Translator : Nels
Proffreader : Nels
Chapter 1 : Sesuatu yang Tak Tergerakkan
"Nomor 17 hitam."
"...Apakah Anda yakin?"
"Ada masalah?"
"T-tidak."
Aku bertaruh banyak uang di roulette yang penuh dengan angka.
Sekelilingku dihiasi dekorasi mewah, dan banyak bangsawan menikmati berbagai macam permainan.
Yuth punya dua wajah.
Di pagi dan siang hari ramai dengan keluarga, tapi saat malam tiba, toko-toko dewasa mulai buka satu per satu.
Di dunia ini, tidak ada batasan usia.
Bahkan anak kecil pun boleh minum alkohol, dan bisa melakukan apapun yang mereka inginkan.
"Woooow, hebat, benar-benar nomor 17 hitam!"
"Anak itu, menang terus ya?"
"Jangan-jangan dia bisa melihat masa depan?"
Di sini adalah fasilitas dewasa terbesar di Yuth, kasino.
Tentu saja legal dan aman. Setidaknya di permukaan.
"...Silakan lewat sini—"
"Semuanya di nomor 20 merah."
"...Baik."
Di sampingku ada Cynthia, mengenakan gaun putih bersih yang sama seperti saat pertama kali kami bertemu.
Di sisi lain, ada Lilith dengan gaun merah tua.
Dealer itu ketakutan. Wajar saja.
Baru beberapa puluh menit sejak aku duduk, tapi seorang anak kecil sudah menumpuk banyak uang.
Tapi ini bukan kebetulan.
Gerakan jari, aliran sihir, dan bahkan pengetahuan dari cerita aslinya, semua kugunakan untuk berbuat curang.
Meskipun, tidak ada trik atau alat khusus.
Tapi ini hanya umpan.
Permainannya akan segera berakhir. Dari sini lah yang sebenarnya dimulai.
"Duke, hentikan! Uangmu akan habis!"
"Tenang saja Allen! Selanjutnya aku pasti menang! Lihat saja!"
"Kamu... tipe orang yang pasti akan hancur."
... Aku dengar sesuatu dari belakang, tapi kuabaikan saja.
Setelah tebakanku kembali tepat sasaran, aku memesan jus melon.
Minuman kemenangan. Tanpa alkohol.
"Weiss, kau luar biasa. Apa kau bisa melihat masa depan?"
"Begitulah."
"Fufu, jika Weiss-sama yang mengatakannya, pasti benar."
Orang-orang di sekitar mulai ribut, tapi tak masalah.
Seperti dugaanku, sekelompok pria besar dan kuat menghampiriku.
Salah satu dari mereka berbisik di telingaku.
—Bingo.
"Silakan lewat sini."
"Ya."
Aku dituntun ke lorong di bagian belakang.
Mereka bilang aku tak boleh membawa Cynthia dan Lilith, tapi mana mungkin mereka setuju.
Setelah aku menatap tajam mereka hingga mereka menyerah, aku melewati beberapa pintu dan sampai di tempat dengan atmosfer yang aneh.
"Sial, ha, hancurrr!"
"Sialan! Kalau begitu aku pertaruhkan budak ini!"
"Aku juga!"
Ini adalah tempat rahasia di mana para bangsawan sampah berkumpul.
Tidak ada batasan taruhan, dan hanya bangsawan terkenal yang boleh masuk.
Nama Weiss Fancent benar-benar berguna.
Sungguh, aku terlahir sebagai orang yang menyebalkan.
Meski begitu, hari ini aku berterima kasih padanya.
Aku diam-diam mengumpulkan sihir.
Kebanyakan orang di sini adalah penjahat. Bahkan ada buronan dan kriminal kelas kakap.
—Akan kutangkap mereka semua.
"Cynthia, Lilith. Mulai sekarang ini bukan permainan lagi. Lindungi diri kalian sendiri."
"Tentu saja. Aku datang ke sini atas kemauanku sendiri."
"Aku juga. Aku akan menyegel semua pintu keluar agar tak ada yang bisa kabur."
Sungguh, mereka berdua sangat kompeten.
Yang paling membuatku muak adalah, sekarang ada budak di dalam sangkar besi di tempat ini.
Di tempat ini, bahkan manusia bisa dijadikan bahan taruhan.
—Ini adalah episode yang paling kubenci.
"Apa-apaan, bocah ingusan di tempat seperti ini—hiiiyaaaaaaaaaa!"
"Hadiahmu satu juta ya? Untuk sekarang, rasakan sakit ini."
