[LN] Futago Matomete “Kanojo” ni Shinai? ~ Volume 1 ~ Epilog [IND]

 


Translator : Nacchan 

Proffreader : Nacchan 


Epilog : Maukah Kamu Mencintaiku...?

Selasa, 28 Juni.

Saat istirahat siang hari itu, daftar peringkat ujian kemampuan sekolah yang baru saja dilaksanakan akan ditempel.

Kali ini tiga mata pelajaran: Bahasa Jepang, Matematika, dan Bahasa Inggris. Masing-masing pelajaran 100 poin, total 300 poin.

"Tentu saja dilarang memotret, dan dilarang mengunggah ke SNS! ...Sungguh, untuk kali ini khususnya, kumohon..."

Tachibana dari bagian bimbingan siswa seperti biasa memberi peringatan kepada semua, tapi di akhir dia menggumamkan sesuatu dengan tidak jelas. Para siswa memandang Tachibana yang berekspresi rumit dengan heran.

Akhirnya daftar peringkat dibuka.

Peringkat 50, 49, 48—seperti biasa berurutan dari belakang menuju peringkat satu.

Bisik-bisik terdengar sampai ujung koridor.

Namun, saat tersisa peringkat tiga sampai satu yang akan dibuka, keributan siswa tiba-tiba hening seperti air yang tenang.

Peringkat 1 Kelas 1 Usami Chikage 300 poin

Peringkat 1 Kelas 3 Takayashiki Sakuto 300 poin

Peringkat 1 Kelas 5 Usami Hikari 300 poin

Peringkat 4 Kelas 2 ...—

Tidak ada peringkat dua dan tiga. Dan ada tiga orang di peringkat satu.

Para siswa yang sempat mengira ada kesalahan, serentak menatap Tachibana dari bimbingan siswa.

"Umm... meski tidak biasa, tetap dilarang memotret, sekian..."

Saat itu, pandangan semua orang tertuju pada tiga pemegang peringkat satu.

"Meski peringkat sama, tidak ada nama yang mendahului namaku ya?"

"Mungkin karena diurutkan berdasarkan kelas?"

"Tapi lihat, Sakuto-kun di tengah, dan kita di kiri kanan, seperti posisi kita sekarang ya?"

"Sepertinya itu bukan hal yang perlu dibanggakan... Jadi, mau ke kantin sekarang?"

"Iya!"

Di antara para siswa yang terperangah, mereka bertiga berjalan dengan santai.

Dan saat mereka berbelok di sudut koridor, terdengar suara riuh rendah yang pecah serentak.

* * *

"Mmm! Enaknyaa~~~...!"

"Sudah kubilang jangan seenaknya makan karaage orang lain, Hikari..."

"Aku sudah menanyakan resepnya, tapi katanya rahasia perusahaan. Bahkan aku ditantang untuk menebaknya. Sebenarnya apa rahasia rasa umami ini... hmm..."

"Chikage, semangat meneliti itu bagus, tapi... ini karaage punyaku... hei, dengar tidak?"

Sakuto berusaha melindungi karaagenya. Diambil begitu saja oleh si kembar, dari lima potong tersisa tiga.

Meskipun pacar sendiri, mengambil tanpa izin dari pacar itu tidak boleh, mutlak tidak boleh.

"Kalau begitu sebagai gantinya kuberikan hamburger punyaku."

"Oh, oke... terima kasih."

Chikage melancarkan strategi barter seperti biasa. Tapi masih belum setara dengan dua potong karaage.

"Kalau aku— hyat!"

Hikari memeluk lengan Sakuto.

"Hei, jangan peluk-peluk!"

"Hyat hyat! Ahahahah!"

Kalau ditukar dengan dua bakpao (?) dari Hikari, mau bagaimana lagi.

"Ngomong-ngomong, hubungan kita sama sekali tidak ketahuan ya? Kenapa ya?"

"Yah, kalian berdua kan pintar dan manis—"

"Tiba-tiba kenapa nih!?"

"Ah, bukan bukan... tidak perlu memerah bersamaan seperti stereo..."

Sakuto ingin lebih hati-hati memilih kata-kata, tapi dia tidak tahu kata lain untuk menggambarkan sesuatu yang manis selain kata 'manis'.

"Tidak ada yang menyangka kita bertiga pacaran kan?"

"Eeh? Masa sih? Padahal aku menempel-nempel begini?"

"Itu... mereka mengira kamu memang karakter yang energik begitu."

"Padahal aku cuma begini ke Sakuto-kun lho?"

"Ugh...!"

Sakuto tanpa sadar memerah mendengar cara bicara dan cara menempel Hikari yang sangat mematikan.

