Translator : Nacchan
Proffreader : Nacchan
Epilog : Setelah Upacara Penutupan...?
"Baiklah, mari kita lanjut ke segmen berikutnya! Ini adalah wawancara profesi oleh klub koran──"
"Yaaay! Biar aku yang menjelaskannya!"
"Apa? ...Haaah! Ada dua Hikari-san!?"
Ishizuka terkejut melihat Usami Hikari dalam seragam olahraga tiba-tiba muncul.
"Ja-jadi, kalau begitu, Hikari-san yang ini...?"
"Ni-shi-shi-shi... Ayo, Chii-chan, perkenalkan dirimu."
"U-uh, aku... aku adalah adik kembarannya, Usami Chikage..."
"『『『『Eeeehhhhhh───!?』』』』"
Suasana langsung dipenuhi oleh suara keterkejutan.
Maklum saja, semua orang sampai saat itu mengira bahwa dia adalah Hikari──
"──Ini ide pertukaran kembar yang cukup menarik, ya?"
Tachibana tertawa kecil sambil melihat ponselnya.
Di samping jalan menuju tempat parkir staf, di depan taman bunga hydrangea, Sakuto dan Tachibana bersandar pada tembok, menonton video kemarin bersama.
"Pada akhirnya, itu jadi seperti acara prank saja. Lagipula, ini cuma seru bagi lingkup kita sendiri."
"Fufu, meski begitu, kabarnya prank yang klub koran lakukan pada klub siaran diterima dengan baik. Klub siaran juga senang sekali. Mereka bahkan mengeditnya dengan efek suara prank... dan lihat, komentar di YouTube juga seperti ini──"
Sebagian besar komentarnya seperti, "Mereka kembar!?" atau "Mana bagian prankyanya sih?" Dari sudut pandang orang yang tidak tahu Usami bersaudara, ini memang terlihat seperti prank yang gagal dan hanya bisa dinikmati orang dalam.
Namun, jumlah penayangan video itu jauh melampaui video sebelumnya, berkat komentar seperti "Hikari-chan imut banget!" dan "Chikage-chan luar biasa!" yang menunjukkan dukungan hangat dari penonton.
"Usami bersaudara memang luar biasa."
"Ya, saya rasa begitu."
"Mungkin ini awalnya. Nanti mereka masuk dunia hiburan, atau menikah dengan CEO IT, siapa tahu?"
"Kenapa bahkan kamu juga mengatakan itu..."
"'Juga'? Maksudnya...?"
Tachibana memiringkan kepalanya dengan bingung, tapi Sakuto tidak berniat menjelaskan soal Matori.
"Jadi, menurutmu ini sudah cukup bagus?"
"Fufu, ini bahkan melebihi harapan. Memang luar biasa, Takayashiki."
"Kalau memujiku seperti itu, kamu tidak akan dapat apa-apa, lho?"
Tachibana tersenyum sambil menyimpan ponselnya ke dalam saku.
"Aku berterima kasih. Terima kasih, Takayashiki. Tapi ada satu hal yang belum kukatakan."
"…Apa itu?"
"Soal Klub Koran, sebenarnya aku sudah menerima SOS dari ketua klub, Saika Uehara, terlebih dahulu."
"Terlebih dahulu? SOS? Apa maksudnya itu?"
── Awal dari kekacauan kali ini berawal pada bulan Mei.
Prosedur penerbitan koran Klub Koran adalah dengan membagikan draft-nya terlebih dahulu di antara staf untuk dievaluasi apakah layak diterbitkan, kemudian disetujui dan didistribusikan.
Namun, koran yang diterbitkan pada bulan Mei sangat buruk sehingga tidak bisa didistribusikan.
Saat itu, ketika para siswa diberikan bimbingan dengan tegas, ketua klub, Saika Uehara, mengatakan sesuatu.
── "Aku ingin melakukan sesuatu untuk Klub Koran, tapi aku tidak tahu harus bagaimana. Apa yang harus kulakukan?"
Meskipun Saika adalah orang yang serius dan memiliki rasa tanggung jawab yang kuat, dia kurang percaya diri dan tidak mampu mengendalikan anggota klubnya yang memiliki karakter unik.
Aku sempat menyemangatinya dengan berkata, "Kamu ketua, jadi cobalah berusaha." Tapi tetap saja, koran edisi Juni pun tidak memenuhi standar untuk diterbitkan.