Yang pertama menyerangku adalah orang yang pernah kulihat di poster buronan.
Dia mengaku sebagai pedagang budak, tapi sebenarnya cuma penculik.
Dia buronan di banyak negara.
Dengan sekali serang, kutebas lengannya dan dia langsung tersungkur ke tanah.
Melihat kejadian tiba-tiba itu, orang-orang di sana langsung mengeluarkan senjata.
Meskipun mereka terlihat seperti orang bodoh yang hanya tahu berjudi, bukan berarti semuanya lemah.
Ada penyihir, mantan ksatria, dan beberapa orang kuat lainnya.
Bagiku, ini adalah latihan khusus untuk turnamen.
Sangat cocok untuk latihan tempur sungguhan.
Baiklah, tak perlu ragu lagi.
—[Heal Light dan Dark Light].
"A-apa ini!? Lingkaran sihir!?"
"Bu-bunuh mereka!"
"Bocah ingusan, jangan remehkan orang dewasa!"
Lingkaran sihir di tanah bersinar terang, menyerap kekuatan serangan, pertahanan, dan sihir dari semua orang di sana.
Semua itu kemudian mengalir kepadaku, Cynthia, dan Lilith sebagai berkah.
"Akan kumainkan judi kesukaan kalian. Aku menang atau kalian menang, pertaruhkan nyawa kalian!"
Orang-orang yang percaya diri dengan kekuatan mereka mulai menembakkanku dengan sihir.
Tapi tentu saja tak ada yang kena.
Aku juga punya lisensi petualang. Pada dasarnya, aku boleh membunuh buronan dan tetap mendapat hadiah, tapi ada juga beberapa yang harus ditangkap hidup-hidup.
Aku tak punya waktu untuk mengecek satu per satu. Aku hanya akan menghilangkan kemampuan bertarung mereka.
"Mati kau, Fire—"
"Lambat."
"Hiii! Apa-apaan bocah ini, kenapa dia secepat itu!?"
"Bukannya kalian yang lambat?"
Mereka semua bahkan tak bisa menandingi Milk-sensei.
Dulu mereka mungkin hebat, tapi karena terlalu lama bermalas-malasan, mereka jadi lemah. Tentu saja, kepribadian mereka juga.
"Ice Lance—. Sudah, tidak apa-apa."
"Ah, terima kasih!"
Cynthia sedang menolong para budak yang ditangkap secara ilegal.
Sungguh seperti dirinya, tindakan yang benar-benar seperti seorang heroine.
"Ma-mati kau!"
"—Tolong jangan sentuh tubuhku."
Namun, saat dia menyentuh lengan pria yang menyerangnya, seketika itu juga lengan pria itu membeku.
Ini lebih dari sekadar radang dingin.
Dia lebih kejam daripada di cerita aslinya. Hah, dia jadi semakin sesuai seleraku.
"Mulai dari sini, takkan kubiarkan siapa pun lolos."
"Bocah ingusan ini!"
"—Kalian, hanya bisa mengatakan itu ya?"
Lilith bahkan lebih tak kenal ampun. Dia menusukkan pisau ke tangan dan kaki mereka, melumpuhkan mereka sepenuhnya.
Tentu saja dia tidak membunuh mereka, tapi itu sudah di ambang batas.
Dia tahu betul bagian mana yang harus dilumpuhkan, sungguh cara bertarung yang sesuai dengannya.
Kami terus mengalahkan mereka satu per satu. Akhirnya, tak ada lagi yang berani melawan.
Akulah pemenangnya. Jika semua hadiah mereka digabungkan, jumlahnya pasti sangat besar.
"Weiss-sama!"
Namun saat itu, aku menyadari ada satu orang berkerudung hitam yang bergerak dengan mencurigakan.
Dia menghindari serangan Lilith, dan bahkan tidak terkena Ice Lance Cynthia saat melarikan diri ke lorong.
... Gerakan itu, jangan-jangan. Tidak, tidak mungkin.
"Lilith, Cynthia, awasi mereka agar tak ada yang kabur."
Aku mengejarnya sendirian. Jika dia memang orang yang kupikirkan, mereka berdua tidak akan menang.
Pintunya sudah kukunci sebelumnya. Tapi, kalau dia, mungkin dia bisa mendobraknya.
Jalan buntu, pria berkerudung itu berhenti di depan pintu. Melihat dia mengumpulkan sihir, sepertinya dia akan mendobraknya. Untung aku datang tepat waktu.
"Kau mau ke mana?"
"...."
Kalau saja dia bersuara, aku bisa tahu siapa dia. Tapi sepertinya dia juga menyadarinya, makanya dia diam saja.
