah ke mana, dan Familiar yang seharusnya ada di sana juga tidak berada di menara, kan?"

"Iya, benar. Bagaimana menurutmu, Chiyuki-san?"

"Hmm. Sulit untuk membuat penilaian hanya berdasarkan cerita Shirone-san. Mungkinkah itu Dark Knight, tetapi jika itu benar, aneh sekali bahwa dia tidak melakukan apa-apa selama tiga hari. Selain itu, Dark Knight tidak membawa naga saat kami bertemu dengannya sebelumnya... Jadi, siapa sebenarnya dia? Dari cara Strigoi berbicara, sepertinya bukan dari kalangan Striges."

"Begitu ya... Jadi, bahkan Chiyuki-san juga tidak tahu," ucap Shirone kecewa, sambil memakan manisan yang dibawakan pelayan.

Manisan itu terbuat dari wijen dan madu. Kelezatan wijen panggang dan manisnya madu dinikmati di dalam mulutnya, kemudian dia meminum teh beraroma segar.

Teh itu terbuat dari bunga di dunia ini dan merupakan salah satu favorit Chiyuki.

Chiyuki juga meminum teh dan menghela napas sejenak.

"Ngomong-ngomong, apakah kamu menemukan pelaku kejahatan itu?"

Chiyuki menggelengkan kepalanya sebagai jawaban atas pertanyaan Shirone.

“Kami sudah menggunakan Kyoka-san sebagai umpan dan meminta Nao-san untuk menyelidiki semua orang yang ada di Kerajaan Rox, tetapi tidak menemukan orang yang mencurigakan. Mencarinya sejauh ini dan masih tidak menemukannya mungkin menunjukkan bahwa dia memiliki kemampuan bersembunyi yang sangat baik. Kemungkinan lain adalah dia tidak berada di kerajaan ini. Mungkin dia melarikan diri sebelum kami menemukannya.”

“Aduh... Jadi, Chiyuki-san dan yang lainnya juga tidak mendapatkan hasil apapun...”

Shirone bersandar di kursinya dan memandang ke langit-langit.

“Begini, sebenarnya tidak sepenuhnya seperti itu, Shirone-san. Kami sebenarnya menemukan sesuatu yang mungkin berhubungan dengan Striges.”

“Benarkah?!”

Shirone berseru kaget.

“Sebenarnya, Nao-san menemukan makhluk yang menyamar sebagai manusia selama pencarian. Kemungkinan besar, dia yang menciptakan zombie.”

Chiyuki menjelaskan. Di antara makhluk-makhluk tersebut, ada yang bisa berubah menjadi manusia, dan kebetulan mereka menemukannya.

“Awalnya kami mengira bahwa makhluk itu adalah pelaku, tetapi dia perempuan dan sepertinya sudah berada di negara ini sebelum kami datang, jadi bukan pelakunya. Namun, karena kami sudah menemukannya, kami tidak bisa mengabaikannya begitu saja.”

“Itu benar. Jadi, apa yang akan kalian lakukan? Kalian akan membasminya, kan?”

“Tentu saja, kami akan membasminya. Tapi untuk sekarang, kami sedang mengawasinya. Reiji-kun berpikir lebih baik cepat-cepat mengalahkannya, tetapi aku ingin tahu apa yang dia rencanakan dengan zombie itu.”

Chiyuki merasa penasaran dengan apa yang sebenarnya ingin dilakukan oleh Striges.

Striges adalah makhluk yang jauh lebih kuat daripada manusia. Seharusnya, mereka tidak perlu bersembunyi dari manusia.

Ini membuat Chiyuki curiga bahwa ada sesuatu yang mereka rencanakan di balik layar.

“Saat ini, kami meminta Lord Luculus dan yang lainnya untuk mengawasinya. Tapi karena Shirone-san dan yang lainnya sudah kembali, lebih baik kami melaporkannya kepada Lord Rember juga.”

Chiyuki dan kelompoknya adalah orang luar, sehingga mereka perlu memberi tahu Rember bahwa ada Striges yang bersembunyi di kerajaan ini.