Masalah ini pertama kali hanya diberi peringatan, pada kali kedua dibahas dalam rapat staf, dan jika terjadi untuk ketiga kalinya, Klub Koran akan dibubarkan── keputusan itu sudah disepakati di antara para staf pengajar.
"──Aku membaca artikel tahun lalu, dan Saika Uehara serta Matori Kousaka sebenarnya sangat berbakat. Kesalahan arah mereka sebenarnya murni akibat kurangnya pengawasan dari pihak guru. Jadi ini bukan sepenuhnya kesalahan mereka."
"Jadi… masalah besar seperti ini diserahkan sepenuhnya pada aku, Hikari, dan Chikage?"
"Ya, kupikir kalian bisa mengatasinya. Tapi seperti yang kamu katakan, ini memang diserahkan sepenuhnya. Maaf."
"Maaf saja tidak cukup…"
"Tapi untungnya, kebetulan Hikari Usami ada di Klub Koran kali ini."
Setelah berkata demikian, Tachibana menutup matanya dengan ekspresi lega.
"Kalau dia tidak ada, aku tidak akan meminta kamu untuk menangani masalah ini. Adapun Chikage Usami, aku memang berniat memintanya menjadi auditor sejak awal."
"Karena Hikari seorang jenius?"
"Tidak, karena dia anak yang mencari tempat untuk dirinya sendiri."
Tachibana tetap tersenyum sambil menatap Sakuto.
"Meski dia terlihat seperti itu, dia adalah anak yang sangat rapuh, seperti kaca. Perlakukan dia dengan hati-hati, ya?"
"Memperlakukan orang seperti benda..."
"Itu hanya perumpamaan. Hanya perumpamaan. Apa pun itu, kupikir beban ini terlalu berat jika hanya kamu yang menanggungnya. Jadi, aku pikir tidak ada salahnya memberikan satu lagi tempat bagi dia."
"Tempat itu… maksudnya Klub Koran?"
"Benar. Kalau diibaratkan, dia adalah pupuk. Klub Koran kini kembali bersinar. Sementara itu, peranmu adalah pengurusnya—menggemburkan tanah, menyiram air, dan sebagainya. Kamu bertugas untuk memperbaiki tanahnya."
"Lalu Chikage bagaimana?"
"Dia adalah cuaca, mungkin. Ada hari yang cerah, tetapi juga ada hari ketika petir menyambar. Dia adalah sosok yang memberikan ketegasan, karena itulah aku memintanya menjadi auditor kali ini."
"Begitu, ya..."
Perumpamaan itu memang mudah dipahami, tetapi juga berbelit-belit.
"Kenapa tidak bicara seperti itu sejak awal?"
"Kalau kubilang sejak awal, kamu pasti akan menolak, bukan?"
"Ya, pasti aku menolak."
Kalau saja Matori dan Wakana tidak berusaha membuat skandal, mungkin dia benar-benar tidak akan terlibat dalam masalah ini. Meskipun begitu, dari sudut pandang menciptakan tempat bagi Hikari, ada manfaat yang didapat.
Namun, Sakuto sendiri merasa seperti terjebak dalam hubungan tak terputus dengan Klub Koran, lebih seperti hubungan yang tak dapat dihindari daripada takdir.
"Kali ini, bisa dibilang aku menang strategi," ujar Tachibana dengan senyum kecil.
"Tapi kamu juga tak kalah licik, bukan?" Dia menambahkan sambil tersenyum lebar.
"Eh? Apa maksudnya?"
"Untuk Klub Koran, kamu bahkan sampai meminta bantuan Ishizuka."
Sakuto memasang ekspresi canggung.
"…Kamu tahu soal itu?"
"Kira-kira Kamis minggu lalu. Saat kebetulan berpatroli di sekolah, aku melihatmu sedang bicara dengan Ishizuka. Jadi, apa yang kamu katakan padanya hingga berhasil membujuknya?"
"…Tidak banyak. Aku hanya pergi ke kelas tiga dan memintanya dengan sopan. Ishizuka-senpai ternyata orang yang baik. Dia mendengarkan dengan penuh perhatian, ramah, dan serius. Setelah aku bicara, dia langsung merasa bahwa ide mengangkat Klub Koran ke media digital itu menarik, dan segera membuat konsepnya. Dia bahkan bertukar kontak denganku dan terus memantau perkembangan Klub Koran."