Saat aku berpikir untuk menyerangnya, pintu di sisi lain terbuka.
Yang muncul adalah—Trio Ayam.
"Duke, Allen, Shary! Jangan biarkan dia lolos!"
Aku berteriak keras. Entah kenapa mereka bertiga membawa pedang.
Sebenarnya, apa yang terjadi?
Yang pertama bereaksi adalah si tokoh utama—Allen.
Saat pria berkerudung itu mencoba kabur, Allen mengayunkan pedangnya dengan timing yang sempurna.
Gerakan yang tajam, tanpa keraguan sedikit pun dalam aliran sihirnya.
Sial, dia jadi lebih kuat lagi?
Tapi pria berkerudung itu, dengan mudah menghindari serangan Allen.
Dia tidak balas menyerang, dan langsung melarikan diri.
Di depan sana ada banyak orang biasa. Apa mengejarnya lebih jauh terlalu berbahaya?
Tapi dari gerakannya tadi, aku sudah tahu siapa dia. Dia pasti tidak akan melukai siapa pun.
"Eh, a-apa itu tadi!?"
"Diam kau, Shary. Sial, dia lolos. Oh ya, kalian, sedang apa bawa-bawa pedang?"
"Kami mendengar teriakan, jadi kami datang untuk melihat ada apa."
Tapi timing mereka benar-benar seperti keajaiban. Mungkin ini juga salah satu event yang disebabkan oleh si tokoh utama.
"Weiss, darah itu!? Kau baik-baik saja!?"
Lalu Shary, dengan rambut pinknya yang bergoyang, mendekatiku.
Dia menyentuh bajuku, lalu berteriak kaget.
Sungguh, dia tidak berubah sama sekali.
"Ini cuma cipratan darah. Di depan sana ada banyak buronan."
"Cipratan—eh!?"
"Hei Otot dada ayam, Cynthia dan Lilith sedang bertarung di depan sana. Cepat bantu mereka."
"T-tapi kenapa aku!?"
"Otot lebih berguna di tempat sempit, kan?"
"...Begitu ya. Memang benar sih. Baiklah! Uoooo!"
Setelah menyingkirkan si otot dari tempat ini, aku bertanya pada mereka berdua.
Fuuh, rasa keadilannya mudah dimanfaatkan, untunglah.
Tapi mereka berdua ini merepotkan. Seperti dugaanku, mereka malah berdiskusi.
"Shary, ayo kita kejar orang yang tadi kabur. Gerakannya tadi, dia pasti bukan orang sembarangan."
"Benar juga. Ayo—"
"Jangan. Kalaupun kalian berhasil mengejarnya, kalian tidak akan menang."
"...Tidak akan menang?"
"Dia buronan kelas kakap. Serangan kalian pasti tidak akan kena. Kalian hanya akan kalah dengan mudah."
"Justru karena itu kita harus menghentikannya."
Percuma bicara dengan Allen... Kalau begitu, Shary.
"Weiss, jelaskan dengan benar—"
"Shary, dia adalah Tucker si Kilat."
Mendengar nama itu, mata Shary langsung terbuka lebar.
Seperti yang diharapkan dari seorang bangsawan. Dia sudah pernah mendengarnya ya.
"...Ti-tidak mungkin."
"Benar. Kau yakin? Kau tidak mau kan melihat Allen terbunuh dengan mengenaskan?"
"Allen, lebih baik kita hentikan saja."
"Memangnya kenapa? Tucker itu, siapa sebenarnya?"
"Dengarkan penjelasan detailnya dari Shary. Tapi kita sudah terlalu banyak buang waktu. Dia pasti sudah kabur jauh. Di depan sana ada banyak buronan. Kalian bantu saja di sana."
"...Weiss, apa kau ingin dunia menjadi damai? Kenapa kau sampai melakukan ini—"
Mendengar pertanyaan Allen yang tiba-tiba, aku mencibir.
"Jangan bicara omong kosong. Bagiku, penjahat hanyalah samsak latihan yang bisa kuhajar secara legal."
"...Melakukan kekerasan pada orang lain dengan alasan seperti itu, sungguh jahat."
"Hah? Dasar munafik. Prosesnya bagaimana pun, hasilnya tetap sama kan?"
"Sangat berbeda. Aku, hanya ingin mengayunkan pedangku demi orang lain."
Seperti dugaanku, kami memang tidak cocok. Saat melawan naga, aku memang membantunya, tapi suatu saat nanti aku pasti akan menghajarnya.
Atau, kulakukan saja di sini?