Chiyuki memikirkan tentang Rember.

(Mungkin lebih baik menyerahkan tugas pengawasan kepada Lord Rember dan pasukannya daripada para ksatria kuil. Ini masalah negara mereka, dan jika begitu, Lord Luculus juga bisa kembali ke tugas aslinya. Apakah pengawasan berjalan lancar?)

Chiyuki memikirkan para pengawal yang bertugas di bawah Luculus.


◆ 


“Hylos, kau... telah dikendalikan...”

Luculus berlutut, memandangi ksatria kuil di depannya. Pandangan mata Hylos tampak kosong, seolah-olah sedang bermimpi dalam keadaan sadar.

Di tengah pengawasan terhadap makhluk yang menyamar sebagai manusia, Luculus diserang oleh bawahannya sendiri, Ksatria Kuil Hylos. Serangan itu datang begitu tiba-tiba sehingga Luculus tak sempat bereaksi. Ia terjebak dalam asap racun paralisis yang dilepaskan oleh para penyerang. Asap tersebut dibuat dari ramuan sihir yang sangat kuat, membuat tubuh Luculus tak mampu bergerak bebas.

“Kapten Luculus...”

Salah satu bawahannya yang juga terkena racun paralisis memanggilnya.

“Sepertinya mereka menyadari kita, tapi untungnya aku telah menginstruksikan mereka yang membawa ksatria kuil ini untuk tidak membicarakan keberadaanku. Walaupun si gadis Pahlawan menyadari kehadiranku, dia tak menyadari rencana kami.”

Wanita yang sedang diawasi oleh Luculus mendekat. Luculus tidak pernah mendengar tentang kontak antara Hylos dan wanita itu, sehingga ia tidak menyadari bahwa Hylos telah dikuasai oleh wanita tersebut. Ini menyebabkan kesalahan fatal bagi Luculus.

“Jadi, apa yang harus kita lakukan, wahai Tuhanku?”

Wanita itu membelakangi Luculus. Ketika Luculus melihat ke arah yang dituju wanita itu, ia melihat seseorang berdiri dengan wajah tertutup topeng dan mengenakan jubah putih.

“Orua, para pahlawan telah menyadari kita. Kita harus bergerak cepat.”

Orang berjubah itu berbicara dengan suara yang dingin. Meski tubuhnya lumpuh, Luculus merasa merinding mendengar suara itu.

(Dalam laporan Chiyuki-sama, hanya ada satu orang yang harus diawasi! Tidak ada yang menyebutkan orang seperti ini!)

Namun, tanpa menghiraukan kegelisahan Luculus, wanita dan orang berjubah itu melanjutkan percakapan mereka.

“Baik, Zarxis-sama. Karena mereka telah menyadari kita, kita harus segera bertindak.”

Wanita itu menundukkan kepala dengan penuh hormat.

“Baiklah, jika kita harus bergerak, kita juga akan berhenti bersembunyi. Lakukanlah balas dendammu terhadap para pahlawan dengan sepenuhnya.”

“Ya, Zarxis-sama.”

Pria yang disebut Zarxis itu pergi. Setelah kepergiannya, wanita yang dipanggil Orua memandang Luculus.

“Kalian tidak akan kubunuh, tapi akan kugunakan sebagai alat.”

Wanita itu mendekat. Luculus mencoba melarikan diri, tetapi tubuhnya tidak bisa bergerak.

“Malam ini, kerajaan ini akan berakhir. Kekekeke...”

Wanita itu tertawa dengan suara yang sangat mengerikan.

“Chiyuki-sama...”

Luculus menyebut nama gadis berambut hitam yang sangat dihormatinya, sebelum kesadarannya akhirnya menghilang.


◆ 


Meskipun malam belum tiba, langit yang mendung membuat suasana di sekitarnya menjadi gelap.

Moban menatap langit dari jendela pos pemeriksaan dan merasakan malam yang segera datang. Moban adalah penjaga gerbang yang bertugas melindungi tembok kota. Baru saja, atasannya, Ksatria Rember, telah kembali, jadi akhirnya gerbang bisa ditutup.