"Hm, khas Ishizuka. Kalau dia bukan orang seperti itu, Klub Penyiaran tidak akan sepopuler sekarang."
"Benar. Ini semua berkat Ishizuka-senpai. Tapi aku bukan orang yang licik, sungguh. Bahkan aku hampir ketahuan oleh Matori-senpai karena terlalu terang-terangan, belum lagi insiden di mana aku terkunci di gudang pada hari itu. Semuanya serba kacau."
"Strategi licik yang berbalik melawan si pelaku, ya..."
Tachibana tertawa kecil seolah itu sangat lucu.
"Yah, meskipun begitu, kamu berhasil menyelesaikan semuanya bersama kakak beradik Usami. Selain itu, kurasa kamu juga berhasil membangun kemitraan yang baik denganku. Bagaimana menurutmu?"
"Dengan hormat, aku menolak. ──Selamat menikmati liburan musim panasmu. "
"Sayangnya, sebagai guru, aku masih punya banyak pekerjaan. Aku harus bepergian ke sana-sini, dan liburan untuk guru tidak semudah itu."
"Ribet juga ya, kerja keras, Sensei."
Tachibana tertawa kecil mendengar nada sedikit sinis dari Sakuto.
"Seperti tidak ada urusanmu saja... Yah, baiklah. Selamat menikmati liburan musim panasmu. ──Ngomong-ngomong, lain kali, daripada mendukung dari bayangan, cobalah menjadi 'paku yang mencuat'. Demi kakak beradik Usami."
Sakuto merasa komentar itu agak berlebihan, tetapi dia hanya tersenyum kecil sambil meninggalkan tempat itu.
* * *
Setelah percakapan dengan Tachibana selesai──
"Ngomong-ngomong, apa yang kamu bicarakan dengan Tachibana-sensei tadi, ya~?"
"!? Hikari!?"
Hikari tiba-tiba muncul dari balik sudut gedung sekolah, mengejutkan Sakuto.
"Kayaknya mencurigakan deh… Apa yang sebenarnya kamu bicarakan dengan Tachibana-sensei?"
Sakuto memasukkan tangannya ke saku.
"…Hanya sekadar salam menjelang liburan musim panas."
"Hmm… yah, baiklah. Lebih baik kita pergi ke ruang klub! Chii-chan juga sudah menuju ke sana!"
Dengan senyum cerah, Hikari menggandeng lengan Sakuto.
"Jangan gitu, nanti jadi bahan gosip kalau kita bergandengan di dalam sekolah… Tapi, yah, sudahlah."
Sakuto tersenyum kecut sambil membiarkan Hikari menarik lengannya.
Ketika mereka mulai berjalan, Hikari berbicara pelan.
"…Benar-benar, terima kasih, ya?"
"Hm?"
"Karena kamu sudah banyak membantu aku dan Klub Koran. Aku bahkan tidak sadar soal rencana dengan Klub Penyiaran. Waktu itu, pikiranku penuh dengan masalah Klub Koran…"
"Oh begitu…"
Pantas saja, meskipun Matori hampir mencium gelagatnya, Hikari tidak berkata apa-apa.
"Aku sih senang-senang saja. Melihat Hikari berubah dari dekat itu sangat menyenangkan."
"Aku berubah?"
"Iya. Dan aku jadi semakin menyukaimu."
"──────!?"
Hikari tiba-tiba berhenti berjalan, wajahnya memerah seketika.
"N-Nan… nan-nani?"
"Ada apa? Kenapa tiba-tiba begitu?"
"K-Kenapa? Aku yang mau tanya kenapa! Soalnya… kamu tiba-tiba bilang suka…!"
"Eh? Kalau ingatanku benar, aku sudah pernah bilang suka sebelumnya, kan?"
"Bukan itu masalahnya! Kali ini kita hanya berdua!"
Memang benar, Sakuto belum pernah mengungkapkan perasaannya secara langsung saat hanya berdua saja.
"Ah, begitu ya… Maaf…"
"Tidak, bukan itu. Aku memang kaget, tapi aku senang…"
Di tengah kebingungannya, Hikari tampak sedikit lega. Mungkin dia sempat merasa cemas. Menyadari hal itu, Sakuto merasa bersalah. Seolah dia tidak benar-benar memperhatikan perasaan Hikari, membuatnya introspeksi lagi.