—Itu juga, menarik.
Sepertinya Allen menyadari sihirku.
Dia juga, mengumpulkan kekuatannya.
"Ayo Allen, akan kubungkam mulutmu."
"...Dengan senang hati, Weiss—aduh."
Tiba-tiba, Allen dipukul oleh Shary. Hah, dasar bodoh—aaa!?
Tapi entah kenapa aku juga dipukul.
Saat menoleh, yang kulihat adalah wanita cantik jelita, Cynthia.
"Weiss, apa yang kau lakukan di saat seperti ini?"
"...Baik."
"Allen bodoh! Lihat situasi dan kondisinya!"
"Ma-maaf."
Si tokoh utama itu. Gara-gara kau aku jadi kena marah.
... Tapi, tatapan Cynthia itu menakutkan. Lebih baik kuurungkan niatku.
"Allen, Shary, sudahlah, cepat bantu. Memanggil petugas akan butuh waktu lama."
"Baiklah. Tapi, jangan bertengkar lagi ya."
Dengan berat hati mereka setuju, dan saat kembali ke tempat semula, si otot dada ayam itu sedang bertarung.
Sepertinya masih ada buronan yang tersisa.
"Oraa! Dora! Atatatata! Ataaaaa!"
... Apa dia ini keluar dari komik?
Lalu, dari pintu belakang, orang-orang yang sepertinya adalah penjaga bermunculan. Ck, ronde kedua ya.
"Allen, kalahkan para sampah itu. Mereka adalah penjahat yang kau sukai."
"Tak perlu kau suruh pun aku tahu, Weiss."
Hmph, dasar tokoh utama.
Tapi yah, dia memang terlihat cocok saat melawan orang jahat.
◇
"Selamat pagi Weiss, kau tampan sekali hari ini."
"Begitu ya?"
"Weiss-sama selalu tampan, setiap pagi, siang, dan malam!"
Keesokan paginya, aku terbangun di tempat tidur mewah dengan kelambu dan seprai putih bersih. Penginapan yang Ayah pesan ternyata lebih mewah dari yang kubayangkan. Seperti yang diharapkan dari Ayah.
Tadi malam, kami menangkap banyak buronan dan penjahat. Mereka terlibat dalam perjudian ilegal, perdagangan budak, dan pencucian uang, mereka semua lebih buruk dari yang kubayangkan.
Sisanya akan diserahkan pada hukum. Mungkin ini bisa jadi latihan yang lumayan.
Tapi masih ada satu yang tersisa. Memikirkan cerita aslinya, dia pasti masih ada di negara ini.
Aku turun ke lantai satu untuk sarapan, sambil memberitahu Cynthia dan Lilith tentang Tucker.
—Billford Tucker.
Dia adalah karakter yang berkesan, bahkan di dalam dunia "Noblesse Oblige".
Lahir di keluarga bangsawan, Tucker sudah membuat orang-orang di sekitarnya kagum dengan kecerdasannya sejak kecil.
Saat masuk akademi bangsawan, kemampuan sihir dan berpedangnya sudah setara orang dewasa.
Dia juga seorang yang berbudi luhur, populer, dan memiliki masa depan yang cerah sebagai pelayan kerajaan, namun untuk memaksimalkan kemampuannya yang luar biasa, dia memutuskan untuk menjadi ksatria dari awal, dan berhasil mencapai posisi komandan tertinggi.
Di medan perang, dia telah mencapai banyak prestasi.
Julukannya adalah "Si Kilat".
Tapi ini bukan tentang kecepatannya.
Tucker memiliki sihir yang memungkinkannya untuk melihat aliran waktu dalam gerakan lambat, meskipun hanya sesaat.
Tentu saja, serangan lawan tidak akan mengenainya.
Dia bisa menghindari serangan Allen dengan mudah karena kemampuan itu. Menyebalkan memang, tapi itu bukan serangan yang bisa dihindari orang biasa.
Namun, Tucker yang seperti itu, tiba-tiba melakukan kejahatan besar.
Dia membunuh raja yang selama ini dia layani.
Di cerita aslinya, di pertengahan cerita, tokoh utama Allen akan berhadapan dengan Tucker.
Pertarungan melawan penjahat besar, menegangkan.
Tingkat kesulitannya sangat tinggi.
Dalam game "Noblesse Oblige" yang terkenal sulit, mati sepuluh kali itu biasa.
Bahkan saat melawan Tucker, rata-rata orang mati seratus kali.
Game menyebalkan, tapi juga game terbaik.
Inilah, awal dari arc Tucker.