Moban sudah menjadi penjaga gerbang selama sepuluh tahun. Pekerjaan menjaga gerbang kota adalah tugas penting yang mengatur keluar-masuknya orang baik dari luar dan dari dalam Kerajaan Rox. Karena itulah, gaji penjaga gerbang lebih baik dibandingkan dengan prajurit lainnya.

Namun, gaji yang lebih besar juga berarti tanggung jawab yang lebih berat. Berbeda dengan penjaga biasa yang hanya perlu mengawasi monster, penjaga gerbang juga harus berurusan dengan manusia. Jika semua orang dibiarkan masuk ke kerajaan dengan bebas, keamanan negara dan ketersediaan makanan akan terancam.

Karena itu, penjaga gerbang harus memilih dengan hati-hati siapa yang diizinkan masuk. Yang diizinkan masuk adalah warga negara sendiri, warga negara sekutu, atau orang yang mendapat rekomendasi dan jaminan dari warga negara. Para pengungsi tanpa dokumen biasanya tidak diperbolehkan masuk. Beberapa dari mereka mungkin memohon dengan penuh emosi atau bahkan mencoba mengancam. Diperlukan ketahanan mental yang kuat untuk tidak terpengaruh oleh hal-hal seperti itu. Oleh sebab itu, para penjaga gerbang biasanya bersikap tegas dan mengintimidasi pengungsi yang tidak memiliki kewarganegaraan.

Namun, ada pengecualian. Di Kerajaan Rox, selama perayaan berlangsung, bahkan para pengungsi diizinkan masuk. Tentu saja, mereka tidak bisa dibiarkan begitu saja. Nama, usia, dan tempat tinggal mereka harus dicatat. Akibatnya, pekerjaan penjaga gerbang selama festival bisa meningkat hingga tiga kali lipat.

Hari ini, Moban merasa lelah karena harus menangani lebih banyak orang yang masuk dibandingkan hari-hari biasanya.

(Saat matahari terbenam, penggantiku seharusnya datang. Mungkin aku akan pergi minum setelah ini... Eh?)

Tiba-tiba, Moban menyadari suara cemas dari atas tembok kota.

“Apa ini? Ada apa di atas sana?”

Kemudian, Moban menyadari mengapa orang-orang di atas tembok begitu panik.

Seseorang—atau lebih tepatnya, sesuatu—sedang mendekati gerbang. Jumlah mereka banyak, lebih dari seratus.

“Itu... monster...”

Yang mendekat adalah goblin, orc, dan monster lainnya, tetapi ada yang berbeda dengan mereka. Mereka bukan sekadar monster biasa.

“Zombie...?”

Beberapa dari mereka tampak tanpa kepala, atau memiliki lubang besar di tubuhnya. Moban segera teringat insiden zombie yang terjadi beberapa hari sebelumnya.

“Cepat, tutup gerbang! Dan segera hubungi istana!”

Sebagai penjaga gerbang, biasanya ada tiga orang yang berjaga. Moban dengan cepat berbalik untuk memberikan perintah kepada rekan-rekannya.

Namun, tak ada jawaban. Salah satu dari mereka sudah tergeletak di tanah. Di sampingnya, rekan yang lain berdiri dengan ekspresi kosong, memandangi tubuh temannya yang jatuh.

“Apa yang terjadi!?” Moban berteriak cemas.

Rekannya yang masih berdiri perlahan menoleh ke arah Moban. Pandangannya kosong, dan di tangannya tergenggam sebuah tongkat besar, seperti pentungan.

“Kau...”

Moban masih tak bisa mencerna apa yang terjadi. Tapi dalam sekejap yang menentukan, rekannya mengayunkan tongkat itu ke arahnya.

Sebuah pukulan keras menghantam Moban, dan dalam sekejap, kesadarannya tenggelam dalam kegelapan.


Previous Chapter | ToC | Next Chapter

Post a Comment

Join the conversation