"Tapi… kalau aku juga bilang suka… eh…──ah!?"
Sebelum Hikari menyelesaikan kalimatnya, Sakuto memeluknya erat.
"Sakuto, ini sekolah, tahu…"
"Kita ada di Love Spot sekolah."
"Ah…"
Tempat itu memang lokasi yang tidak terlihat oleh orang lain.
"Hikari, aku suka kamu. Mulai sekarang dan seterusnya, tolong terus bersamaku."
"Eh…!? Aku benar-benar… terlalu senang sekarang sampai tidak bisa berkata apa-apa…"
Hikari memejamkan matanya dan mengarahkan bibirnya ke Sakuto. Dia menyambutnya dengan ciuman.
Ini bukan sekadar ciuman biasa, seperti “selamat jalan”.
Melainkan ciuman penuh gairah yang pernah disebut Hikari sebelum tampil dalam siaran langsungnya──
* * *
Di ruang Klub Koran, Saika, Matori, dan Wakana berkumpul.
"Kita berhasil! Semua koran habis dibagikan! Aku benar-benar senang!"
"Semua orang terlihat tertarik, ya. Mereka dengan senang hati mengambilnya. Syukurlah, ini benar-benar hasil yang bagus."
"Semua ini berkat siaran langsung kemarin! Bahkan di papan pengumuman sekolah, banyak yang berkerumun melihatnya!"
Ketiganya tampak sangat gembira membicarakan pencapaian mereka hari ini.
Sakuto sejak pagi memperhatikan anggota Klub Koran membagikan koran mereka dengan penuh semangat. Mereka menyapa siswa-siswa lain dengan senyuman ceria, "Kami dari Klub Koran, silakan diambil kalau mau!"
Di antara mereka, ada Hikari.
Terutama Hikari, yang popularitasnya meningkat pesat setelah siaran langsung kemarin. Banyak siswa mengambil koran langsung darinya. Beberapa bahkan menyapanya dengan, "Aku nonton siaran langsung kemarin, seru banget!"
Hikari membalas mereka bukan dengan senyum ramah biasa, tetapi dengan senyum yang tulus dari lubuk hatinya.
"Ngomong-ngomong, popularitas Hikari bikin aku iri, deh. Padahal aku juga sudah berusaha keras..."
"Wakana, sifatmu itu lho, tahu nggak? Cewek yang suka ngeluh itu nggak bakal populer, tahu!"
"Jahat banget! Matori-senpai juga nggak populer, kan!"
"Aku ini, tahu nggak? Kameraku adalah pacarku."
"Apa-apaan itu, sih!"
Seperti biasa, Wakana dan Matori terlibat dalam percakapan penuh candaan. Namun, kali ini ada sesuatu yang berbeda.
Di leher Matori, tidak tergantung kamera KANON Hug Model yang selalu menjadi kebanggaannya. Sepertinya kameranya rusak saat ia membantu Hikari sebelumnya.
Kemudian, Chikage berdeham dan berdiri di depan mereka.
"Semua, bisa sebentar saja? Aku sudah membuat laporan audit dan menyerahkannya kepada ketua komite. Setelah liburan musim panas, laporan ini akan dibahas dalam rapat anggaran. Namun… kurasa tidak akan ada masalah."
"Tidak ada masalah? Maksudnya bagaimana?"
Saika bertanya dengan nada hati-hati, dan Chikage tersenyum kecil.
"Artinya, sama seperti biasanya."
"Benarkah itu!?"
"Benar. Jadi, teruslah buat koran yang bagus, ya?"
"""Iya!"""
Ketiga anggota Klub Koran itu tersenyum cerah mendengar kabar baik itu.
"Selain itu… Hikari, ayo maju."
"Ah, iya."
Hikari melangkah maju, membuat ketiga anggota Klub Koran kembali merasa cemas.
Mereka tahu bahwa Hikari berniat keluar dari klub setelah semua masalah selesai.
"Walau hanya beberapa hari, aku benar-benar senang. Kalian semua sangat baik padaku. Bisa bekerja bersama kalian adalah pengalaman yang sangat berarti…"
Ketiga anggota klub tampak sedih dan wajah mereka sedikit muram. Tapi kemudian──
"Itulah kenapa aku ingin terus berjuang bersama kalian di Klub Koran!"
"""Eh?"""
"Mulai sekarang, aku mohon bimbingannya!"