Aku akan menemukan dan menghajarnya. Jika aku bisa melakukannya, aku mungkin bisa menjuarai Turnamen Pedang dan Sihir.
"Cynthia, Lilith. Aku akan mencari Tucker, tapi kalian jangan pernah ikut campur."
Aku berkata dengan tegas pada mereka berdua.
Tentu saja, mereka menjawab tidak bisa melakukan itu.
Tapi aku terus membujuk mereka, dan memaksa mereka untuk setuju.
Selama kita tidak menyerangnya duluan, mungkin dia tidak akan berniat membunuh.
"Jika Weiss-sama sampai berkata seperti itu, apa Tucker sekuat itu?"
"Kalau dilihat dari saat ini saja, mungkin dia setara dengan Eva."
"...Apa tidak apa-apa mencarinya? Aku bukannya tidak percaya pada Weiss, tapi aku khawatir."
Cynthia mencemaskanku. Ekspresinya sangat sedih, dan juga cantik.
"Memang cukup berbahaya. Tapi lawan seperti itu akan jadi latihan yang lebih baik bagiku."
Ini fakta. Memburu lawan lemah terus-menerus tidak ada gunanya.
Lalu Lilith bertanya dengan rasa penasaran.
"Kenapa kau tahu banyak sekali? Bukankah kau baru tahu tentang Tucker kemarin?"
"...Macam-macam lah. Aku pandai mengumpulkan informasi."
Ini seperti berbuat curang, tapi aku belum bisa mengatakan apa-apa.
Tapi yah, terlihat pintar itu ada untungnya juga kan?
......Aku jadi merasa seperti orang kecil.
"Tapi kalau aku melihat Weiss dalam bahaya, aku akan ikut bertarung."
"...Oh, baiklah."
Cara dia mengatakannya membuatku merasa senang.
Baiklah, saatnya mencari keberadaan Tucker—.
"Jadi, kenapa Tucker datang ke sini? Apa dia juga mau berenang? Kalau begitu, kita cari di laut saja?"
"Hmm, apa dia punya waktu luang seperti Duke? Bagaimana menurutmu, Shary?"
"Kurasa dia datang ke sini untuk tujuan tertentu. Kalau tidak, untuk apa dia datang ke tempat ramai seperti ini? Misalnya untuk mengumpulkan uang untuk melarikan diri, atau semacamnya?"
Saat itu, aku mendengar suara menyebalkan yang sangat kukenal dari belakang.
Bahkan tanpa menoleh pun, Cynthia yang sudah menyadarinya dan menyapa, "Terima kasih untuk kemarin."
"Oh!? Weiss! Kalian juga menginap di sini?"
Si otot itu berdiri dan berlari ke arahku, lalu memegang pundakku.
Keakrabannya ini sudah melewati batas.
Dan otot lengannya jadi dua kali lipat lebih besar.
... Takkan kumaafkan.
"Tak kusangka kalian bisa menginap di tempat sebagus ini. Dapat banyak uang di kasino ya?"
"Tentu saja! Tapi semuanya sudah kudonasikan! Uang hasil bermain bisa jadi senyuman anak-anak, keren kan!"
"...Bagus sekali."
"Wah, Weiss bisa berkata seperti itu, kau jadi anak baik ya tanpa kusadari?"
"Diam kamu, Shary."
Dia juga tidak berubah. Senyum menyebalkannya itu masih sama.
"Weiss, kami akan tetap mengejar Tucker. Karena salah kami dia berhasil melarikan diri."
"...Sepertinya kau masih belum tahu diri ya. Kalian tidak akan menang. Sudah lupa saat kalian babak belur dihajar aku di upacara penerimaan siswa baru?"
Allen memang terlihat ramah, tapi sama sepertiku, dia punya semangat kompetitif yang tinggi.
Dia langsung memasang wajah tidak senang.
Tapi Cynthia berbisik padaku, "Tolong bersikap lebih baik."
"...Itu cuma saran. —Aku berterima kasih karena berkat kalian, kerusakannya bisa diminimalisir."
Hutang budi harus dibayar. Itulah aturan keluarga Fancent.
"Yosh, terima kasih ya! Ayo kita makan bersama! Makanan!"
"Kami sudah makan. Kalian—"
"Ada buah melon lho. Mau kuambilkan?"
"...Mungkin aku masih lapar sedikit."
Sungguh, Shary menyebalkan sekali.
Tidak sepertiku, Cynthia dan Lilith terlihat senang. Karena mereka belum pernah bermain di luar dengan teman sekelas sebelumnya.