"Ehem... tapi Hii-chan, kalau tidak menahan diri nanti bisa ketahuan lho?"

"Hehehe... mau tukar posisi?"

"Ah yah, kalau begitu tanpa sungkan—"

"Chikage, jangan terbawa suasana, tidak usah berdiri..."

Saat mereka sedang mengobrol, sepertinya bimbingan di koridor sudah selesai, Tachibana yang kelelahan datang.

Tanpa nampan di tangan, hanya memegang gelas berisi teh houjicha.

"Haah~~~... benar-benar deh..."

Tachibana meneguk tehnya dan menghela napas panjang.

"Kenapa sensei stres maksimal begitu?"

Sakuto yang sudah bisa menebak situasinya bertanya dengan wajah tak habis pikir.

"Perutku sampai sakit nih... Soal ujian kemampuan kalian kali ini jadi pembicaraan di ruang guru, bahkan dalam rapat guru kemarin juga dibahas. Katanya belum pernah ada contoh seperti ini..."

"...? Apa masalahnya dengan itu?"

Chikage memiringkan kepalanya.

"Yah, bukan masalah sih, tapi pekerjaanku jadi bertambah... Terus terang, dampaknya akan mengenai anak-anak SMP sekarang."

"SMP? Kenapa?"

"Karena tiga siswa dari luar menunjukkan hasil bagus, sekarang jadi rapat guru tentang pembinaan siswa internal. Sepertinya guru SMA akan lebih intensif berkoordinasi dengan SMP. Hadeh..."

Apa masalahnya dengan itu?

"Saya jadi perwakilan SMA, dengan kata lain ketua proyek peningkatan akademik kolaborasi SMP-SMA kali ini... Tahu apa artinya ini?"

"Oh, berarti pekerjaan bertambah ya..."

"Benar... Observasi kelas dan rapat seminggu sekali, pembuatan dokumen dan berbagai pekerjaan lainnya harus saya pimpin..."

"Berarti sensei guru yang diharapkan ya? Selamat!"

"Saya masih guru muda lho? Belum 30 tahun... yah, sebentar lagi sih."

Sakuto baru tahu ada batas seperti itu antara guru muda dan menengah.

"Ehem...! Di situ saya dapat ide bagus. Kejadian kali ini bermula dari kalian bertiga, jadi saya ingin meminta bantuan dari kalian yang berprestasi. Secara spesifik... lho? Kemana mereka bertiga? Hei, jangan sembunyi, keluarlah. Hei, jangan mengabaikan saya. Kalau sekarang akan kuberi wortel lho?"

* * *

Sepulang sekolah, saat hendak pulang bertiga seperti biasa, hujan rintik telah berubah menjadi langit mendung. Musim hujan akan berakhir sebentar lagi, dan ramalan cuaca mengatakan akan cerah sampai besok.

"Hasil ujian kemampuan sudah keluar, bagaimana kalau hari Sabtu ini kita bertiga pergi jauh seperti yang tidak jadi waktu itu?"

"Bagus sekali! Setuju!"

"Aku juga sangat setuju! Mau pergi, mau pergi!"

Si kembar berseri-seri, masing-masing memeluk lengan Sakuto.

"A-apakah menginap satu malam...?"

Pipi Chikage memerah. Sepertinya mulai masuk mode berkhayal.

"Tidak, kurasa lebih baik pulang hari, mungkin, pasti..."

Saat Sakuto berkata dengan nada tak habis pikir, lengan sebelahnya terasa berat.

"Aku tidak keberatan pulang hari, tapi ingin jalan-jalan ke sana-sini?"

"Kalau begitu, mampir ke Kanon dulu untuk rapat?"

"Setuju!"

Sakuto yang lengannya diapit keduanya, memandang langit.

Cahaya menembus celah awan, dan pelangi muncul di langit yang jauh.

Rasanya aneh. Pelangi yang kadang dilihatnya, entah kenapa terasa indah saat dilihat bersama mereka berdua.

Saat mengalihkan pandangan, keduanya tersenyum lebar. Apa yang mereka rencanakan?

"Sakuto-kun, karena sudah begini—"

"Aku dan Chii-chan, si kembar sekaligus—"

Hikari dan Chikage semakin mengeratkan pelukan di lengannya.

"Maukah kamu mencintai kami?"

Sambil berpikir "dasar", senyum mengembang di wajah Sakuto.

Itu bukan senyuman yang dibuat-buat, bukan hasil pemikiran, tapi senyuman tulus tanpa beban dari hatinya.

END NEXT V2 TAPI bantu follow FP Mimin yak :v

Previous Chapter | ToC

Post a Comment

Join the conversation