Hikari tersenyum cerah, dan wajah para anggota Klub Koran langsung bersinar bahagia.
"Tentu saja! Mulai sekarang, ayo terus berjuang bersama, Hikari!"
"Kami sangat senang! Tolong terus bekerja sama dengan kami!"
"Hikari~ Aku senang banget! Aku nggak jadi satu-satunya siswa kelas satu di klub ini~… Terima kasih banyak~!"
Ketiganya mendekat ke arah Hikari, yang tersenyum bahagia.
Bukan senyuman yang dibuat-buat atau penuh basa-basi, tapi senyuman yang tulus dari hati. Melihat itu, Sakuto merasa lega dan mengambil sesuatu dari dalam tasnya.
"…Oh iya, sekalian saja, Matori-senpai──ini untukmu."
"Eh? ──Takayashiki, ini… kamera KANON!?"
Di atas meja, Sakuto meletakkan kamera DSLR keluaran dua tahun lalu dari merek KANON.
"Eh, yah… Aku cerita soal Matori-senpai ke bibiku, dan dia bilang dia punya kamera yang dibeli tapi sama sekali tidak dipakai. Jadi… kalau kamu mau, silakan digunakan."
"Serius!? Boleh!?"
"Yah, kalau tidak butuh, bisa dijadikan inventaris klub koran juga…"
"Butuh, butuh! Terima kasih, Takayashiki!"
Sakuto sempat khawatir Matori akan menolak dengan sopan atau malah tidak mau menerima. Namun, ternyata dia menerimanya dengan sangat antusias, yang membuat Sakuto lega.
Kamera yang diberikan pada Matori adalah KANON KissMark IV, model kelas atas yang sering digunakan oleh profesional, dengan harga sekitar 300 ribu yen. Menurut Mitsumi, bibinya, itu adalah "barang tidak berguna yang lebih baik diberikan kepada yang membutuhkan."
Namun, Sakuto punya alasan tersendiri. Dia memutuskan untuk "menanam jasa" sampai akhir. Bukan demi Klub Koran, apalagi untuk Matori. Sakuto terus meyakinkan dirinya sendiri akan hal itu.
"Yah, begitulah. Aku juga banyak berutang budi."
"Kenapa nggak sekalian saja masuk Klub Koran? Kami akan senang hati menerimamu, tahu!"
"Tidak, terima kasih. Sebaliknya, mulai sekarang, tolong jangan buat artikel sensasi. Cobalah lebih serius, seperti yang ini."
"Ya, aku tahu. Terima kasih, Takayashiki."
Matori mengulurkan tangan kanannya dengan penuh percaya diri.
"Sama-sama. Kalau ada kesempatan, kita bertemu lagi."
"Tentu saja. Kami selalu menyambutmu kapan saja."
Sakuto dan Matori berjabat tangan dengan erat──
──Atau begitulah seharusnya.
"Tunggu… Matori-senpai, apa-apaan ini!?"
Tiga puluh menit kemudian, Sakuto telah menyudutkan Matori ke dinding ruang Klub Koran.
"Apa… Aku tidak memotret diam-diam! Aku sudah minta izin, sumpah!"
"Itu bukan masalahnya! Kenapa kamu bikin Hikari dan Chikage pakai kostum cosplay, hah!?"
Sakuto, yang benar-benar marah, menatap Matori dengan tajam. Tapi kemudian, Hikari dan Chikage mendekat.
"Kalau aku sih, nggak masalah, aku suka kostumnya," kata Hikari sambil berputar memperlihatkan pakaiannya.
Namun, kostum itu benar-benar mencengangkan.
Hikari mengenakan pakaian pelayan (maid) yang sangat provokatif. Perut dan punggungnya terbuka lebar, rok yang ia kenakan sangat pendek, dan desainnya secara keseluruhan sangat sensual. Stocking putihnya membentuk absolute territory, menciptakan kesan yang benar-benar menggoda.
Kalau ada yang memakainya, pasti “Tuan” mereka akan sangat bahagia.
"Aku… Aku pikir aku akan pakai kostum miko (pendeta kuil)!" ujar Chikage dengan nada setengah putus asa.
Chikage yang wajahnya memerah karena malu juga tampak mencengangkan.