"Weiss, bukankah lebih baik kita bekerja sama—"
"Sudahlah. Terserah kalau kalian mau mati, tapi kalau gara-gara itu Turnamen Pedang dan Sihir dibatalkan, bagaimana kalian akan bertanggung jawab?"
"...Kenapa kau berkata seperti itu—fuhaaeo."
Merasakan atmosfer yang tidak nyaman, Shary langsung mencubit pipi Allen.
Aku merasakan hawa dingin dari Cynthia dan menarik napas dalam-dalam.
"Ngomong-ngomong, apa kalian sedang melakukan persiapan untuk Turnamen Pedang dan Sihir?"
"Tentu saja! Kami berlatih setiap hari!"
"Duke sih memang selalu begitu. Tapi, kami juga menyusun strategi untuk melawan sekolah lain. Kami datang ke sini juga karena tidak sengaja sampai ke sini saat membasmi monster."
Oh begitu, jadi mereka datang ke Yuth karena itu.
Pasti ada hubungannya dengan Shary yang seharusnya tidak ada di sini.
Bagaimana ini akan mempengaruhi masa depan? Tapi bagaimanapun juga, aku pasti akan mencegah kehancuran.
"—Weiss, ayo kita pergi."
"Hm? Pergi ke mana?"
"Berbelanja! Weiss-sama."
"...Aku akan mencari Tucker. Dia masih ada di kota ini."
"Memang benar membiarkan penjahat berkeliaran itu tidak bisa dibiarkan dan hal yang buruk. Tapi, tugas utama kita adalah sebagai murid. Aku ingin menikmati waktu yang ada sekarang, bersamamu."
Cynthia berkata dengan ekspresi serius. Memang benar tadi malam mereka sudah menuruti keinginanku dan membuat keributan besar. Karena harus mengurus penyerahan para penjahat sampai pagi, aku tidak bisa menghabiskan waktu dengan mereka. Yah, anggap saja ini juga sebagai perjalanan bulan madu.
"...Sebentar saja ya."
"Seperti yang kuharapkan dari Weiss! Kau memang orang baik!"
"Jangan sentuh aku, Duke. Kau tidak terlibat."
"Oh? Kau memanggilku dengan nama, apa kita jadi lebih dekat?"
"Diam kau, otot sampah."
"Itu keterlaluan..."
Akhirnya, karena desakan Cynthia dan Lilith, aku terpaksa pergi bersama si tokoh utama.
Meskipun aku kesal karena mereka terlihat seperti sedang menikmati liburan musim panas, melihat senyum Cynthia dan Lilith yang bersenang-senang tidaklah buruk.
Kami berkeliling Yuth sampai matahari terbenam, lalu berpisah dengan Allen dkk karena mereka harus pergi ke Guild Petualang untuk mengurus sesuatu.
Hari ini aku sudah terlalu banyak bermain, tapi mulai besok aku harus mencari Tucker.
"Senang sekali bisa melihat sisi lain dari Yuth. Iya kan, Lilith?"
"Ya. Aku, tidak pernah menyangka bisa bersenang-senang seperti ini bersama kalian semua."
Memikirkan masa lalu Lilith, memang benar saat ini seperti keajaiban.
Menyadari ekspresi sedih Lilith, Cynthia mengelus pipinya.
"Kita, akan selalu bersama—"
Namun saat itu, di tempat yang agak jauh, ada ledakan sihir yang besar.
Sihir itu punya ciri khas. Meskipun dari jauh, dengan mengaktifkan Dark Eye, aku bisa langsung tahu kalau itu orang yang kukenal.
...Benar saja.
Salah satunya adalah orang yang sangat kukenal.
Sepertinya Cynthia dan Lilith juga menyadarinya. Seperti yang diharapkan, mereka memang hebat.
"Allen, dan mungkin Tucker."
Seperti dugaanku, dia memang tokoh utama.
Baik di lorong waktu itu maupun hari ini, terlalu kebetulan untuk disebut kebetulan.
Aku sudah menduganya, saat melawan naga, Allen lah yang pertama kali menyadarinya.
Pusat dari cerita ini adalah Allen, itu tidak berubah dari cerita aslinya.
Kalau begitu—harus cepat.
"Cynthia, Lilith, kalian—"
"Kami ikut."
"Ya. Aku juga."
Mereka menatapku dengan tatapan yang menunjukkan bahwa mereka tidak akan menerima penolakan.
... Jadi tekad mereka sudah bulat... ya.
"Kalau begitu, ayo kita rebut mangsanya. Tucker milikku. Kalian tidak keberatan kan?"
""Baik!""
Kami langsung berlari.
Yuth memang luas dan indah, tapi industri pariwisatanya masih baru berkembang.
Mungkin karena letaknya yang terpencil, banyak bangunan tua dan tidak terawat di sini.
Mengikuti jejak sihir, kami sampai di sebuah bangunan putih bobrok yang cocok untuk dijadikan tempat persembunyian.
Pintu masuknya sudah didobrak. Di dalam, ada sihir yang saling beradu.
"Baiklah, ayo kita—"
"Aku pergi sendiri. Kalian, tunggu di hutan yang ada tepat di luar gerbang utara. Setelah masuk sekitar lima ratus meter, ada tempat terbuka di sana."
"Apa maksudmu? Kenapa kau tahu—"
"Nanti kujelaskan. Aku akan memancingnya ke sana. Kalau Tucker datang, tahan dia. Cynthia, Lilith, aku percaya pada kalian."
"...Kalau begitu, Weiss, baiklah."
"Aku mengerti."
Mereka berdua saling berpandangan, lalu pergi tanpa menanyakan alasanku.
Meskipun ini jelas aneh, kesetiaan mereka sungguh luar biasa.
Baiklah, saatnya serius.
Setelah melihat ke atas, aku melompat tinggi.
—Unnatural Wall.
Dinding transparan berbentuk persegi yang sulit dilihat dengan mata telanjang.
Aku membuatnya dan menghilangkannya seperti tangga, lalu berlari menaiki dinding luar menuju lantai dua.
Setelah mendobrak jendela yang ditutupi papan kayu, aku masuk dan melihat Allen dan Tucker sedang saling berhadapan.
Rambut pendek cokelat seperti di cerita aslinya, pedang satu tangan dengan ukiran lambang ksatria.
Darah mengalir dari tubuh mereka.
Tidak, sepertinya Allen yang lebih banyak terluka.
Seperti yang kuduga, kau tidak akan menang.
Eh, bukan begitu. —Ini adalah event di mana kau tidak boleh menang.
Duke dan Shary tidak ada, apa mereka berpisah di tengah jalan? Atau, dibunuh?
"Apa aku datang tepat waktu untuk klimaksnya?"
"...Anak kecil lagi."
...Lagi-lagi.
Berarti memang mereka berdua... Ckck, Sungguh, tidak ada gunanya jika orang-orang lemah berkumpul.
Lalu, apa yang harus kulakukan?
"Di bawah ada pengejar, Tucker."
"Apa katamu?"
"Allen, bagaimana dengan mereka berdua?"
"Mereka selamat. Tapi, mereka terluka."
Oh begitu, jadi dia marah karena itu.
Kau mudah dimengerti, Allen.
Sekarang, Tucker, apa yang akan kau lakukan?
Tidak ada cara bagimu untuk memastikan kebenaran ucapanku.
Kau punya hal yang harus dilakukan. Kau pasti tidak ingin tertangkap di sini.
"...Hmph."
Ekspresi Tucker berubah.
Aku mengerahkan sihirku untuk menekannya lebih jauh.
Tapi Allen, dia bisa melukai Tucker... Seperti yang diharapkan dari si tokoh utama.
"—Sampai jumpa."
Detik berikutnya, Tucker menghancurkan dinding dan menghilang.
Dia pasti merasakan sihirku dan Allen, lalu memutuskan untuk melarikan diri.
Apalagi setelah diberitahu ada pengejar lain.
Tapi teknik sihirnya sungguh luar biasa.
Meskipun dindingnya sudah tua, dia bisa menghancurkannya dengan mengumpulkan sihir di telapak kakinya dalam sekejap.
Kukukuku, luar biasa.
"Tucker, tunggu!"
"Allen, jangan kejar dia. Lagipula kau sudah kehilangan banyak darah."
"Dia melukai Duke dan Shary. Aku harus menghentikannya!"
Bodoh, apa kau bisa menghentikannya dengan paksa?
"Allen!"
Saat itu, Duke dan Shary muncul dari tangga.
Sepertinya mereka berdua tidak terluka. Tapi aku merasakan jejak sihir.
Oh begitu, jadi Shary sudah mempelajari sihir penyembuhan. Semuanya rajin berlatih ya.
"Duke, Shary. Hentikan Allen. Dengan keadaannya sekarang, dia tidak akan bisa mengalahkan Si Kilat. —Dia akan mati."
"Tidak, aku tidak akan mati!"
Mungkin begitu. Tapi, tetap saja tidak boleh.
"Allen..."
"Kalau kalian ikut, aku akan membunuh kalian. Aku serius."