Dia memang mengenakan pakaian pendeta kuil (miko)—tapi, sama seperti Hikari, perut dan punggungnya terlihat jelas. Meskipun lengannya memiliki lengan baju yang lebar seperti tradisi, bagian bawah pakaian yang seharusnya berupa hakama tradisional malah berupa rok mini sependek milik Hikari. Pakaian itu lebih memancing pikiran tidak pantas daripada menampilkan kesan suci atau elegan.
Melihat itu, bahkan Sakuto terdiam sesaat karena benar-benar terkejut.
Kalau ada yang mengenakan pakaian seperti ini, mungkin bahkan dewa sekalipun akan menurut pada apa pun yang diminta.
"Foto-foto dengan pakaian seperti ini, mau dipakai untuk apa!?"
Sakuto kembali mendesak Matori.
"Eh… buat koran edisi setelah liburan musim panas, sih…"
"Ditolak! Halaman gravure seperti itu tidak dibutuhkan di koran sekolah! Lagipula, dari mana kamu dapat kostum cosplay seperti ini!?"
Saat itu, Saika dengan malu-malu mengangkat tangannya.
"Itu… milikku. Hobi menjahit, sih…"
"Kamu bikin apa, sih!? Apa kamu kehabisan uang buat beli kain? Jelas sekali ini ada yang salah dengan luas kainnya!"
"Hyaa!? Soalnya… kalau pendek, kelihatan lebih imut, kan…"
Tiba-tiba, Wakana yang dari tadi diam saja mengangkat tangannya juga dengan wajah merah padam.
"Uhm… Aku juga… pakai kostum penyihir…"
"Eh? Oh… iya…"
Wakana memang mengenakan kostum penyihir. Namun, tidak ada bagian "tapi"-nya. Kostumnya benar-benar sederhana, seperti penyihir dari ilustrasi Barat klasik—tertutup dari atas hingga bawah, tanpa ada bagian terbuka, tanpa desain yang mencolok, bahkan tanpa elemen kreatif apa pun. Dia hanya berdiri memegang sapu, tidak lebih dari itu.
Singkatnya, Wakana tetaplah Wakana.
Dan itu begitu sederhana hingga hampir menyedihkan—hanya Wakana berdiri memegang sapu.
"Menurutku sih, nggak apa-apa. Kostumnya cocok banget. Mungkin, ya… aku nggak tahu pasti…"
"Bedanya banget!? Apa-apaan tatapan itu!? Kamu jelas-jelas membandingkan aku dengan kakak-beradik Usami, kan!?"
"………──Matori-senpai! Pokoknya, ide seperti ini nggak boleh diteruskan!"
"Jangan abaikan aku──────! Lihat aku, dong──────!"
Akhirnya, rencana halaman gravure untuk koran sekolah dibatalkan.
…Sebagai gantinya, foto Wakana dengan kostum penyihirnya yang sederhana dipilih untuk digunakan di kolom perekrutan anggota baru Klub Koran.
* * *
"Benar-benar, orang itu…"
"Yah, ini kan Matori-senpai… Tapi, kostum pelayan itu lucu banget, sih~."
"Hii-chan, itu bukan alasan, tahu? Haaah, tapi tetap saja… malu banget…"
"Kamu tahu nggak? Kalau salah langkah sedikit saja, foto itu bisa bocor keluar. Kamu harus mulai belajar untuk memilih untuk tidak memakai sesuatu sebelum benar-benar memakainya…"
Di restoran bergaya Eropa, Canon, Sakuto menghela napas panjang dengan ekspresi lelah.
"Yah, bagaimanapun juga, bukan hanya Matori-senpai. Ke depannya kita harus lebih hati-hati…"
"Soal siaran langsung kemarin, ya?"
"Iya. Sepertinya kalian berdua jadi cukup populer…"
Awalnya, hanya Hikari yang seharusnya terekam dalam siaran itu. Namun, karena Chikage juga muncul, perhatian publik terhadap mereka berdua menjadi jauh lebih besar dari yang diperkirakan.
Sakuto mulai khawatir bahwa jika situasi ini terus berlanjut, identitas atau hubungan mereka mungkin akan terbongkar suatu saat nanti.
"Semua gara-gara Chikage tampil di video dengan pakaian yang setengah terbuka, tahu?"
"Itu nggak setengah terbuka, kok! Aku cuma meniru gaya pakaian Hii-chan saja!"
"Kalau aku sih, sebelum siaran, biasanya aku menutup kancing bajuku, lho."