Sepertinya mereka merasakan niat membunuhku, atmosfernya pun berubah.
Peran kalian sampai di sini saja.
"Sampai jumpa. Pulanglah ke penginapan dan tidur."
Meninggalkan Allen dkk, aku mengejar Tucker.
Aku menggunakan Dark Eye untuk mencari jejaknya, seperti dugaanku, dia menuju ke hutan.
Aku segera mengejarnya, dan melihat Tucker terjebak di tengah hutan.
Cynthia dan Lilith, mengepungnya dari dua sisi.
Aku sedikit khawatir, tapi seperti yang diharapkan dari tunanganku dan pelayanku.
"Kerja bagus, Cynthia, Lilith. Menjauhlah."
Mereka berdua mundur tanpa bicara. Tucker berdecak, lalu mulai menyembuhkan lukanya dengan sihir penyembuhan. Meskipun terpojok, dia tetap tenang, sungguh hebat.
"Yo, Kilat."
"...Kalian ini siapa? Mau dapat uang dengan mengambil kepalaku?"
"Yah, begitulah. Tucker, lawan aku. Kalau kau menang, kubiarkan kau pergi."
"Hah, kukira kau mau bicara apa, ternyata cuma itu. Kau tahu apa yang sudah kulakukan? Aku tidak akan main-main, meskipun dengan anak kecil."
"Ya, aku tahu. Kau pasti akan membunuh siapa pun yang menghalangimu. Karena kau punya hal yang harus kau lakukan."
Pipi Tucker berkedut.
Aku tahu tentangmu. Apa yang sudah kau lakukan, dan apa yang ingin kau lakukan selanjutnya.
"...Gertakan murahan—"
"Tucker, kau ingin pergi ke Grushtz, kan?"
"...Apa maksudmu?"
"Tak perlu berpura-pura. Akan kuberi tahu satu hal. —Adikmu masih hidup."
"A-apa katamu? Apa maksudnya itu!?"
Mendengar kata-kataku, Tucker berteriak.
Benar kan, kau memang orang baik.
"Kalau kau bisa mengalahkanku, akan kukatakan padamu. Akan kuberikan juga kapal untuk menyeberangi lautan. Ini pasti tawaran terbaik untukmu. Karena itulah kau ada di tempat itu malam itu, kan? Untuk mencari rekan transaksi."
"...Aku tidak tahu apa yang kau ketahui, tapi kalau itu benar, aku akan sangat berterima kasih. Kalau begitu, bersiaplah kehilangan satu atau dua lenganmu."
"Tak perlu sungkan. —Bunuh, aku."
Merasa marah dengan kata-kataku, dia mengerahkan sihirnya.
Luar biasa. Atmosfer yang menegangkan dan firasat kematian yang tercium di udara.
Inilah pertarungan sesungguhnya, inilah yang memiliki makna.
Aku tidak akan bersikap lembut padamu.
Raihlah—jika kau menginginkan kebebasan.
"Kau terlihat sangat percaya diri, tapi jangan sampai berkedip."
Berlawanan dengan ajaran Milk-sensei, aku akan memberimu kesempatan untuk menyerang duluan.
Bukan untuk menang, tapi untuk mengamati.
Setelah hening sesaat, Kilat mulai bergerak.
Gerakannya santai, tapi tanpa celah sedikit pun.
Dia memang jenius. Berbeda denganku dan Allen, dia terlahir dengan bakat alami.
Ditambah dengan kerja kerasnya, aliran sihirnya yang merupakan kristal dari sebuah mahakarya, terlalu indah.
Serangannya, mengincar lenganku.
Aku bisa melihatnya, aku bisa merasakannya. Tapi kalau aku menghindar, di mata Tucker itu akan terlihat seperti gerakan lambat.
Tidak ada lawan yang lebih menakutkan darinya.
Dia menyerang dengan perlahan, tapi tidak bisa dihindari.
Sekali atau dua kali terkena serangan fatal, aku tidak akan bisa lagi menghindari serangan Tucker, atau menyerangnya.
Tapi dia juga tidak sempurna. Kalau sihirnya habis, dia tidak bisa menggunakan kemampuannya, dan meskipun terlihat lambat, bukan berarti tidak bisa dihindari sepenuhnya.
Saat pedang Tucker akan menebas lenganku, kutingkatkan sihir "Barrier" yang menyelimuti tubuhku hingga batas maksimal.
Sihir pertahanan yang berguna, tapi saat menangkis serangan lawan, sihirku akan terkuras drastis.
Prolog | ToC | Next Chapter