"Ugh… Kalau diingat-ingat, aku jadi tambah malu…"
"Ngomong-ngomong, arsip videonya masih ada di YouTube, lho."
"Aku akan minta Klub Penyiaran untuk menghapusnya!"
Melihat Chikage yang wajahnya memerah karena malu, Sakuto tidak bisa menahan diri untuk berpikir bahwa dia terlihat cukup menggemaskan.
"Yah, ngomong-ngomong soal yang serius… Kita harus pikirkan rencana ke depannya."
"Setelah liburan musim panas bakal berat, ya?"
"Sebetulnya, selama liburan musim panas pun kita harus tetap waspada."
"Kalau aku sih, selama liburan musim panas, aku cuma mau terus lengket sama Sakuto~."
Hikari tersenyum nakal sambil mendorong dadanya ke depan, membuat Sakuto langsung memerah.
"Ugh… Baiklah, lupakan dulu hal-hal yang berat. Kita bahas soal rencana perjalanan liburan, yuk?"
"Setuju!"
"Mari kita buat liburan musim panas ini menyenangkan───!"
Sambil menggelengkan kepala dalam hati, Sakuto tetap berpikir tentang Hikari dan Chikage.
Dia merasa keinginan untuk melindungi senyuman kedua gadis itu adalah sesuatu yang mewah. Satu orang saja sudah terasa seperti sebuah kemewahan, tapi dengan dua orang, rasanya seperti kemewahan yang terlalu berlebihan.
Semester pertama telah berakhir. Apakah hubungan ini akan terus berlanjut di masa depan...
"Oh iya, ngomong-ngomong, Sakuto-kun kan bakal menuruti semua permintaanku, ya?"
"…Hm? Maksudmu apa?"
Sakuo menatap Chikage dengan bingung karena pernyataan yang tiba-tiba itu.
"Soalnya, waktu aku menggantikan Hii-chan untuk siaran langsung, kamu bilang, 'Chikage, kerja bagus! Memang pantas jadi pacarku! Aku bakal turutin apa pun permintaanmu!'"
"Eh!? Aku nggak bilang begitu! Apa-apaan itu!?"
──Tentu saja, itu hanya imajinasi liar Chikage.
"Po-pokoknya! Aku sudah bekerja keras, jadi selama liburan musim panas, aku mau manja sepuasnya, ya!"
"Uh… ya… baiklah, aku rasa…"
Hikari pun menatap Sakuto dengan mata nakal penuh keisengan.
"Kalau aku, aku juga sudah banyak dibantu kali ini. Jadi, aku mau kasih semacam hadiah, ya~?"
"Nggak perlu, beneran… Aku nggak butuh yang kayak begitu, kok…"
"Ah, aku tahu! Kita pakai gaya ala Klub Koran, gimana?"
"Gaya ala Klub Koran? Maksudnya… apa itu?"
Hikari tiba-tiba menyeringai dan dengan santai memperlihatkan dadanya, sedikit menyingkap bra dari balik kemeja putihnya. Sakuto langsung memalingkan wajahnya dengan panik.
"Mau dibandingkan sama Wakana-chan?"
"Nggak, nggak mau dibandingkan! Dan Hikari, jangan terpengaruh Klub Koran seperti itu!"
"Hei, Hii-chan! Itu kan harusnya aku! Sakuto-kun, coba bandingkan aku dan Hii-chan, siapa yang punya PERFECT BODY!?"
"Chikage, itu juga nggak benar! …Dan, omong-omong, pelafalan bahasa Inggrismu bagus, ya?"
"Hihihi~ Aku akan belajar lebih banyak lagi dari Matori-senpai dan yang lainnya!"
"Hikari! Aku putuskan, kamu keluar dari Klub Koran sekarang juga──────!"
──Dan begitulah.
Hari-hari yang mereka lalui bertiga terasa sangat cepat, hingga akhirnya hari libur musim panas tiba esok hari.
Masalah Klub Koran terselesaikan.
Tempat bagi Hikari berhasil diciptakan.
Setelah menyelesaikan dua masalah besar itu, kini yang tersisa hanyalah masalah menyenangkan: bagaimana mereka akan menghabiskan liburan musim panas bersama.
Hubungan mereka bertiga, yang terus berkembang, kini siap melangkah ke fase berikutnya. Dan fase itu adalah──
"""Liburan bertiga──────!"""
End
Next volume 3